28

44.9K 6K 186
                                    

Happy reading
.
.
.

"Deg."

Beberapa detik yang lalu Alfaro baru saja menerima telepon dari orang suruhan ayahnya.
Dia mendapat kabar yang sama sekali tidak pria itu duga.

Ucapan orang itu terngiang-ngiang ditelinga Alfaro.

"Mulai besok hingga seterusnya anda tidak perlu lagi ke kantor, karena anda sudah dipecat."

Kata-kata itu membuat kepala Alfaro mendidih. Dia benci situasi seperti ini.

"Arghh"

"Enggak enggak aku gak mungkin di pecat. Ayah gak mungkin ngelakuin itu."

"ENGGAK!"

"Brakk."

Alfaro berteriak sambil memecahkan barang-barang yang ada disekelilingnya.

Suara teriakan Alfaro beserta barang-barang yang berjatuhan mengalihkan fokus para maid dan bodyguard disana.

Namun sayang tidak ada yang berani mendekat ke arah suara itu berasal.

Mereka semua sudah menduga jika seperti ini pasti ada yang tidak beres dan mereka tidak mau menjadi bahan pelampiasan kemarahan sang majikan.

Seperti kata pepatah, sedia payung sebelum hujan.
Lebih baik menghindari sang majikan kan daripada bonyok.

Para maid berkumpul di ruang tamu bawah.

"Tuan kenapa lagi deh?"

"Iya kenapa sih? Dari kemaren kayaknya dia marah-marah mulu."

"Bener dari kemaren emang sensi Mulu dia."

"Emang suarannya darimana sih?"

"Kalo menurutku sih dari ruang tv lantai atas deh."

"Masa iya?"

"Iya bener."

"Bener kayaknya."

"Ngerih deh."

"Serem jadinya."

Wanita-wanita yang lebih dari delapan orang itu terus membicarakan Alfaro.

Anggap saja mereka pelayan yang tidak ada akhlak karna membicarakan tuannya sendiri.

Saat asik menggosip ria dua orang maid yang salah satunya merupakan kepala maid disana datang.

"Heh kalian itu malah ngomongin tuan, minta di pecat ya. Udah sana kalian bubar nanti kalo tuan tau kalian bisa dapet masalah."

Teguran dari kepala maid membuat mereka satu-persatu pergi mengerjakan pekerjaan masing-masing.

Disisi lain Alfaro memegang poselnya dengan erat.

Sudah berkali-kali dia menelpon sang ayah tapi tidak ada satupun panggil yang diangkat.

Sekali lagi pria itu menelpon nomor yang sama namun nihil panggilannya tak juga diangkat.

Tangannya meremas ponsel dengan erat, dia menggeram marah.

Alfaro melangkah ke dalam kamarnya dan dengan secepat kilat mengambil sebuah kunci mobil diatas nakas.

Pria itu berjalan dengan terburu-buru hingga masuk kedalam mobil.

"PAK BUKA GERBANGNYA. SEKARANG!" Teriaknya dari dalam mobil setelah membuka jendela.

Satpam yang menunggu di pos jaga berlari kocar-kacir untuk membukakan gerbang.

Setelah gerbang terbuka Alfaro menancap gasnya meninggalkan pekarangan rumah dengan kecepatan diatas rata-rata.

Satpam yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.

Sementara para bodyguard menatap bingung mobil yang sudah tak terlihat itu.
Tumben sekali tuannya tidak membawa mereka satupun.

***

Alfaro memarkirkan mobilnya asal. Dia segera melangkah masuk kedalam sebuah rumah mewah nan besar tanpa permisi.

"AYAH"

"AYAH"

"AYAH"

Teriakannya menggema didalam sana.

Gara yang berada diruang kerjanya beranjak turun kelantai bawah menemui orang yang memanggilnya.

Ini pasti terjadi. Tidak mungkin anak itu akan diam saja ketika jabatan yang selama ini Alfaro banggakan di cabut begitu saja.

Gara menatap sinis putranya.

Wajah Alfaro memerah menahan amarah yang menggelora.

"Apa maksut ayah ngambil jabatan aku gitu aja?" Tanya Alfaro to the point.

"Itu salah kamu sendiri udah langgar aturan ayah." Jawab Gara datar.

Tangan Alfaro terkepal kuat, buku-buku jarinya memutih. "Apa kesalahannya? Aku sama sekali gak merasa ngelanggar aturan ayah."

"Wohoho, jadi kamu gak tau apa kesalahan kamu ya."

Gara mendudukkan badannya ke sofa dan menatap Alfaro dengan pandangan mencemooh.

"Biar ayah sebutkan apa saja kesalahan kamu selama ini."

Alfaro menyengit bingung menatap Gara. Dia sama sekali tidak tau bahwa dirinya telah membuat kesalahan besar.

"Pertama, kamu udah bohong sama ayah dengan bilang bahwa menantu ayah baik-baik saja. Kedua, kamu sama sekali tidak pernah memperlakukan dia dengan baik seperti yang pernah ayah tuturkan. Ketiga, kamu telah memiliki wanita simpanan tanpa ayah tau. Keempat, kamu selalu mengambil uang kantor untuk kepentingan kekasih jalangmu itu tanpa mempertimbangkan apa dampaknya."

Saat Alfaro hendak memotong ucapan Gara, dengan cepat pria setengah abad itu mengangkat salah satu tangannya agar Alfaro membungkam mulutnya.

"Dan yang terakhir, KAMU MENGHAMILI JALANG ITU SAMPAI MEMBUAT ISTRI SAYA SAKIT HATI DENGAN KELAKUAN BEJATMU ITU."

Gara berteriak marah pada putranya yang sekarang tengah berdiri kaku bak patung pancoran.

"A-ak"

"DIAM! SAYA BELUM MENYURUHMU UNTUK MEMBERI PEMBELAAN." Teriak Gara lagi.

Hidung pria itu kembang kempis setelah berteriak. Dia mengatur nafasnya yang memburu.

Alfaro tertunduk. Segala yang dia takutkan telah terjadi, dia tak menyangka bahwa ayahnya telah tau bagaimana kelakuannya diluar sana.

Konsekuensi atas kelakuannya kali ini sangat besar. Susah untuk membujuk ayahnya bahkan kemungkinan ayahnya akan luluh adalah 0,01% mengingat bagaimana rasa sayang dan hormatnya sang ayah pada Lesya saat ini.

-
-
-
-
-

Bersambung...

Beda Raga [End]Where stories live. Discover now