11

62.7K 8.6K 198
                                    

Happy reading
.
.
.

Seminggu berlalu tanpa adanya Alfaro.
Setelah kejadian Lesya yang pindah kamar, pria itu besok paginya pergi keluar kota dengan terburu-buru karena ada masalah cabang perusahaan disana.

Bukannya merasa kesepian karena tak ada Alfaro, Lesya malah merasa bahagia. Setiap hari gadis itu keluar rumah untuk bersenang-senang belanja di mall, duduk di taman, nonton, atau bahkan makan dan bermain ponsel di kafe.

Hidupnya terasa bebas tanpa tekanan.
Tak ada lagi yang mengomel dan marah padanya akhir-akhir ini.

Sekarang jam menunjukkan pukul setengah enam pagi. Gadis itu berlari kecil ke arah taman depan komplek dengan menggunakan cropped t-shirt putih dipadukan dengan celana jogger berwarna hitam.

Beberapa menit kemudian kaki Lesya berada diatas rerumputan taman. Gadis itu duduk dengan kaki diselonjorkan kedapan.

Sambil memandang langit yang mulai terkena sinar matahari Lesya mengatur nafasnya pelan.

"Hei!"

Lesya menoleh ke samping lalu menyengit bingung. "Ya?"

Di sana ada seorang pria tampan dengan sedikit keringat di dahinya yang Lesya pikir pria itu juga baru selesai olahraga di taman ini.

"Sendirian?"

Tatapan gadis itu beralih dari pria disampingnya lalu menatap matahari yang mulai bersinar. "Seperti yang kamu liat."

"Kenalin nama gue Givan." Dia menjulurkan tangannya pada Lesya.

Lesya tersenyum tipis lalu menerima uluran tangan pria itu. "Lesya." Ujarnya memperkenalkan diri.

"Rumah lo dideket sini?"

"Iya. Di komplek perumahan itu" Ucap Lesya sambil menunjuk arah gerbang masuk komplek perumahannya yang memang tak jauh dari taman.

Givan menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Kamu sendiri rumahnya disekitar sini?" Tanya balik Lesya.

"Engga sih, rumah gue lumayan jauh. Disini iseng doang karna kemaren ngeliat ni taman lumayan bagus" Jelas pria itu.

"Owlh iya iya."

Lesya tersenyum. Memang dia akui taman ini adalah taman yang bagus dan bersih. Masih sangat asri dengan pepohonan di sekelilingnya serta bunga-bunga yang cantik.

Setelah mengobrol ringan dengan Givan, Lesya pamit untuk pulang duluan.

"Aku pulang duluan ya Givan. Terimakasih mau menemaniku."

"Iya sama-sama. Semoga kita bertemu lagi"

Melihat punggung Lesya yang mulai menjauh akhirnya Givan berdiri dari duduknya. Dia beranjak pergi menuju mobil yang tak terlalu jauh dari sana lalu meninggalkan taman.

***

"Coklat memang yang terbaik" Gumam Lesya dengan mulut yang sedang mengunyah coklat.

Tadi saat akan pulang Lesya menyempatkan diri untuk mampir ke sebuah Alfamart terdekat.

Dia membeli banyak cemilan dan minuman, tidak lupa beberapa jenis coklat yang dia sukai juga eskrim.

Jangan heran karena Lesya itu tipe gadis seperti biasa yang menyukai coklat, eskrim dan novel.

Gadis itu berjalan dengan riang menuju mobil jemputannya dengan tangan memegang sebuah coklat diikuti sopir pribadi yang menentang empat kantong plastik belanjaannya.

"Ke apartemen ya pak" Ujarnya setelah duduk di dalam mobil.

"Iya non."

Mobil dengan harga fantastis itupun berjalan menyusuri jalanan kota Jakarta.

"Pak tolong belanjaan saya bawa ke atas ya, saya tunggu didepan pintu. Nanti kalo udah bapak boleh balik ke rumah."

"Baik non."

Gadis itu turun dari mobil lalu beranjak masuk ke gedung tersebut menuju unit apartemennya.

Kali ini sambil berjalan gadis itu memakan sebuah eskrim ditangannya.

Beberapa menit setelah sampai di depan pintu sang sopir datang menyerahkan barang belanjaannya.

"Uggh" Lenguh Lesya sesaat setelah merebahkan tubuhnya diatas sofa panjang depan televisi.

Hari ini dia memang berencana untuk tidak pulang kerumah. Tak peduli jika ternyata Alfaro sudah berada dirumah atau belum karena dia hanya ingin ketenangan dan kebahagiaan hidupnya tanpa ada yang mengusik.

Peduli setan dengan pria itu.
Lagipula sebelumnya dia sudah bilang untuk tidak ikut campur dengan urusannya, mau pulang atau tidak itu bukan urusan Alfaro.

Nyatanya Gadis itu bisa melakukan apapun yang dia mau, sekalipun itu membunuh suami abal-abalnya.

Drrtt drrtt

Getaran ponselnya membuyarkan lamunan Lesya. Gadis itu mengambil benda pipih itu dari sakunya.

Matanya menelisik nomer tak dikenal yang meneleponnya lalu mengangkat panggilan itu.

"Haloo."

"Do you miss me baby."

Deg

Suara itu..

-
-
-
-
-

Bersambung...

Beda Raga [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang