Bab 1 Wanita Yang Disebut Istri

1.1K 85 30
                                    

Holla akak-akak pembaca. Shima cuma mau bilang, karya ini boleh dibaca OFFLINE, tapi waktu mau Vote please pas ONLINE, ya. 😭🤧 Biar Shima dapat notifikasi. Kan jadi senang hatiku. 🥰

Terima kasih bagi yang bersedia. 😭🙏

🌟🌟🌟

"Acaranya pemborosan uang, ya, Mas?"

Seketika Yuwa menjeling ke kiri, tempat si ahli komentar tengah melahap sesajen. Sesajen berupa enam tusuk sate, paha ayam bakar madu dan segunung capcay di atas bukit nasi yang tak lagi putih.

Wasana Rawika atau biasa disebut Yuwa dengan Warak. Jahat memang sebutannya, tapi begitulah Yuwa, seenaknya.

"He, Warak," bisik Yuwa sembari menjawil lengan istrinya. "Bisakah kamu makan dengan menutup mulut?"

Wasana mengerjap. "HA! APA, MAS YU?!"

Yuwa langsung geregetan ingin mementung istrinya dengan sendok. Beraninya Wasana berteriak di depan wajahnya, lengkap dengan bau makanan yang dikunyah pula. Membuat mual saja.

Sebenarnya tidak salah jika Wasana melakukan itu. Musik dangdut yang membahana membuat orang-orang di dalamnya akan menjadi orang tuli sementara. Apalagi dibarengi dengan pekikan dan sorakan dari para undangan yang menyuruh biduan bergoyang lebih heboh karena disawer.

Yuwa tak mengacuhkan Wasana yang bertanya. Pria itu kini lebih memilih memusatkan perhatian ke kedua mempelai yang terlihat bahagia dengan bibir yang tidak pernah menutup sempurna. Gigi-gigi mereka mungkin sudah mengering sejak sejam yang lalu. Tetapi, tetap saja tidak ada keterpaksaan alias pura-pura. Senyum mereka alami. Alami senangnya.

Dari kursi tamu ke tempat pelaminan hanya berjarak tiga meter, menjadikan Yuwa leluasa memperhatikan setiap detail wajah dari kedua pengantin.

Pengantin pria dengan jas hitam ketat sesuai postur tubuh yang gagah membalut sempurna. Satu kancing depannya terbuka saat duduk dan akan dikancingkan lagi jika berdiri. Dari sini Yuwa bisa tahu kalau si mempelai pria terbiasa memakai jas dan tahu betul cara penggunaannya. Yuwa tersenyum samar, tanggapannya memang benar. Tidak semua lelaki ber-jas tahu tata cara penggunaan jas yang benar.

Lanjut ke mempelai wanita. Tubuhnya ramping, hasil diet ketat. Yuwa tahu benar dan bukan hoaks, sebab dia yang merancang gaun pengantin yang serba putih itu. Pengerjaannya lumayan lama. Modelnya memang biasa, tetapi perkara si pengantin semakin kurus saat pembuatan, membuat Yuwa kewalahan harus bongkar untuk mengecilkan. Beruntung pelanggan itu membayar uang muka dengan jumlah besar dan saat pelunasan lancar, jadi Yuwa tidak berani melempar gaun itu ke muka konsumen yang menyebalkan.

Dua pengantin itu mengingatkan Yuwa pada masa lalu saat dia menjadi sabu. Eh? Maksudnya menjadi suami status baru.

"Ibu!" Yuwa berteriak panik, dilihatnya layar ponsel sebelum menempel kembali ke telinga. "Ibu. Hallo, Ibu! Apa yang terjadi?"

"Cepatlah datang anakku, Ibu ...."

Sambungan terputus tiba-tiba. Yuwa kalang kabut. Pikirannya memampangkan hal-hal berbau imajinasi negatif. Gerakan kakinya tidak bisa tenang, begitu juga hatinya. Segera setelah mendapat izin dari bos tempat dia bekerja sekaligus menimbah ilmu soal jahit menjahit, dia berlari dan menuju terminal, membeli karcis pulang ke kampung halaman.

Berkali-kali Yuwa mengecek ponselnya dan tetap saja tidak bisa menghubungi kembali ibunya.

Semoga enggak terjadi apa-apa.

Yuwa hanya bisa berdoa dan terus berdoa.

Tepat saat kaki kiri Yuwa turun dari bus, ponsel pipih bermerek Nanas miliknya, berbunyi nyaring. Panggilan dari nomor tidak dikenal.

Jiwa yang Tertukar (TAMAT)Where stories live. Discover now