Bab 27

251 33 0
                                    

VOTE lah saat ONLINE
Terima kasih 😊❤️
🌟🌟🌟

Yuwa terpukul mendengar penuturan Bu Yar, bahwa uang yang digunakan untuk membuka lapak miliknya adalah dengan menjual sawah dan juga meminjam Bank. Padahal perkiraan waktu itu tidak lebih dari 100 juta. Ternyata ... sungguh melenceng jauh.

“Kamu akan bilang, Nak?”

“Mas Yu sudah tahu, Bu. Beliau merasa bersalah pada Wasana. Malu, katanya.” Begitu juga malu pada Sang Ayah. Janji Yuwa untuk bisa menjadi kepala keluarga pengganti Ayah tidak bisa terwujud sempurna. Dia merasa telah mengecewakan Ayahnya.

Keadaan rumah ini tak ubah sebuah rumah sunyi sejak Ayah Ikal pergi.

“Bu, aku mau ke lapak dulu,” pamit Yuwa. “Ibu enggak perlu khawatir lagi. Mas Yuwa enggak marah. “ Dia peluk Ibunya dengan penuh kasih. Kekagetan dan rasa bersalah itu tercetak jelas di wajah Ibunya. Yuwa tahu itu.

“Beneran Yuwa sudah tahu, Nak?“ Bu Yara membekap mulutnya.

Yuwa mengangguk dan tersenyum. “Iya, Ibu. Yuwa sudah tahu. Tapi sekali lagi, Ibu enggak perlu khawatir. Yuwa enggak marah. Kalau begitu Yu—maksudku Wasana, pergi dulu, ya, Bu.“

Buset! Yuwa baru sadar sedari tadi dia memakai nama “Yuwa” alih-alih pakai kata “Mas Yuwa”. Semoga saja Ibunya tidak menaruh curiga.

Meski terlihat masih gamang, Bu Yara akhirnya mengiakan kepergian Yuwa yang menurutnya Wasana.

Dalam perjalanan menuju lapak, tidak sengaja sebuah pemandangan tertangkap mata Yuwa. Pemandangan yang membuat hati Yuwa seakan mendidih dan siap meledak kapan saja. Raisa, wanita itu duduk di depan seorang lelaki berperut buncit dengan tangan saling menggenggam. Cih! Sudah persis adegan romantis antara buto ijo dan timun kunti.

Yuwa mencoba mengendap, mendekat hati-hati. Gayanya kini seperti pencuri atau seperti mata-mata mengintai target operasi. Pendengaran Yuwa dipertajam agar bisa menangkap pembicaraan dari orang yang dilanda kasmaran.

“Mas, kapan mau menceraikan istri, Mas?” Suara Raisa menjijikkan saat merayu. Yuwa ingin muntah mendengarnya.

“Kan, kamu tahu sendiri. Susah bagi Mas menceraikan istri. Dan lagi kudengar kamu akan menikah lagi dengan tukang jahit pertigaan itu. Iya, 'kan?”

Raisa tersenyum malu. “Mas tahu aja. Aku cuma iseng, Mas. Aku 'kan orang baik. Dia itu temen sekolahku dulu. Tahulah yang menaruh rasa padaku banyak sekali. Dan dia salah satunya. Aku hanya mengabulkan keinginannya, kok. Tapi, kalau dia sudah enggak bisa membahagiakanku, ya, buang saja. Ya, kan, Mas? Aku enggak salah?”

Mereka berdua tergelak seolah hal itu adalah lucu.

Siapa Raisa? Yang dengan seenaknya mempermainkan arti pernikahan yang suci. Keterlaluan!

Karena tidak kuat dan perasaan sudah menggebu bagai gunung meletus, Yuwa mendekat dengan langkah tergesa. Saat berada di hadapan keduanya, Yuwa berhenti dan menghardik,

“Ternyata kamu wanita seperti ini!” Amarahnya membakar dada. Matanya penuh kilat ancaman. Yuwa seperti ikan piranha yang siap mencabik-cabik apapun yang diumpankan kepadanya.

“Siapa, ya?” tanya Raisa dengan mengedip polos, sok cantik. Meski memang cantik.

Yuwa tidak tergoda. Malahan dia merasa sangat jijik sampai ingin muntah perkara tahu sebusuk apa Raisa.

Sedetik kemudian Raisa tersadar “Oh. Tunggu. Kamu Wasana? Istrinya Yudha, 'kan?” Raisa terlihat meremehkan. Sorot matanya memindai tubuh Wasana dari atas ke bawah, lalu menggeleng, menghina. “Pantas Yudha mudah berpaling. Lah, istrinya modelannya begini.” Raisa tertawa. Lalu berpaling ke pria di depannya. “Ini, loh, Mas. Istri Yuwa Yudhayana. Kasihan, ya?”

Jiwa yang Tertukar (TAMAT)Where stories live. Discover now