Bab 25

212 33 5
                                    

VOTE-lah saat ONLINE
Terima kasih ❤️😊

🌟🌟🌟

Yuwa berdecak sebal. Dia tendang kerikil sembarangan. “Kenapa Warak harus mena—ASTAGA! INI RUPAKU?!“

Kaca jendela rumah orang memantulkan wajah Wasana. Itulah yang membuat Yuwa kaget dan berhenti berjalan.

Yuwa memeriksa helaian rambut yang amburadul. “Ya bener juga, sih. Orang aku belum mandi. Tadi cuma cuci muka langsung makan. Tentu aja wajah Warak kayak Mak Lampir kecebur empang. Hadeh. Musti balik ke rumah, mandi dulu ini.“

Yuwa kembali mengacak rambut. Sudah amburadul sekarang tambah amburadul.

Yuwa menimang haruskah kembali atau membiarkan penampilannya seperti ini? Masalahnya dia tidak ingin bertemu Wasana dulu. Tapi kalau dipikir-pikir daripada nanti ketemu gerombolan anak kecil yang menyebutnya gila, akhirnya Yuwa memutuskan kembali. Jelas. Siapa juga yang suka diteriaki orang gila?

Dengan mengendap saat memasuki kawasan rumah, Yuwa mesti memastikan Wasana sudah pergi ke rumah ibu. Setidaknya tuk saat ini, Yuwa benar-benar tidak berkeinginan bertemu istrinya itu karena pertanyaan Wasana tadi.

Sebenarnya Yuwa terserang galau. Bimbang. Perasaannya aneh tatkala melihat mata redup Wasana waktu bertanya hal itu. Seakan kesedihan istrinya menembus dinding keegoisan yang selama ini Yuwa bangun.

Hati-hati dan waspada, Yuwa tempelkan telinga ke pintu.

“Sepertinya Wasana sudah berangkat.” Dicobanya menekan gagang pintu. Berhasil. Pintu terbuka. Akan tetapi bukannya senang, Yuwa mengomel karena kebiasaan istrinya yang tidak mengunci pintu.

“Kalau ada maling masuk gimana? Padahal sudah kubilang berkali-kali kunci pintunya kalau ingin keluar. Eh dasar, perintahku hanya dianggap angin lalu.”

Tiba-tiba terdengar benda jatuh. Yuwa hampir terserang penyakit jantung saking terkejutnya.

“Apa Wasana masih ada di rumah?” Dipelankannya suara demi jaga-jaga. Takutnya, Wasana ternyata masih ada di rumah, sedang Yuwa kurang waspada.

Kembali terdengar suara benda jatuh seperti sendok. Yuwa putuskan mencari di dapur. Dan penyelidikan berakhir karena suara mengeong dari seekor binatang bertaring dengan corak putih abu-abu. Kemungkinan hewan itu berpendidikan, sebab berseragam.

Yuwa mengumpat keras. “Dasar kucing! Kukira Wasana.” Ada rasa lega tatkala mengetahui siapa pelaku keributan, pengganggu kedamaian.

Setelah mengusir si hewan pencuri ikan, Yuwa melangkah ke kamar. Ambil baju, lanjut ke kamar mandi. Aman. Wasana tidak ada di rumah. Yuwa bisa luwes melakukan banyak hal alias bersih-bersih badan. Pakai baju, semprot pewangi, berkaca di depan cermin. Mantab betul. Yuwa merasa sudah menjadi wanita.

Eh, enggaklah! Aku tetap pria sejati. Ini cuma demi menjaga penampilan Warak.

Dan saat tidak langsung menemukan dompet, Yuwa berkata, “Loh! Perasaan kemarin kutaruh di sini.” Telapak tangannya memukul meja di samping tempat tidur. Mata menganalisis ruang. Pikiran mencoba mengingat kejadian. Bibir berdecak tidak sabaran.

Saat sibuk mengelus dagu, pandangan tidak sengaja melihat sesuatu di atas lemari. Benda bersudut. Mungkin saja itu dompetnya karena memiliki warna cokelat. Buru-buru Yuwa menjinjit, menggapai benda itu.

“Eh, bukan dompet?” Kening Yuwa mengerut dalam.

Benda yang ditemukan Yuwa ternyata sebuah buku berjudul “Sepuluh Langkah Mendapatkan Cinta Suami”. Dia seketika geleng-geleng.

Jiwa yang Tertukar (TAMAT)Where stories live. Discover now