Bab 26

235 32 3
                                    

VOTE lah saat ONLINE
Terima kasih 😊
🌟🌟🌟

Wasana sempat ingin kabur waktu Bu Yar mengatakan, “Siapa kamu? Yuwa mana mau mengucapkan kalimat, 'iya, Bu' dengan manis.” Untunglah itu hanya guyonan Bu Yar. Nyatanya beliau tergelak ringan sembari memukul lengan Wasana.

Wasana kira dirinya ketahuan. Lega rasanya mengetahui kenyataan.

“Yu, yu. Pipa bocor lagi, bocor lagi.” Bu Yar menunjukkan pipa penyalur tandon air. Memang benar ada tetesan yang menerus tepat di sambungan menuju kran air di wastafel itu.

“Ini sudah pernah diperbaiki, 'kan, Bu?” Wasana berlagak seperti tukang pipa profesional, tahunya cuma basa-basi. Dia mana tahu soal perpipaan. Biasanya kalau di rumah ada kebocoran seperti ini, Wasana akan memanggil tukang atau kalau suaminya mau perbaiki, ya, Yuwa yang memperbaiki. Sayangnya, Wasana lebih sering memanggil tukang.

“Ya terakhir kali dua minggu yang lalu. Kan, kamu yang perbaiki.”

“Berarti Mas Yu enggak bakat, Bu.” Begitu saja Wasana berkomentar tanpa pikir panjang.

“Tumben menyebut diri sendiri Mas Yu kayak Wasana saja.“

Perkara omongan itu, Wasana tertawa sangar. Dia merinding lagi, kalut, takut ketahuan.

“Ya, udah perbaiki. Ibu mau jemur pakaian dulu.“ Bu Yar pergi setelah mengatakan itu. Wasana seketika menyemburkan napas lega.

“Untung enggak—MAMAKMU!“

Deringan telepon mengagetkan Wasana.

“Duh, bikin kaget aja.“ Wasana segera mengecek ponselnya.

Dari nomor tidak dikenal.

Kening Wasana mengerut, menyadari sesuatu. “Loh! Ini kan ponsel Mas Yu? Kok, kubawa?”

Seingat Wasana, dia tidak membawanya. Lalu dari mana benda ini bisa ada dalam saku celananya? Oh, ya ampun! Wasana baru sadar kalau dia salah ambil barang. Yang tadinya mau ambil dompet merah muda miliknya, ternyata malah ambil ponsel suami. Begini kalau otak sedang tidak fokus. Syukurnya tadi Wasana tidak salah mengambil serbet.

Setelah menggeser tombol hijau, Wasana dekatkan ke telinga. “Hallo, dengan Yuwa Tailor, ada yang bisa kami bantu? Dengan siapa ini?” Wasana meniru kalimat Yuwa. Setidaknya bakat menguping Wasana berguna juga untuk saat ini. Dia jadi tidak terlalu bingung.

Seseorang di seberang menjawab, “Saya mau pesan gaun, tapi saya enggak bisa datang ke sana. Jadi, bisakah Anda kemari untuk mengukur?”

Agak familiar dengan suara ini membuat Wasana mengerutkan dahi.

“Maaf. Dengan siapa dan di mana?” Lah, kalau ini Wasana meniru password acara undian di televisi.

Nyonya Dara. Perumahan Elit Bintang Kejora, nomer 17A. Bisa kemari?”

Sudah diduga. Wasana mengangguk paham. Benar, memang ini adalah suara Nyonyanya.

“Baik, saya akan ke sana. Mohon ditunggu, ya, Nyonya.“

Oke.“

Dan hening, pertanda sambungan diputuskan. Wasana melihat layar, dan tampilan wallpaper menjadi bukti bahwa itu benar. Nyonya Dara telah mematikan panggilan..

Bu Yara kembali dengan beberapa helai pakaian yang tersampir di lengan. “Siapa yang telepon?”

Wasana tersenyum. “Pelanggan, Bu.”

Jiwa yang Tertukar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang