Bab 21

197 34 6
                                    

Holla akak-akak pembaca. Shima cuma mau bilang, karya ini boleh dibaca OFFLINE, tapi waktu Vote please pas ONLINE, ya. 😭🤧 Biar Shima dapat notifikasi. Kan jadi senang hati daku. 🥰

Terima kasih bagi yang bersedia. 😭🙏

🌟🌟🌟

Yuwa terdiam sebentar. Ada pertanyaan yang mendadak mengusiknya.

“Lalu,” Dia agak ragu, “apa yang membuatmu bertahan dengan pernikahan ini?” Selesai bertanya, bukannya lega, justru dada Yuwa berdegup kencang menanti kepastian.

“Karena ...,” Wasana menghentikan kata. Dia tidak melanjutkan cukup lama. Yuwa di tempatnya geram bukan main, “aku enggak ingin bernasib sama dengan Ibu.”

Kecewa bukan biasa. Aneh. Untuk pertama kalinya yang ingin didengar Yuwa bukan alasan itu melainkan alasan lain.

“Aku ke kamar, Mas. Capek,” pamit Wasana. Wanita itu tidak menoleh, terus melaju, sampai hilang di balik pintu.

Yuwa mengerjap. Masih setia menatap pintu yang baru saja tertutup. Karbon dioksida keluar perlahan dari dua lubang hidung lelaki itu. Yuwa mulai memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya barusan.

Entah apa yang merasuki Yuwa sampai dia melakukan tindakan yang tidak biasa yaitu memeluk Wasana. Kemungkinan terlogika adalah Yuwa kesambet. Mungkin demit, jin, tuyul, Nyonya Kunti, atau Pakde Gender. Yang jelas sekarang dia tengah mengacak rambut saking bingungnya.

“Kenapa bisa-bisanya aku melakukan hal itu? Apa ... ah, enggak mungkin!”

Sempat terbesit kata cinta, perasaan sayang, peduli, pokoknya sesuatu yang mengikat dirinya dengan Wasana.

“Ini pasti efek dari pertukaran jiwa ini.” Yuwa mencoba menampik kenyataan yang dirasa dalam hatinya. Membuang jauh dalam waktu singkat dengan cara mengingat Raisa. Ya, hanya itu satu-satunya cara agar tidak terjerat pesona Wasana.

Yuwa menjentikkan jari. Sekelebat ide mungkin bisa membuat jiwa keduanya kembali. Namun, pertama-tama Yuwa harus memastikan ada tabungan uang dalam lapaknya. Karena ini menyangkut pengeluaran dadakan.

Selagi Wasana mendekam dalam kamar, Yuwa mengendap pergi. Sebelum itu dia mengintip ke arah kamar. Pintu masih tertutup berarti aman.

Sensasi kejut terjadi saat pendengarannya menangkap suara seperti pintu berderik. Yuwa terpaku sesaat. Lalu mencoba mengintip lagi dari pinggir sekat penghubung ruang tamu dengan tengah.

“Eh, tunggu!” Tubuh Yuwa menegak. Heran dirasa. “Kenapa aku seperti suami takut istri begini?”

Yuwa melirik ke arah kamar. Dengan tatapan tajam dan menghunus, dia berkata, “Setelah tubuh kita kembali, semua akan jadi seperti dulu.”

Di bawah mentari pagi condong ke siang, Yuwa tiba di lapaknya.

“Wah, wah!” Yuwa berdiri tepat di depan bangunan sederhana dengan kaca-kaca tembus pandang yang tirainya masih tertutup. “Debunya tebal sekali.” Kedua lutut menekuk. Tangan mengecek ketebalan debu di lantai. Luar biasa kotor.

Dugaan pertama Yuwa adalah istrinya malas bersih-bersih lapak. Dugaan kedua, istrinya itu tidak pernah ke lapak. Dan yang paling benar adalah gabungan keduanya: Wasana tidak pernah ke lapak walau sekedar bersih-bersih.

Sebelum masuk, Yuwa sempatkan naik kursi, mencalang dari lubang angin.

“He, Mbak! Ngapain? Mau jadi maling, ya?” Suara terdengar tiba-tiba seperti demit.

Jiwa yang Tertukar (TAMAT)Where stories live. Discover now