IYW : 6

3.5K 542 45
                                    

Happy Reading






- NoRen Story -






Renjun menatap lelaki yang sudah tidur di kasur itu dengan tatapan iba. Ia menuliskan beberapa resep therapy tambahan pada note book nya. Renjun menemukan gejala baru pada Jeno. Tetapi Renjun belum menemukan penyebab pasti dari itu. Jeno selalu marah dan mengamuk jika sesuatu hal terjadi tidak sesuai kemauannya. Meskipun Renjun seorang psikiater ia belum bisa membaca mata kosong Jeno. Lelaki itu selalu penuh emosi dan kemarahan namun tidak terpancar pada bola matanya.

Soal gerak - gerik Jeno, Renjun sedikit memahami. Tetapi pemahaman itu ia tepis jauh - jauh dari pikirannya. Bukannya ia tidak profesional tetapi dugaannya jauh dari perkiraan seorang psikiater. Renjun tahu betul sikap Jeno selama ia merawatnya. Iya, Renjun sangat tahu tetapi ia hanya diam. Karena hal itu tidak mungkin harus dituliskan pada resep therapy Jeno. Renjun paham, pasiennya itu jatuh hati padanya.

Renjun sedikit menggigit bibirnya. Ia menatap tangan Jeno yang berbalut perban. Setelah acara mengamuk tadi Jeno ditenangkan dengan obat penenang. Winwin berlari mengambil P3K di ruang kerja Renjun. Sementara Yuta mengambil kain lap untuk membersihkan sisa amukan Jeno. Renjun hanya diam sambil terus menggenggam tangan Jeno yang berlumur darah. Ia tadi sempat merobek kemejanya untuk menghentikan pendarahan pada tangan Jeno.

Kini Jeno sudah tertidur tenang, tidak sempat makan malam. Renjun menunggunya berjaga semisal nanti Jeno mengamuk lagi. Sementara itu, Renjun menulis resep therapy Jeno dan membaca buku psikiater untuk menyembuhkan trauma Jeno. Renjun mengamati obat-obat an yang ia bawa dari rumah Jeno. Sebenarnya obat ini tidak pernah di kenal Renjun. Maka dari itu Renjun sedikit curiga. Selama ia menjadi dokter ia tak pernah memberikan obat semacam ini pada pasiennya.

Renjun membuka tab miliknya, ia mencari kandungan dalam obat-obatan tersebut. Keringat membasahi kepalanya, Renjun meremat erat pena yang ia pegang. Rentetan kalimat pada beranda pencarian membuat Renjun tercengang. Obat itu, bukan obat penyembuh trauma. Obat itu, adalah perangsang emosi otak.

Setelah membaca dan memastikan semua bukti itu. Renjun membuka laci dengan brutal. Ia mengambil semua obat yang ada di sana. Renjun menarik tempat sampah lalu membuang obat itu ke tempat sampah itu. Renjun meneteskan air matanya, mengapa ia menjadi bodoh seperti ini. Ia seorang dokter tetapi ia tidak meneliti apa yang di konsumsi pasiennya.

Renjun menangis di pinggir ranjang Jeno. Ia menutup wajahnya karena merasa payah tidak bisa merawat Jeno dengan benar. Besok ia harus berkunjung ke rumah sakit untuk mencari obat yang benar untuk Jeno.

Renjun berdiri mencari nama seseorang di ponsel pintar nya. Ia menempelkan ponsel nya di telinga menunggu panggilannya terjawab. Renjun memainkan ujung bajunya. Sungguh, ia sangat gugup.

"Hyung."

Terdengar suara parau lelaki di sana.

"Apa aku mengganggumu?"

Renjun tersenyum, setidaknya ia tidak mengganggu tidurnya orang itu.

"Hyung bolehkah aku bertanya?"

Senyum Renjun luntur, ia tidak akan membahas perasaan 'bodoh' yang sempat ia pikirkan malam itu. Malam ini ia harus fokus pada pasiennya.

"Bukan itu, aku bertanya masalah Jeno. "

Terdengar helaan nafas dari sana. Renjun sedikit merasa bersalah.

Deine Welt ( In Your World ) Where stories live. Discover now