24

417 40 4
                                    

Ron memandangi meja tempat Hermione berada dengan tajam-tajam.

Dirinya masih jengkel dengan persoalan Hermione dan Draco, namun mau tidak mau ia tetap mencemaskan gadis itu. Bagaimanapun juga, Hermione adalah sahabanya.

"Hermione..."

Ron mulai bicara, sambal menatap Hermione. Gadis itu diam saja, tak bergerak. Ron menghela napas kemudian meneruskan. "Aku minta maaf, atas semuanya. Aku–"

Harry yang tiba-tiba ikut nimbrung menyela perkataannya. "Aku juga. Aku cuma ingin kita bisa seperti dulu lagi. Kita bertiga." Ia menunjuk ke arah mereka bertiga. "Oh, dan Ginny juga, tentunya." Ia cepat-cepat menambahkan, setelah dipandangi dengan galak oleh pacarnya itu.

Hermione mengangguk. "Aku juga, tapi kalian tahu kan kita tidak bisa seperti dulu lagi. Kita telah kehilangan banyak orang yang kita sayangi... semua takkan bisa seperti dulu lagi." Hatinya berdenyut ketika mengingat Fred, dan orang-orang lain yang mereka sayangi.

"Kita bisa mencoba." Harry menempatkan telapak tangannya di atas tangan Hermione. Hermione menatap Harry, sembari mengangguk. "Mari temui Hagrid."

Ketiganya mengingat kembali soal teman berambut panjang mereka dan tersenyum, tahu bahwa Hagrid akan sangat senang dengan kunjungan mereka, sejak mereka jarang berkomunikasi dengan satu sama lain.

"Ya, ayo." Hermione setuju, dengan harapan bahwa menemui Hagrid akan mengalihkan pikirannya tentang Draco.

-

Hawanya sangat dingin di luar, dan mereka berempat berlari cepat-cepat menuju pondok yang amat mereka kenali.

"Mungkin kita akan disuguhi kue-kue batu!" ujar Hermione. Ia berusaha terdengar ceria, barangkali dapat menyembunyikan perasaan sebenarnya.

"Oh, Merlin, semoga tidak! Kue-kue itu berbahaya!" Ron berpendapat, disertai tawa Harry.

Mereka berempat telah sampai di depan pintu, kemudian Ginny meloncat ke depan untuk mengetuk pintu. Tidak ada orang.

"Hagrid?"

"Aneh, seharusnya ia ada di rumah sekarang." Harry bertanya-tanya, tapi tak satupun dari mereka tahu.

Mereka berempat bersiap untuk pulang, ketika Hermione mendapati sosok yang muncul dari hutan.

"Lihat!" Hermione menunjuk ke arah Hagrid, yang tampak berlari mendekat, membawa sesuatu di lengannya.

"Harry! Panggil Madam Pomfrey!" Terdengarlah suara nyaring Hagrid, yang sedang berjalan tersaruk-saruk keluar dari hutan, terengah-engah.

Hermione membeku ketika melihat Hagrid sedang membawa seseorang. Seseorang yang ia harap tak ditemuinya.

Draco Malfoy terbaring tak bernyawa di lengan manusia separuh raksasa itu, dan hal ini mengingatkan Hermione pada saat dimana Draco terluka karena Buckbeak, bedanya kali ini kondisi pemuda itu telihat lebih parah. Tubuhnya basah kuyup, juga pucat. Bukan pucat kulitnya yang biasanya, tapi pucat seperti hantu dan kurang sehat.

"Aku tidak tahu apa yang dilakukannya, si Malfoy itu. Ia tadi tenggelam, tahu! Tenggelam di danau hutan!" Hagrid menjelaskan, dan Ron sudah pergi untuk memanggil perawat.

Hermione melangkah dan menyentuh lengan Draco. Sedingin es batu. "Cepat bawa dia ke Madam Pomfrey!" seru Hermione, dan di dalam hatinya ia mencurigai mengapa Draco sampai tenggelam di danau. Ia curiga bahwa Draco pergi ke danau dengan tujuan tertentu. Gadis itu merinding, kemudian menggeleng kepala.

Draco tak punya alasan untuk mengakhiri hidupnya, kan? Justru Draco yang melukai dirinya, bagaimanapun juga. Namun pikiran itu menyelinap ke dalam pikiran Hermione dan gadis itu merasa ragu.

-

"Apa ia akan baik-baik saja?" Hermione bertanya dengan ragu, menggeliat-geliut di bawah tatapan galak Ginny. Kawannya itu sangat membenci Draco, dan ia tidak mau berada dalam lima mil dekat pemuda itu.

Hermione bersikeras agar ia tetap tinggal, berkata bahwa ia ingin tahu, namun di dalam lubuk hatinya gadis itu sebenarnya khawatir. Hermione harus menahan diri untuk tidak berlari ke sisi Draco, karena sahabat-sahabatnya ada di situ.

"Well, itu belum pasti. Banyak organ-organ tubuh yang rusak, dan penyembuhannya akan memakan waktu berminggu-minggu. Dia hampir mati karena membeku, dan aku tidak mengerti kenapa ia mau membahayakan dirinya seperti ini." Perawat itu menjelaskan, sambil melanjutkan mengaduk ramuan herbal dan obat-obatan.

"Ngapain juga kita ada di sini? Aku tidak peduli soal dia." bentak Ginny, kata-katanya keluar seperti racun. Ginny merasa jengkel, sebab Draco telah melukai orang-orang yang dekat dengannya.

Hermione menghela napas, dan menatap si gadis dengan rambut merah yang berapi-api. "Ginny, aku tahu kau pasti akan benci padaku setelah aku bicara begini, tapi ya. Aku peduli padanya."

Mulut Ginny terbuka lebar, dan ia termangu-mangu. "Hermione, dia orang jahat, angkuh, dan seperti celeng. Bagaimana bisa..." Ia terhenti ketika melihat raut wajah Hermione, kemudian mengerti. "Kau masih mencintainya, iya kan?"

Tak ada jawaban, kemudian Hermione mengangguk, memandang ke bawah, tangan-tangannya. Keadaannya benar-benar canggung.

"Granger..."

Semua pandangan tertuju pada seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu Hospital Wing.

Alone With YouWhere stories live. Discover now