15

1K 127 4
                                    

Draco dan Hermione diinterupsi oleh seseorang yang memanggil nama mereka, tetapi mereka terlalu menikmati momen mereka untuk menyadari hal itu.

"Miss Granger dan Mr. Malfoy!"

Draco dan Hermione langsung tersentak ke arah wanita tua yang sedang berdiri di samping mereka. Draco dan Hermione menjauh, pipi mereka merona dan bergerak-gerak kikuk. Nyonya McGonagall tersenyum sebentar, tetapi senyum itu segera berganti dengan rasa sedih yang membanjiri kedua matanya.

"Aku khawatir kalau aku membawa berita yang buruk untuk kalian."

Draco dan Hermione saling bertukar pandang dan pemuda itu meraih Hermione, menggenggam tangan gadis itu dan meremasnya dengan lembut.

"B-berita apa?"

Hermione terlalu takut untuk bertanya, tetapi kemudian ia merasa lebih baik ketika dirinya merasakan ibu jari Draco yang dengan lembut mengusap tangannya. Nyonya McGonagall memberi mereka tatapan penuh sesal dan sempat ragu untuk bicara, membuat pasangan itu semakin kebingungan.

"Aku benar-benar minta maaf, aku khawatir kalian berdua tidak bisa menemui satu sama lain lagi."

Draco seketika membeku dan merasakan bahwa darahnya mendidih.

Wanita tua itu tidak bisa membuat keputusan seperti itu!

Seolah membaca pikiran Draco, Nyonya McGonagall kembali bicara, meskipun kedua murid di depannya yang sedang shock itu tampak begitu tegang.

"Aku tidak mau melakukan ini, tetapi kami lihat hari ini orang-orang tidak terlalu menerima hubungan kalian dengan baik. Kalian berdua harus menjaga jarak dari satu sama lain, untuk mengantisipasi agar tidak ada orang yang terluka seperti tadi."

Hermione terkesiap, kemudian disusul air matanya. Ia merasa ngeri, seseorang yang ia sayangi baru saja datang di hidupnya dan sekarang pemuda itu dipisahkan darinya.

Berpegangan di lengan Draco, netra Hermione bertemu netra Draco, tampak mengilap karena air mata pemuda itu. Draco menarik Hermione lebih dekat lagi dan merangkulnya erat, menolak untuk melepaskan gadis itu. Tetapi Draco harus melepaskan Hermione, untuk menyelamatkannya dari dunia kejam yang penuh dengan penghakiman dan kebencian.

Profesor McGonagall telah pergi, dan sekarang mereka berdua tinggal sendiri di lorong itu.

Hermione meredamkan isak tangisnya di dada Draco, melingkarkan lengannya di tubuh kekasihnya, menyatukan kedua tangannya di balik punggung Draco.

Mereka berdua saling memeluk satu sama lain seerat yang mereka bisa.

Akhir Liburan Natal

"Harry, kita harus pergi!"

Ron berteriak ke arah tangga, dan tak lama kemudian, Harry menuruni tangga dengan terhuyung-huyung, menyeret koper itu bersamanya. Harry benar-benar tidak ingin meninggalkan The Burrow, karena ia tahu bahwa sebentar lagi ia berhadapan dengan Hermione tentang isu itu.

Harry menghela napas, dan menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan pikiran-pikiran yang mengganggu.

"Ron, kapan liburan selanjutnya?"

Harry bertanya, dan sahabatnya yang berambut merah itu memberi Harry tatapan curiga.

"Memangnya kenapa? Kau tidak ingin kembali ke sekolah?"

Ron tertawa, tetapi seketika wajahnya langsung sedih ketika teringat pada sahabatnya yang lain. Dia juga tidak mengharapkan hal itu.

*

Menara-menara megah Hogwarts berdiri begitu tinggi di hadapan mereka, dan mereka menengadahkan kepala untuk mengagumi keindahan menara-menara tersebut. Meskipun mereka telah menyaksikan Hogwarts selama bertahun-tahun, tempat itu tak pernah gagal membuat murid-murid terkagum.

"Aku tidak tahu bagaimana ini akan berjalan."

Harry bertukar pandang dengan Ron tetapi ia tidak mendapatkan jawaban apapun, kecuali tatapan kosong.

Memasuki gerbang, Harry melirik sekitarnya dengan gugup. Mereka berjalan menuju Aula Besar, dimana murid-murid lainnya telah berkumpul, mengobrol soal saat-saat liburan mereka yang luar biasa.

Mata Harry mengejap ke arah meja Gryffindor, mendapati seorang gadis yang sedang duduk membungkuk dengan hidungnya yang menyentuh buku.

Harry bisa merasakan langkah-langkah kakinya semakin cepat selagi dirinya menghampiri Hermione dan memutar tubuh gadis itu untuk memastikan bahwa gadis yang dilihatnya tadi benar-benar Hermione.

Ekspresi di wajah Hermione campur aduk dari terkejut, lega, menjadi sebuah senyuman kecil, senyuman sedih.

"Hai, Harry. Bagaimana liburanmu?"

Hermione bertanya pelan, meletakkan bukunya dan menaruh kedua tangan di pangkuannya.

Harry memutuskan untuk tidak membicarakan soal Draco sekarang, dan menyelinap ke tempat duduk di samping Hermione, menjejalkan makanan ke piringnya.

"Luar biasa. Bagaimana denganmu?"

Harry bertanya balik, memperhatikan wajah Hermione dengan teliti. Wajah Hermione tampak datar, dan Harry melemparkan tatapan peringatan kepada Ron yang sedang menghampiri ke arah mereka.

*

Hermione bersyukur karena Harry telah kembali, dan memaksa dirinya untuk tetap tersenyum, berpura-pura bahwa segalanya baik-baik saja.

Tetapi sebenarnya tidak ada yang baik-baik saja. Tidak ada yang berjalan seperti seharusnya. Terkadang lubuk hati Hermione mengatakan padanya untuk melihat ke arah Draco. Tetapi Hermione tahu bahwa mereka tidak bisa bersama. Mereka berdua terlalu berbeda. Buku-buku adalah satu-satunya pengalih perhatiannya saat ini.

"Liburanku... agak membosankan. Aku mengunjungi perpustakaan hampir setiap hari." Hermione tergagap, jantungnya berdebar-debar. Sebagian besar yang diucapkannya memang benar, Hermione hanya menyingkirkan beberapa detail. Bahwa Draco ada di sana bersamanya.

Memikirkan Draco membuat gelombang emosi menyerang Hermione. Air mata Hermione menyengat matanya tetapi ia cepat-cepat menundukkan kepalanya, rambutnya menjadi tirai untuk menutupi wajahnya.

Tidak ada yang boleh tahu.

*

Translator's notes : Finally, I'm updating today! So sorry for the long wait!
ILY!

Alone With YouWhere stories live. Discover now