21

720 74 10
                                    

"Hermione, katakan padaku sejujurnya."

Ginny berbisik dengan penuh simpati, ketika ia melihat Hermione meringkuk di sofa Ruang Rekreasi sambil memilin-milin helaian rambutnya.

Haruskah ia memberitahu Ginny?

Hermione bermenung. Ginny adalah sahabat perempuan terbaiknya, dan pada akhirnyapun Ginny akan tahu juga. Ditambah lagi, Hermione berpikir bahwa mungkin dirinya akan merasa lebih baik jika ia mengeluarkan uneg-unegnya pada orang lain.

"Oke, tapi kau tidak boleh memberitahu siapapun."

Hermione akhirnya menjawab dengan semangat, sebelum ikut duduk di samping Hermione di sofa. Matanya berkilat-kilat penuh keingintahuan dan Hermione tak bisa menahan untuk tidak memutar matanya.

"Ceritakan semuanya padaku."

Hermione pun menceritakan semuanya.

"Ingatkah kau ketika aku bilang padamu soal Draco satu minggu sebelum Liburan Natal?"

Ginny mengangguk, setelah mengingat-ingat kembali kejadian itu.

"Well, Profesor McGonagall melarang kami berdua untuk bersama, tetapi aku dan Draco telah saling berkirim surat dan bertemu diam-diam sejak saat itu."

Ginny memekik lagi dan membuat Hermione tersipu malu. Sisa sore hari itu mereka habiskan dengan membaca kembali surat-surat, dan mengobrol tentang Draco.

"Sepertinya aku mencintainya, Gin."

Ginny terdiam, kemudian menatap Hermione lekat-lekat. "Menurutmu, atau memang begitu?"

"Aku tahu bahwa aku mencintainya."

Ginny menghela napas, mengangguk. "Well, kau tak bisa menghilangkan rasa cintamu. Kau harus memberitahu Draco."

"Bagaimana caranya?"

Hermione merengek putus asa, bagaimanapun ia berhenti merengek putus asa ketika ia mendapati senyum nakal yang tersungging di bibir Ginny. "Tulislah surat untuknya."

-

Selagi Hermione mengambil perkamennya, Ginny tergila-gila dengan ide menulis surat cinta itu. Menurutnya, ide ini sangat romantis, membuat Hermione menertawakan sahabatnya itu.

Kedua gadis itu duduk bersebelahan di bangku, Ginny menyaksikan Hermione menulis suratnya. Walaupun ia harus menulis ulang beberapa kali tetapi pada akhirnya pun hasil akhirnya ada di depan mata. Ginny bertepuk tangan dengan bangga.

Sebuah suara menginterupsi acara tulis-menulis surat kedua gadis itu, membuat keduanya saling pandang dan bertanya-tanya. Tampaknya asal suara itu berasal dari pintu masuk Ruang Rekreasi, dan selagi Hermione dan Ginny mendengarkan dengan saksama, keduanya mendengar suara jeritan Nyonya Gemuk. Dengan terburu-buru, Hermione dan Ginny membuka pintu hanya untuk mendapati sebuah amplop di hadapan mereka.

"Mengapa Anda menjerit?" tanya Hermione dengan sopan.

Wanita di dalam lukisan itu kemudian muncul. "Oh, tadi ada seseorang yang berjubah. Tak tahu datang darimana! Sepertinya tadi ia menjatuhkan sesuatu, tapi dia sangat tidak sopan."

Hermione memutar mata, Nyonya Gemuk memang sering sekali ketakutan tanpa sebab. Seseorang dengan jubah memang sesuatu yang biasa di sini jadi Hermione tidak terkejut akan hal itu.

Hermione memeriksa amplop tersebut dan ketika ia membaliknya, pipinya menjadi rona merah muda karena tersipu, dia tahu persis siapa pengirim surat itu.

Hermione berlari masuk ke Ruang Rekreasi, mendapati Ginny yang menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Itu pasti dari dia!" Ginny menyeringai, ini akan menjadi surat pertama yang ia temukan yang belum pernah dibuka oleh Hermione.

Ginny merobek amplopnya, membuatnya diprotes oleh Hermione.

"Ginny, nanti perkamennya robek!" Hermione merebut kembali surat itu dari Ginny, kemudian membukanya sendiri, dengan hati-hati. Ia membaca sepintas, tersenyum ceria, tapi tak lama kemudian wajahnya memberengut. Gadis itu ingin berhenti saja tapi ia harus mengetahui apa isi surat itu sebenarnya.

Air mata membendung dimatanya ketika Hermione mencapai bagian akhir surat itu, dan ia membaca surat itu lagi dan lagi, berulang kali.

Ginny menatap Hermione. "Mione, ada apa? Apa yang terjadi?"

Ginny mengambil alih surat itu dari sahabatnya, dan Hermione terisak. Hermione mencintai Draco, namun pemuda itu tak membalas cintanya. Draco tidak mencintainya.

Wajah Ginny menjadi merah padam karena murka ketika ia membaca suratnya. Gadis itu tak percaya kalau si bodoh pirang itu punya keberanian untuk menulis kata-kata tak berperasaan seperti ini.

Hermione bangkit, menangis, dan berlari ke meja tempat ia menulis surat tadi, dan meremas surat itu. Tak ada seorang pun yang boleh tahu kalau ia mencintai pemuda itu, tak seorangpun!

Hermione melempar surat itu dengan sekuat tenaganya, sebelum gumpalan itu mendarat di pojok gelap ruangan dan memantul sampai akhirnya berhenti.

Ginny memeluk Hermione, kemudian mengantarkan sahabatnya ke kamar, dimana ia mencoba untuk menghiburnya.

Alone With YouWhere stories live. Discover now