Bab 29 (TAMAT)

299 28 0
                                    

VOTE lah saat ONLINE
Terima kasih 🙏💕

◦•●◉✿ 𝑺𝒉𝒊𝒎𝒂 𝑱𝒊𝒘𝒂𝒏𝒕𝒂 ✿◉●•◦

“Istriku.”

Baru kali ini Wasana mendengar panggilan “istriku” bukan “Warak” seperti biasanya. Oh, Tuhan! Pipi Wasana kini memanas dan semakin memanas gara-gara pelukan suaminya.

“Mas, aku boleh teriak enggak?”

“Jangan. Kamu teriak di hatiku aja.”

Ilmu gombal mulai beraksi. Wasana tidak tahan jika tidak cekikikan.

“Mas Yuyu, bisa aja.”

Yuwa melepas Wasana. Menatap manik mata kecokelatan istrinya. Lantas membelai rambut istrinya itu dengan begitu lembut, hingga Wasana tak sadar menahan napas, terkesima.

“Maaf, 'kan, aku,” kata Yuwa dengan nada tulus.

Wasana mengangguk kecil. Bibirnya tidak pernah turun dan terus mengembang menerbitkan lengkungan yang manis.

“Selamat untuk kalian berdua.”

Suara itu tiba-tiba terdengar. Wasana dan Yuwa kompak menoleh, dan mendapati Kakek berdiri dengan senyum bahagia. Namun, kemudian mimik wajah Kakek berganti heran.

“Apa kalian enggak menyadari sesuatu telah terjadi?”

Wasana bingung. Dia kembali menatap wajah Yuwa yang tampan.

“Maksud Kakek apa ya, Mas?”

Awalnya Yuwa juga terlihat berpikir, akan tetapi sejurus kemudian matanya membelalak dan mengecek tubuhnya.

“Kita sudah kembali Was. Tubuh kita.”

Histeria berganti ke Wasana yang berteriak gembira. Dia mulai memeriksa rambutnya yang panjang, lengannya sendiri, dan perut. Benar. Badan ini adalah badannya. Lagi, Wasana dan Yuwa berpelukan. Dunia serasa berbunga-bunga disertai musik cinta yang bergelora. Sampai suara dehaman membubarkan khayalan keduanya.

“Ya, Kakek tahu kalau sepasang kekasih sedang kasmaran, dunia bagai milik berdua. Enggak ada mertua, enggak ada orang tua, enggak ada Kakek, atau orang-orang itu, 'kan?”

Berkat telunjuk Kakek yang menunjuk segerombolan orang—yang entah sejak kapan—sontak mereka bubar perlahan. Ada yang bersiul, bersenandung, pura-pura menerima telepon, bahkan ada yang masih bingung harus berjalan ke arah mana.

Yuwa dan Wasana tentu seketika malu. Kemesraan bagai pengantin baru dipergoki pejalan kaki. Keduanya jadi salah tingkah. Yuwa menggaruk kepala, sedang Wasana menutup pipinya.

“Kakek kemari hanya mau memberikan ini.” Kakek ulurkan sebuah benda tipis berbentuk persegi panjang. “Tadi sepertinya ketinggalan.”

Yuwa yang menerimanya mengerut kening, “Kartu namaku?” lalu beralih memandang istrinya yang memamerkan gigi.

“Di mana ada kesempatan di situlah promosi ditebar.”

“Oalah. Jadi itu sengaja ditinggal?” Kakek tertawa.

Wasana mengangguk, menimpali pertanyaan Kakek.

“Ya, sudah. Sini Kakek ambil lagi. Mungkin kapan-kapan Kakek butuh. Soalnya baju batik Kakek banyak yang perlu dipermak.”

Muka Yuwa berganti datar seketika. Wasana merasakannya. Bukannya menghibur, Wasana justru tergelak sambil menepuk lengan Yuwa.

“Rejeki jangan di tolak, Mas.”

Jiwa yang Tertukar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang