13

4.8K 557 53
                                    

Air di bathupnya sudah hampir penuh, artinya ia sudah lumayan lama dalam kamar mandi. Tangisnya sudah berhenti. Matanya tidak terlalu bengkak. Saatnya Gulf keluar dari sana, satu-satunya tempat aman untuknya di rumah ini.
Gulf beranjak dari duduknya, menuju wastafel dan mencuci mukanya. Setelah tadi puas menangis di bawah guyuran shower, Gulf berpindah untuk duduk di bathup. Ia duduk sambil menenangkan hatinya, sebelum ia menghadapai Mew di luar sana. Ia lalu mengelap mukanya dan mulai mencari handuk. Ia kemudian melilitkan handuk itu di pinggangnya, sebelumnya Gulf sudah mengelap kering tubuhnya.

Saat keluar dari kamar mandi, Gulf dapat melihat Mew sudah ada di ranjang mereka, duduk bersandar di kepala ranjang, sebuah pemandangan tak asing, dengan tangan memegang iPad.

Gulf berjalan menuju lemari dengan tangan sesekali mengusap rambut basahnya dengan handuk. Ia berjalan masuk dalam lemari pakaian mereka dan memilih boxer coklat dan kaos hitam sebagai atasan. Ia sekalian memakai baju di dalam sana.

Gulf lalu keluar, masuk kembali ke kamar mandi, menggantung handuk basahnya, lalu duduk di meja rias yang ada di kamar mereka. Entah disiapkan untuk siapa, karena ia dan Mew jarang merias diri disana. Mereka berdua lebih memilih mematut diri pada cermin besar dalam walk in closet mereka.

'Ah, untuk orang yang tepat, yang setingkat dengan mereka.' Simpulnya.

Tangannya masih mengusap kepalanya dengan handuk kecil saat dirasa tangannya di pegang seseorang. Saat Gulf menatap cermin di hadapannya, Mew sudah berdiri di belakangnya. Mengambil alih handuk dan mulai mengeringkan rambut Gulf.

"Mulai sekarang, jika aku dirumah, biar aku melakukan ini untukmu." Dan tangan kekar Mew kembali mengusap rambut Gulf pelan, lalu mengambil hairdryer dari salah satu laci disana.

'Mulai sekarang? Sampai kapan? Bulan depan?'

Ah, Gulf ingat sekarang. Sepertinya pria bernama Off tadi memang benar pengacara perceraian mereka. Apa Mew pikir ia akan menuntut banyak hal setelah mereka bercerai? Gulf jadi ingat dengan beberapa amplop coklat yang ada di meja ruang tamu. Dan Gulf mengenali salah satunya, diperkuat dengan sebuah foto yang agak mencuat keluar dari amplop coklat itu.

Gulf mencubit paha luarnya saat ia merasa air matanya ingin keluar. Tidak, setidaknya jangan di depan Tuannya. Ia tak akan terlihat lemah di hadapan Tuannya.

Mew masih asik mengeringkan rambut Gulf saat Gulf tiba-tiba berjengkit. Ia lalu menatap wajah Gulf lewat cermin, mata indah itu tertutup rapat.

"Kau baik, Gulf?"
Tanya Mew sedikit khawatir.
Dan Gulf membuka matanya.
"Tak apa, phi."

"Benarkah? Apa terlalu panas?" sambil mengangkat hairdryer dalam genggamannya.
Gulf menggeleng. Dan Mew lalu melanjutkan pekerjaanya.

"Nah, sudah selesai. Rambutmu sudah kering dan tertata." Mew tersenyum puas akan hasil karyanya. Suaminya memang tampan, jadi diapakan juga akan tetap tampan, bisa juga cantik.

Gulf menggumamkan terimakasih. Lalu membersihkan kekacauan yang dibuat Mew di meja rias itu.

Tak lama, ia juga menyusul Mew yang telah kembali duduk di kepala ranjang.
Sebenarnya Mew sedang memperhatikan Gulf. Sepertinya ada yang salah. Saat Gulf sampai di tempat tidur, Mew menyodorkan segelas air putih yang tadi dibawanya dari dapur.
Tadi ia teralihkan saat melihat rambut basah Gulf, padahal ia berniat untuk langsung memberikan air itu setelah Gulf keluar kamar mandi.

Gulf yang melihat itu terima-terima saja, tanpa banyak tanya atau bantah. Setelah gelas itu kosong, Gulf meletakannya di atas nakas di sisinya. Dan sudah akan membaringkan tubuhnya saat ia mendengar Mew protes.

USWhere stories live. Discover now