19

4.6K 518 78
                                    

Sekian hari berlalu, Gulf tak begitu menghitung. Yang jelas, setelah hari itu hubungan mereka kembali seperti sebelumnya. Mereka kembali menjadi orang asing yg tinggal seatap. Hanya bedanya, tak ada Mew yg sarapan dan makan malam bersamanya. Mereka bahkan tidur dalam ruangan terpisah. Mew dalam kamar tamu, dan Gulf dalam kamar mereka.
Mild sempat bertanya, tapi diamnya Gulf kali ini berbeda. Diamnya seperti menutup luka, bukan sedang menerka seperti biasanya.
Mew juga menjadi jauh lebih diam, lebih berantakan. Orang itu juga diam, tapi matanya selalu memandang Gulf memuja, dalam diam tentunya.

Siang itu sang nyonya Jongcheveevat tengah duduk di sebuah café, sepertinya sedang menunggu seseorang. Tangannya memainkan gelas di hadapannya, saat seseorang berjas hitam duduk dihadapannya dan menampilkan senyum cerah.

"Rindu padaku, Kana?"
Bright tentu saja senang. Hatinya bersorak luar biasa saat ia melihat nama Kananya muncul di layar ponsel. Apalagi saat mendengar suara di sebrang sana mengajaknya bertemu, berdua.

Bright telah menanti ini. Menanti Kananya tak lagi berbohong pada diri sendiri.

Jadi ia mengambil jasnya cepat, keluar dari ruangannya dan menyuruh sekertarisnya membatalkan apapun jadwalnya hari ini.

Ia tersenyum cerah pada Kananya. Tapi sesuatu pada wajah manis itu perlahan melunturkan senyuman di wajahnya. Wajah itu seperti sangat bertekad, dan entah mengapa firasat Bright buruk tentang ini.

"Mari sudahi semuanya, Bright"
Bright terdiam. Tentu ia terkejut. Ini terlalu cepat untuk berhenti.
Melihat Bright yg sepertinya enggan membalas, Gulf melanjutkan kalimatnya. Ia ingin menyudahi kegilaan ini.

Beberapa hari terakhir, Gulf menghabiskannya dengan memikirkan segalanya tentang hubungannya dengan Mew, juga dengan Bright. Dengan Mew, ia telah mendapat penyelesaiannya. Dengan Bright, ia akan menyelesaikannya, harus.
Sekian lama berpikir membuat Gulf tersadar akan banyak hal. Membuatnya mengerti akan banyak hal, termasuk keinginan hatinya pada Bright, sahabat tercintanya.

"Kita bermain api, Bright. Kau terbakar saat bermain api."
"Aku telah memikirkan semuanya. Tentang perasaan menggebu yg selama ini kita sebut cinta. Aku tak mau jahat padamu, Bright. Aku tak mau berlari padamu hanya karena aku bosan dengan suamiku."

"Apa ia melakukan sesuatu padamu malam itu?" Bright memegang kedua tangan Gulf.

Gulf lalu melihat ke arah tautan mereka. Ia sudah memikirkan ini cukup lama. Dan ia akhirnya mengerti, ia hanya merindukan Bright. Sangat merindukannya sampai hampir sesak rasanya. Dan kelegaan luar biasa saat mereka bertemu kembali, Gulf salah artikan sebagai cinta.

Dimasa remajanya, Gulf memang mencintai Bright. Tapi hanya di masa itu ia mencintai Bright. Di masa ini, ia merindukan Bright.

Di hari sepinya dalam mansion Jongcheveevat, ia merindukan sahabatnya yg mampu membuatnya tertawa. Di hari bimbangnya akan sikap dan tingkah Mew, ia merindukan sahabat berbaginya. Ia rindu berbagi cerita dengan Bright, tapi hanya itu. Tak lebih.

Rindu yg teramat sangat itulah yg Gulf rubah menjadi kata Cinta. Apalagi rindu itu muncul saat hatinya sedang tersakiti oleh orang terdekat.

"Mew tak melakukan apapun padaku, Bright. Ia memang sedikit marah hari itu, tapi tak ada hal besar yg terjadi."
Gulf memilih berbohong, daripada harus mengikat Bright dengan tanggung jawab lebih atas amarah Mew padanya hari itu.

"Kau orang yg sangat hangat, Baii, kau orang yg sangat peduli. Kau begitu lembut, kau juga penyayang."

"Lalu kenapa kau membuangku jika aku sebagus itu?"
Nada kesal Gulf dengar dari kalimat Bright.

"Karena aku bukan orang yg tepat untuk kau curahkan segalanya. Karena bukan aku yg punya hak atas sayang dan cinta yg kau punya, Bri."
Gulf berkata sambil menunjuk-nunjuk cincin yg Bright kenakan.

USWhere stories live. Discover now