25

4.6K 476 27
                                    

Seminggu sejak kepulangan Mew dan Gulf dari vila yg menjadi kediaman Newwie, segala sesuatu di rumah itu kembali berbau manis dan seperti bertabur gula di setiap sudut. Keduanya makin terlihat akrab, makin terlihat dekat, bahkan seakan menempel satu sama lain.
Kehidupan manis pengantin baru dapat terlihat dari dua orang yg telah menikah selama lima tahun itu. Keduanya semakin terbuka satu sama lain, makin sering membagi cerita. Baik itu di masa sekarang, maupun di masa lalu keduanya.

Satu lagi yg berbeda, kini Gulf dan Newwie berteman. Gulf tak lagi merasa iri atau cemburu akan keberadaan Newwie. Bahkan seminggu terakhir, mereka sering bertukar pesan.

Saling memberi kabar dengan mantan teman ranjang suaminya adalah hal yg tak pernah  Gulf bayangkan akan terjadi. Sedari dulu, setiap mengingat Mew dan Newwie, Gulf akan selalu berpikir bahwa keduanya pemberi luka paling dalam pada hatinya.
Bukannya ia sekarang mengelak bahwa mereka memang memberi luka, tapi saat mengetahui semuanya ia setidaknya dapat berkata, bahwa bukan hanya dirinya yg terluka. Luka tak kasat mata itu tertoreh pada mereka bertiga, dengan lebar berbeda, dengan kedalaman berbeda.
Menurut Gulf, mereka bisa saling mengobati dengan cara saling memaafkan. Bukan mencoba menjadi orang suci, hanya mencoba memahami lebih jauh.

Saat ini pasangan suami itu sedang sarapan bersama. Keduanya makan dalam diam hingga ponsel Gulf berdering, menampilkan nama Bright pada layar besarnya.Mew melihat itu, tapi hanya melirik. Tak ingin berkomentar banyak.
Setelah menimbang sesaat Gulf lalu mengangkat panggilan itu dan mengubahnya pada mode speaker.

"Pagi, Baii."
"Kana..."
"Ya, Baii? Ada apa?"

Mew sudah memutar bola mata malas. Walau sudah mencoba memaklumi, ia tetap bisa cemburu kan? Panggilan sayang itu membuatnya muak.

"Mau makan siang denganku?" Itu Bright, yg sedari tadi hanya terdiam.

"Aku sedang sarapan, dan kau sudah membicarakan makan siang, Baii?" Tawa pelan Gulf mengalun. Fokusnya terbagi antara suara Bright dan wajah cemberut di depannya.

"Agar nanti kau tak beralasan telah di ajak seseorang, seperti biasa."
Satu yg ditangkap telinga Mew, artinya selama ini Bright masih sering mengajak suaminya ini keluar.

"Baii, aku sedang sarapan. Bersama suamiku. Ia duduk dihadapanku sekarang. Mendengar kita." Gulf memutuskan jujur, barangkali dengan begitu ia dapat menolak Bright lagi secara halus, sekaligus menenangkan lelaki di hadapannya ini.

"Aku tau, maka dari itu aku tetap mengajakmu. Biar orang itu tau aku terang-terangan mengajakmu bertemu, yg artinya aku tak akan melakukan hal aneh padamu nantinya." Bright sepertinya tak akan menyerah.

Mew lalu mengambil ponsel Gulf.

"Bertemu untuk apa?"
"Hanya berbicara. Kenapa? Kau akan memisahkan kami dengan uangmu? Seperti lima tahun lalu?"
"Masih belum puas berbicara dengan suamiku?" Mew masih berusaha menjaga nada.
"Lagipula kenapa kau melarangnya, Mew? Takut denganku?" Kali ini Bright yg melempar nada meremehkan.
"Apa kau takut setelah berbicara denganku, Kana akan berlari padaku?"

Mew terdiam, tak membalas kala kalimat itu sedikit banyak merupakan sebuah kenyataan.
Gulf yg mendengar itu langsung saja merebut ponselnya, mematikan mode speaker dan berujar pada Bright.

"Ia tak melarangku bertemu denganmu, Baii. Aku hanya-" perkataan Gulf terputus saat sebuah telapak menggenggam tangannya.

"Pergi saja. Ia benar, sepertinya kalian masih harus bicara." Suara Mew setengah berbisik.

Gulf lalu menurunkan ponselnya, balas menatap mata Mew tak kalah lembut saat menjawab " Aku tak lagi punya alasan bertemu dengannya, phi. Aku sudah menyelesaikan segalanya tempo hari."

USWhere stories live. Discover now