Chapter 16.

6.9K 797 36
                                    

"Bebas. Satu kata, namun menyimpan berjuta makna bagi dia yang tak pernah merasakannya."
~HaNa_Nad

__👑__👑__👑__
Happy Reading!

Netranya berpapasan dengan manik cokelat terang milik seseorang yang duduk di barisan kedua dari belakang di samping jendela, orang itu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Aufa memutuskan kontak mata itu lebih dulu, maniknya kembali mengedar keseluruhan penjuru.

Satu hal yang ingin dia tanyakan, kenapa wajah teman sekelasnya begitu menyeramkan? Ekspresi mereka seperti ekspresi abang pertamanya, datar.

Belum lagi makhluk tak kasat mata yang berdiri di pojok kelas dan anak kecil yang berlarian mengitari meja-meja di ruangan itu.

Mencoba untuk rileks dan memberikan senyum terbaik, sebelum memperkenalkan diri.

"Ha-hallo!! Nama Aufa, Rasendriya Aufa Gunadhya. Dipanggil Aufa. Salam kenal, semoga bisa berteman baik. Terima kasih."

Hening untuk beberapa saat.

Tak lama kemudian seorang anak laki-laki berdiri dari kursinya, membungkukkan badannya sekilas, tersenyum kecil, lalu berucap, "Hai, salam kenal Aufa."

Hal itu pun turut dilakukan secara serempak oleh siswa lainnya, membuat Aufa tak bisa untuk tak mengembangkan senyumnya.

"Baiklah. Aufa, perkenalkan nama Ibu Anita Raima. Wali kelas Aufa sekaligus guru pengajar Matematika. Untuk tempat duduk Aufa ada di sisi kiri kursi barisan kedua dari belakang ya," ujar bu Anita.

Aufa melihat ke arah tempat duduk yang dimaksud oleh bu Anita tepat di samping laki-laki pemilik manik cokelat terang.

Dan sejauh yang Aufa lihat, memang hanya ada tempat itu yang kosong kan?

"Eum.. okay. Terima kasih Bu Guru," Aufa menengok ke arah pintu, tersenyum melihat anggota keluarganya, lalu membawa langkah menuju tempat duduknya.

Setelah memastikan si bungsu aman barulah keluarga Gunadhya meninggalkan area Izz Junior High School.

***

Ding.. Dong.. Deng..

Bel istirahat berbunyi, menandakan berakhirnya pembelajaran pada pagi sampai siang hari ini.

Selepas guru pengajar keluar dari kelas, saat itu pula siswa-siswi mulai berhamburan meninggalkan kelas menyisakan beberapa siswa yang lebih memilih menetap di dalam kelas.

Seperti Aufa yang bingung ingin melakukan hal apa dan satu orang di sampingnya yang terus memperhatikan gerak-gerik Aufa sejak bel istirahat berbunyi.

"Bro, kantin kuy!" ajak seorang siswa yang memasuki kelas Gold I pada siswa yang duduk di samping Aufa.

"Hm," balasnya, lalu melirik Aufa yang menatap bingung siswa yang berdiri tak jauh dari tempatnya.

"Kantin!!" ajak teman se bangku Aufa.

"Eh? Farrel, anak siapa tuh? Cute banget," tanya siswa itu, berjalan mendekat ke arah Aufa.

"Om Rezvan," balas Farrel.

Ya, Farrel Desmon, pemilik manik cokelat terang yang sejak awal terus menatap Aufa.

"Wow.. amazing. Aku baru tahu keluarga Gunadhya punya anak se imut ini. Beda banget sama keluarganya," ujar siswa itu, membuat Farrel semakin menatap datar ke arahnya.

"Hai, Adik manis. Namanya siapa?" tak mengindahkan tatapan yang dilayangkan Farrel, siswa itu bertanya pada Aufa setelah duduk di kursi depan Aufa.

"A-aufa. Rasendriya Aufa Gunadhya," cicit Aufa sambil memainkan jari tangannya di bawah meja.

"Umur Aufa berapa? Imut banget sihh?" siswa itu kembali bertanya dengan gemas, berbeda sekali dengan penampilannya yang terkesan bad.

"Sepuluh tahun," jawab Aufa.

"What? Really?" siswa itu tampak tak percaya mendengar jawaban dari Aufa.

"Eum.." Aufa mengangguk membuat rambutnya ikut bergoyang dan menutupi sebagian keningnya.

"Ekhm.. kantin!!" pungkas Farrel, berdiri dari kursinya, lalu berjalan ke samping Aufa, menarik pelan pergelangan tangan anak itu.

Menuntun menuju kantin dengan satu tangannya yang lain membawa bekal Aufa yang sempat anak itu letakkan di atas meja.

Meninggalkan siswa yang berjalan di belakang mereka sambil menggerutu melihat tingkah laku sahabatnya itu.

***

Sesampainya di kantin, mereka segera menuju meja yang telah diisi seorang siswa satu angkatan dengan Farrel, namun memiliki lambang yang berbeda di dada kiri almamater abu-abu tua yang siswa itu kenakan.

"Udah pesan, Bro?" tanya teman Farrel yang belum Aufa ketahui namanya pada siswa itu.

"Hm."

"Nasib bener punya teman kulkas," gumam siswa yang menggunakan lambang bintang berwarna hitam dengan simbol 'I' di tengahnya.

Farrel meletakkan bekal milik Aufa di meja yang mereka tempati.

Aufa yang duduk di samping Farrel dengan ragu mengulurkan tangannya untuk mengambil bekal itu, namun Farrel lebih dulu memberi isyarat untuk diam.

"Oh iya. Adik Manis, perkenalkan nama Abang, Niko Nicholas. Anak kedua dari dua bersaudara di keluarga Nicholas. Bisa dipanggil Niko," ucap siswa yang duduk di depan Aufa.

"Dan ini, namanya-."

"Zeeshan Pamungkas. Bang Zee!!" potong siswa yang duduk di samping Niko dengan datar.

Niko berdecak kesal mendengarnya, asal potong saja.

Aufa mengerjap, menatap polos wajah dua orang di depannya itu.

Sedangkan Farrel tak peduli, memilih untuk diam dan mulai menyiapkan bekal yang dibawa Aufa bertepatan dengan datangnya makanan yang mereka pesanan.

Farrel meletakkan bekal Aufa di depan anak itu, membuat Aufa memekik senang, "Terima kasih Bang Farrel."

Mendengar Aufa memanggilnya dengan embel-embel 'Bang' membuat perasaan Farrel menghangat, sudah lama sekali dia menginginkan seorang adik yang memanggilnya abang.

Namun, hal itu tak pernah terwujudkan. Tuhan mempunyai rencana lain. Sang mami divonis tak bisa mengandung lagi setelah keguguran beberapa tahun yang lalu.

Tapi hari ini, Tuhan telah menunjukkan karunia-Nya dengan mengabulkan keinginannya lewat seorang bocah yang berhasil menarik perhatiannya sejak awal dia melihatnya.

Perhatian yang tertuju untuk terus menyayangi dan melindungi layaknya seorang kakak kepada adiknya.
.
.

《TBC.》

Jadilah pembaca yang bijak!

Revisi : 06 Juli 2022
Publish : 24 Agustus 2021

HaNa_Nad

Indigo Or Psychopath Family [END]Where stories live. Discover now