Chapter 22.

6.1K 734 56
                                    

__👑__👑__👑__
Happy Reading!

Keesokan harinya kala pagi kembali menyapa dan sebagian penduduk bumi bersiap untuk menjalankan aktivitasnya, saat itu pula seorang anak laki-laki dengan langkah ceria berjalan menuju pintu kamar dengan tas baby blue di punggungnya.

"Pagiku cerahku."

"Matahari bersinar."

"Ku gendong tas biru ku di pundak."

Sambil bersenandung dengan suara khas anak kecil dia menyanyikan lagu yang sempat didengarnya dua hari lalu.

"Selamat pagi semua."

"Kau nantikan diriku."

"Di depan kamarku."

"Menantikan aku."

Kembali lagi dia bersenandung, tangannya terulur memutar kenop pintu setibanya di depan pintu yang menjadi jalan keluar satu-satunya dari tempat peristirahatan nya.

"Abang ku tersayang."

"Abang tercinta."

"Tanpamu bahagianya aku."

Nyanyian dengan beberapa kata yang sengaja diubah terus terdengar dari bibir merah jambu itu.

Saat dia membuka pintu sudah ada seorang pemuda dengan pakaian sekolah berdiri tegak hendak membuka pintu kamarnya.

"Ku bisa ngemil cokelat."

"Makanan kaya serat."

"Abang ku terimakasih ku."

Ersya yang berdiri di depan Aufa menatap kesal anak itu. Niatnya ke kamar Aufa untuk mengecek keadaan Aufa sekaligus membangunkan sang adik yang ternyata sudah rapi dan tampak sehat tak seperti kemarin yang sempat membuat khawatir seluruh anggota keluarga.

Mata bulat nan jernih itu menatap polos Ersya seraya berkedip beberapa kali.

Aufa memiringkan kepalanya, lalu beralih melihat pakaiannya, apa ada yang salah dengan dirinya? Dengan penampilannya?

'Tak ada yang salah,' batin Aufa. Dia mengangkat bahu acuh, lalu kembali menatap sang abang.

Aufa mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Ersya, senyum manis dia berikan pada abangnya itu sebelum melanjutkan nyanyian nya.

"Nyatanya dirimu."

"Kadang buatku nangis."

"Namun segala maaf ku berikan."

"Heh.. jangan ngadi-ngadi kau, Bocah!!"

Ersya merasa tersinggung dengan nyanyian sang adik, dia tak terima meski itu kenyataan nya. Kenapa sih dia harus punya adik yang modelan kaya Aufa?

Lucu sih, tapi kelakuan nya? Ya ampun. 'Belum lagi kalau nih bocah lagi main sama si Zavi Zavi itu,' batinnya.

Pengen membuang, tapi sayang. Sayang sama tubuhnya yang mungkin saja akan jadi samsak tinju atau lebih parahnya lagi jadi daging cincang di tangan sang abang.

"Adek gak ngada-ngada, kan itu kenyataan nya. Abang sering buat Adek nangis, padahal sayang air matanya jadi mubazir. Mana rasanya asin lagi, Adek kan gak suka asin. Coba aja kalau rasanya manis, Adek pasti suka," cecar Aufa.

"Air gula kali yang manis," ketus Ersya.

"Tapi Adek sukanya susu cokelat bukan air gula," balas Aufa.

Indigo Or Psychopath Family [END]Where stories live. Discover now