14. Menghilang

37.3K 3.1K 16
                                    

"Percayalah rasaku sudah sebesar itu padamu, jadi bagaimana mungkin, aku bisa berpindah hati?"
-Kanaya Belva Anastasya

"Percayalah rasaku sudah sebesar itu padamu, jadi bagaimana mungkin, aku bisa berpindah hati?"-Kanaya Belva Anastasya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naya membuka mata dan menatap sekelilingnya. Ternyata ia sudah berada di ruang UKS.

Siapa yang membawanya kesini? Naya masih ingat jelas saat Alvin pergi meninggalkannya padahal kondisi Naya cukup menghawatirkan.

Naya masih mengingat semua yang terjadi hingga akhirnya ia bisa terjatuh. Naya sangat menyayangkan sikap Alvin yang tidak menolongnya saat ia terluka.

Apakah Alvin akan berubah secepat itu?

Karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Naya sampai tidak menyadari di sebelahnya sudah ada Viona.

"Nay!" Viona berkali-kali memanggil Naya tapi gadis itu hanya sibuk melamun.

"E-ehh... kenapa, Vi?"

"Harusnya gue yang nanya, lo kenapa bisa sampai jatuh, Nay?" tanya Viona panik. Ia langsung menyusul Naya ke rooftop saat gadis itu tak kunjung masuk ke kelas.

Ternyata benar dugaan Viona, telah terjadi sesuatu yang buruk pada Naya.

Naya harus menjawab apa? Haruskah ia jujur pada Viona? Jika Naya memberi tahu Viona sudah pasti Viona akan mendatangi dan memarahi Alvin. Naya tidak mau pertemanannya merenggang hanya karna masalah pribadinya.

"Nayaa! lo kenapa sih? Dari tadi ngelamun terus?"

Viona memandangi mata gadis yang merupakan sahabatnya ini. Ia yakin sekali Naya sedang menyembunyikan sesuatu.

"Aku gapapa, kok. Tadi jalannya buru-buru terus kaki aku kesandung, jadi jatuh, deh." Naya memaksakan bibirnya untuk tersenyum.

"Naya... lo gak pinter bohong. Apa ini ada hubungannya sama Alvin?" selidik Viona.

"Apaan sih, jadi bawa-bawa Alvin. Ini emang salah aku karena jalan gak hati-hati. Gak ada hubungannya sama Alvin. Lagipula, kan tadi Alvin lagi di lapangan, jadi gak mungkin dia yang bikin aku kayak gini." Naya sebisa mungkin terus meyakinkan Viona agar tidak mencurigai Alvin.

"Yaudah, deh. Tapi kalau ada apa-apa jangan sungkan cerita sama gue, Nay. Kita sahabatan bukan sehari dua hari, tapi udah bertahun-tahun. Jadi lo bisa berbagi masalah lo sama gue," tutur Viona penuh perhatian.

Viona sangat-sangat menyayangi Naya. Ia tau sejak kecil Naya tidak pernah mendapat kasih sayang dari orang tuanya. Maka dari itu, semampu Viona, ia akan berusaha membuat Naya bahagia.

Naya langsung memeluk Vioja dan menangis di pelukan gadis itu. Naya bersyukur setidaknya Viona tidak pernah meninggalkannya dalam situasi apapun. Termasuk disaat-saat genting seperti sekarang.

"Makasih, Vi, makasih karena selalu ada di samping aku. Kalau suatu saat nanti aku melakukan kesalahan, marahin aku, Vi. Aku gak papa. Asal jangan pernah tinggalin aku."

"Kalau pun kamu mau tinggalin aku maka aku harus ikut entah kemanapun kamu pergi."

Viona membalas pelukan Naya, lalu mengusap pelan kepalanya. "Lo tenang aja, Nay, gue gak akan pergi kemanapun. Kalaupun nantinya keadaan harus memaksa gue buat pergi, gue bakal ajak lo. Kita harus pergi sama-sama."

***

"Assalamu'alaikum."

"Mama, Naya di depan!"

Walau sudah tahu keluarga Alvin tidak beragama sama dengannya, tapi Naya tetap tidak penrah lupa mengucapkan salam.

Sepulang sekolah Naya langsung pergi ke rumah Alvin untuk menjelaskan semuanya. Ia tidak ingin masalah ini bertambah besar. Jadi Naya harus segera menemui Alvin menyelesaikannya.

Ceklek...

"Kak Nayaa!!" Alin langsung menubruk tubuh Naya hingga mundur ke belakang.

"Kak Naya kemana aja, sih. Alin kangen tau, udah laman Kakak gak kesini. Mama juga nanyain terus." Alin mengerucutkan bibirnya terlihat kesal.

Naya mengacak-acak rambut gadis kecil di depannya. "Maaf, ya Alin, Kakak akhir-akhir ini sibuk sama tugas sekolah, jadi gak bisa mampir kesini."

"Hmm, Alin maafin, tapi sebagai gantinya sekarang Kak, Nay harus temenin Alin di sini. Kak, Nay gak boleh pulang sebelum makan malam." Alin menggandeng tangan Naya hendak masuk ke dalam rumah, tapi Naya menghentikannya. Tujuannya kerumah ini untuk bertemu Alvin bukan malah bermain dengan Alin.

"Ehhh bentar-bentar, Alvin ada dirumah, kan?"

Alin menggeleng pelan. "Belum. Aku dari tadi di rumah sendirian. Papa Mama pergi ke pertemuan bisnis dan Abang juga belum pulang. Mungkin lagi main sama temen-temennya."

Ternyata Alvin belum pulang. Kemana cowok itu pergi? Bukankah sejak siang tadi Alvin sudah meninggalkan sekolah?

Kalau Alvin tidak pulang lalu di mana dia sekarang. Masalahnya dengan Alvin belum selesai tapi cowok itu malah menghilang.

"Ohh yaudah deh, Kak Naya pamit aja, ya. Kapan-kapan kita main tapi jangan sekarang, Kak Naya harus ngurus sesuatu dulu, oke?" Naya bisa melihat binar cahaya dia mata gadis itu perlahan meredup.

"Iya, tapi janji, ya kak, Nay bakal kesini terus main sama aku?" Alin menyodorkan jari kelingkingnya pada Naya.

Naya langsung menautkan jarinya pada Alin. "Iya cantik, sekarang Kakak pulang dulu, ya."

Naya berbalik lalu mulai berjalan meninggalkan rumah Alvin.

Alin menatap punggung Naya yang terus menjauh dari pekarangan rumahnya. Kemudian dia berbalik dan menutup pintu.

Sebenarnya Alin ingin sekali bermain bersama Naya, tapi ia juga tidak bisa memaksa.

***

Naya terus melangkah kakinya di jalan sepi yang ia lewati. Sore ini langit terlihat mendung dengan awan yang menggelap, mungkin sebentar lagi akan turun hujan.

Memikirkan hujan, Naya jadi teringat kenangan saat-saat bersama Alvin dulu.

Di mana mereka akan pulang dalam keadaan basah kuyup karna hujan-hujanan. Rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan dari dua insan yang saling mencintai berjalan dibawah langit yang sedang hujan.

Menikmati setiap tetesan yang membasahi tubuh, dengan seseorang yang dicintai.

Naya menyukai hujan, karena menurutnya saat hujan turun, ia juga bisa ikut menumpahkan semua air mata kesedihannya.

Naya suka menari di bawah hujan. Bersenandung sembari menikmati tetesan air hujan yang jatuh membasahi bumi.

"Cepat pulang, Al. Aku kangen kamu. Biasanya kalau hujan kayak gini pasti kita lagi bareng-bareng. Sekarang kamu lagi di mana..."

Naya mendongak menatap langit gelap yang sudah mengeluarkan rintik-rintik air hujan.

Bukannya berteduh Naya justru membiarkan dirinya basah terkena air hujan. Dengan sengaja gadis itu berjalan dalam keadaan yang sedang hujan lebat.

Naya tidak akan pulang sebelum ia bertemu Alvin dan menyelesaikan masalahnya. Ia tidak ingin berlarut-larut dalam masalah ini, yang bisa mengancam hubungannya kapan saja.

Naya tidak mau itu terjadi.

🌻

See you ❤️

NAYANIKA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang