59. Dua keadaan berbeda

68.8K 5K 510
                                    

Jangan lupa vote & komen ya temen-temen 🌻

"Dan pada akhirnya garis pemberhentian terakhir adalah kematian"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dan pada akhirnya garis pemberhentian terakhir adalah kematian"

***

Siang ini sebuah kebahagiaan menimpa keluarga Ana. Beberapa jam yang lalu pihak rumah sakit mengabarinya dan mengatakan bahwa donor mata untuk Raina sudah ada. Hanya tinggal melakukan operasinya saja. Dan kemungkinan operasinya akan di lakukan pada sore ini sekitar jam tiga siang, agar Raina tidak terlalu lama menunggu.

Ana tidak henti-hentinya bersyukur. Jadi ia tidak perlu mencari Naya untuk meminta gadis itu mendonorkan matanya.

Berbicara soal Naya. Ana akan menemui Naya nanti. Setelah operasi Raina berhasil dilakukan, barulah ia akan mencari keberadaan Naya.

"Raina, kamu udah siap?" tanya Ana mengetuk pintu kamar gadis itu. Dia melihat Raina duduk di sisi ranjang tersenyum lebar.

"Sayang, jangan gugup, ya. Bunda yakin operasinya akan berhasil, dan kamu akan bisa melihat kembali."

"Iya Bunda. Raina percaya kalau Raina bisa sembuh."

"Kita berangkat, ya." Ana menuntun Raina keluar kamar. Menuruni tangga dengan hati-hati. Namun saat melewati kamar Naya, Ana menoleh sebentar.

Sekilas ia melihat bayangan gadis itu. Tersenyum ke arahnya. Tangannya melambai-lambai. Seperti seseorang yang sedang berpamitan?

Ana tidak ambil pusing dan kembali ingin melanjutkan langkahnya untuk turun, namun kakinya terhenti ketika mendengar seperti suara seseorang di belakangnya.

"Bunda, Naya akan pergi selamanya. Naya bahagia pernah menjadi anak Bunda. Maaf dan berbahagialah, bunda." Ana langsung menoleh. Mengerutkan keningnya. Ana mendengar suara Naya dan Ana yakin bahwa ia tidak salah dengar.

Mengapa suaranya terdengar begitu begitu memilukan?

"Bunda, kenapa berhenti?"

"Gak apa-apa sayang. Kita turun, ya," Ana kembali menyangkal apa saja yang baru ia dengar. Mungin karena Ana terlalu memikirkan Naya sampai-sampai dia terbayang seperti ini.

Mereka menuruni tangga, dengan Ana yang masih terbayang-bayang suara Naya barusan. Sampai di depan teras, sudah ada taksi yang menunggunya.

"Bunda, Ayah kemana? Dari kemarin aku nggak liat Ayah," tanya Raina ketika sudah memasuki taksi, dengan Ana di sampingnya.

Ana menghela napas. Ia sendiri juga tidak tahu kemana suaminya itu pergi. Hampir dua hari ini Ana belum bertemu dengan Andi. Bahkan Andi tidak pernah pulang, sejak kejadian di mana ia meminta Naya mendonorkan matanya.

Atau mungkinkah Andi marah? dan memutuskan untuk tidak kembali lagi ke rumah?

Ana menggeleng-gelengkan kepalanya. Menepis pikiran buruk itu. Ia yakin suaminya mungkin butuh waktu sendiri.

NAYANIKA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang