17. Amnesia

38.1K 3K 45
                                    

"Kau boleh mengambil apapun dariku, tapi tidak dengan lelakiku"
-Kanaya Belva Anastasya

"Kau boleh mengambil apapun dariku, tapi tidak dengan lelakiku"-Kanaya Belva Anastasya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ana dan Andi yang sedang tertidur langsung terbangun karena mendengar teriakan Naya. Mereka segera berlari ke arah sumber suara dengan mata yang masih mengantuk.

Tapi setelah keduanya sampai di anak tangga, jantung mereka seakan berhenti berdetak saat itu juga saat melihat keadaan Raina.

Di sana putri kesayangannya tidak sadarkan diri dengan darah yang terus mengalir dari kepalanya.

Dunia Ana seolah runtuh melihat pemandangan di depannya. Ia tidak penrah membayangkan hal ini terjadi pada putri kesayangannya.

Melihat Naya yang juga ada di sana, seketika pikiran Ana langsung tertuju pada gadis itu. Ia yakin kalau semua ini pasti ulah Naya. Gadis tidak tahu diri. Berani sekali dia menyakiti putrinya hingga seperti ini.

Apa Ana lupa kalau Naya juga putrinya?

Mereka berdua melangkah turun terburu-buru. Andi menatap kecewa pada Naya yang masih memangku kepala Raina.

"Ayah kecewa sama kamu, Nay. Ayah gak nyangka kamu setega ini sama Kakak kamu." Andi kemudian mengalihkan pandangannya pada Raina. Hatinya sakit melihat anaknya berdarah-darah seperti ini.

Naya menggelengkan. "Ayah, aku gak sengaja. Aku nggak bermaksud bikin Kakak celaka. Maaf Ayah, aku gak sengaja."

Ana maju ke depan Naya lalu ia menjambak rambut Naya dan menyeretnya menjauh dari Raina. Ana menghempas kasar tubuh Naya ke bawah sampai membentur lantai.

Plakkk

Plakkk

"ANAK KURANG AJAR! KALAU SAMPAI TERJADI APA-APA SAMA RAINA, SAYA SENDIRI YANG AKAN MEMBUNUH KAMU!

"SAYA AKAN MELENYAPKAN KAMU DARI DUNIA INI! ANAK SIALAN! PEMBAWA MASALAH!"

Plakk

Tamparan terakhir dari Ana sebelum dia meninggalkan Naya yang terduduk di lantai.

Kepala Naya berdengung. Pipinya merasakan kebas yang luar biasa. Tapi dia tidak berani menjawab Ana, kareba ini memang salahnya. Dia yang membuat Raina seperti ini.

Naya mengangkat kepalanya, menatap ke arah pintu di mana Bunda, dan juga Ayahnya yang tengah menggendong Raina keluar dari rumah.

"Maaf, Ayah, Bunda...."

***

| RUMAH SAKIT MEDIKA PELITA |

Setibanya mereka di rumah sakit, Andi langsung meminta para Dokter untuk memeriksa keadaan anaknya.

Mereka menunggu di depan ruang operasi. Menguatkan satu sama lain. Andi memeluk tubuh istrinya yang terus menangis.

Andi masih tidak percaya kejadian yang baru saja ia lihat. Putri kecilnya begitu tega mencelakai Kakak kandungnya sendiri.

"Mas, gimana kalau Raina gak selamat? Gimana kalau Raina ninggalin kita. Gimana kalau Raina kenapa-kenapa?" racau Ana histeris.

Andi menatap istrinya yang masih menangis. "Sayang kamu jangan berpikiran macam-macam, Raina pasti baik-baik aja."

"Aku takut, Mas. Aku takut...."

"Kita berdoa, ya. Raina pasti selamat."

Pintu ruangan IGD terbuka dan menampilkan Dokter yang berjalan ke arah mereka.

Ana langsung berdiri dan menghampiri Dokter "Dok gimana keadaan anak saya? Dia baik-baik aja, kan? Dia selamat, kan?"

"Syukurlah kondisi pasien tidak terlalu menghawatirkan. Pendarahan di kepalanya juga sudah kami tangani. Semuanya baik-baik saja. Tapi..." Dokter itu menggantungkan kalimatnya dan menghela napas.

"Karena terjadinya benturan yang cukup keras, hal itu mempengaruhi ingatan pasien. Dia kehilangan sebagian memori hidupnya dan tidak bisa mengingat kejadian empat tahun belakangan ini," jelas Dokter.

Hancur sudah hati Ana. Dengan suara bergetar ia tetap memaksakan berbicara.

"Dok, apa Raina akan selamanya amnesia?"

"Tidak. Ini hanya bersifat sementara saja. Jika pasien terus menjalani perawatan secara rutin, maka ingatannya akan segara kembali. Tapi kami menemukan kejanggalan. Salah satu jantung pasien tidak berfungsi dengan baik, kenapa tidak segera di obati? Jika terus dibiarkan maka akan membahayakan nyawanya."

DEG!

Jantung Raina sudah semakin parah, tapi Ana dan Andi tidak bisa melakukan apapun.

Karena melihat Ana dan Andi yang terus diam. Akhirnya Dokter kembali angakt bicara. "Baiklah, sebentar lagi pasien akan di pindahkan ke ruang inap. Kalau begitu saya permisi dulu."

Bahkan setelah dokter pergi, mereka berdua masih betah dengan pemikiran masing-masing.

Ana berpikir bahwa ini terjadi karena ulah Naya. Ana terus menyalahkan Naya untuk hal apapun yang terjadi pada Raina.

Kalau saja Naya tidak ada di hidupnya, mungkin ini semua tidak akan terjadi.

Apalagi ia tidak bisa menyembuhkan penyakit jantung Raina yang sudah semakin parah.

Haruskah Ana meminta Naya agar memberikan jantungnya untuk Raina?

Sebagai ganti atas kecelakaan yang sudah Naya lakukan terhadap Raina.

Andi sangat-sangat tidak menyangka, Naya bisa berbuat seperti ini, apalagi sampai membahayakan nyawa Raina.

Apa Naya sebenci itu sampai mau menghabisi Raina, Kakak kandungnya sendiri?

🌻

Lup u❤️😘

NAYANIKA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang