15. Gereja

36.5K 3.2K 39
                                    

"Aku memang mencintai kamu, tapi kamu tetaplah milik Tuhan mu. Lantas siapakah yang harus mengalah?"
-Kanaya Belva Anastasya

Tiga hari sudah Alvin tidak ada kabar sama sekali, dan selama tiga hari ini pula Naya terus datang ke rumahnya karena Alvin tidak masuk sekolah sejak kejadian itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga hari sudah Alvin tidak ada kabar sama sekali, dan selama tiga hari ini pula Naya terus datang ke rumahnya karena Alvin tidak masuk sekolah sejak kejadian itu.

Tapi lagi-lagi Naya pulang dengan tangan kosong. Alvin tidak pernah pulang sejak hari itu, bahkan orang tuanya juga tidak tahu dimana dia sekarang.


"Kamu dimana, Al," gumam Naya sendu, tak terasa air matanya lolos begitu saja. Ia benar-benar lemah jika sudah berurusan dengan Alvin. Sedari dulu Naya selalu bergantung pada lelaki itu karena memang hanya Alvin tempatnya bersandar.

Saat ini Naya sedang duduk di halte dekat rumah Alvin. Ia beristirahat sejenak di sana. Naya terus memikirkan kemana Alvin pergi.

Selama ini ia tidak penrah bertengkar seperti ini dengan Alvin. Harus kemana lagi Naya mencari laki-laki itu?

Hanya tinggal satu tempat yang belum ia kunjungi, yaitu, Gereja.

Mungkinkah Alvin pergi kesana?

Naya tahu kebiasaan Alvin dari dulu setiap ada masalah dia pasti akan mengadu pada Tuhan nya.

***

Di tempat lain...

Alvin baru saja sampai di Gereja, tiga hari belakangan ini dia selalu menyempatkan diri untuk pergi menemui Tuhan nya.

Alvin berdoa tentang hubungannya dengan Naya. Walau ia tahu hubungannya salah, tapi Alvin tetap memaksakan.

Alvin menyesal sudah meninggalkan Naya saat itu. Karena emosi yang menguasai dirinya, ia malah menyakiti gadis yang dicintainya.

Padahal Alvin sendiri yang sudah berjanji akan selalu menjaga Naya dan membahagiakan gadis itu. Tapi sekarang ia malah menyakiti Naya dengan tangannya sendiri.

Ia meninggalkan Naya saat gadis itu sangat membutuhkan pertolongannya. Alvin pergi tanpa mau mendengarkan penjelasan Naya.

"Maaf, Nay, aku emosi. Aku terbawa suasana," monolog Alvin dengan menyatukan keduanya tangannya sembari memejamkan mata.

Di luar Gereja, Naya memandang punggung Alvin dari belakang dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Memang benar dugaannya kalau Alvin pasti di sini.


Dia terus memandang Alvin dengan tatapan rumit. Kalau sudah seperti ini rasanya susah sekali untuk menggapai Alvin.

Perbedaannya terlalu jauh. Keyakinan mereka berbeda. Iman mereka berbeda, dan juga Tuhan mereka berbeda.

Salahkah Naya mengharapakan pria yang tak seiman dengannya?

Salahkah Naya mencintai pria yang bukan hamba Tuhan nya?

Salahkah Naya jika tetap melanjutkan hubungan ini?

"Kamu ngapain di sini?" tanya Alvin terkejut Naya bisa berada di sini.

Alvin menatap manik gadis di depannya dengan menyesal. Iya, dia menyesal. Karena nya Naya menangis, dan karena nya Naya terluka. Ini semua salah Alvin yang tidak mempercayai kekasihnya sendiri.

Suara Alvin menyadarkan Naya dari lamunannya. "A-ah... aku kesini buat ketemu kamu. Aku mau jelasin soal kemarin Al," jawab Naya pasrah.

"Kamu harus percaya sama aku. Aku beneran gak ada hubungan apapun sama David. Percaya sama aku Al," Naya tidak bisa menahan air matanya saat iris mata mereka bertubrukan.

Alvin menghapus air mata Naya dengan tangannya. "Jangan nangis, Nay, jangan nangis, apalagi karena aku alasannya. Aku percaya kamu, dan maaf kemarin aku sempar emosi. Aku gak bisa ngendaliin pikiranku saat liat kamu sama David pelukan. Aku cuma takut kamu berpaling dari aku, Nay."

Alvin mengusap luka di kening gadis itu. "Maaf karena aku luka ini harus ada di wajah cantik kamu."

Naya menatap Alvin sesaat dan langsung memeluk erat tubuh lelaki itu. "Makasih karena udah percaya... jangan pergi... jangan pergi lagi, Al."

"Iya sayang, udah ya jangan nangis. Kamu jelek kalau lagi nangis. Hidungnya pasti merah," kekeh Alvin lalu melepas pelukan mereka.

Alvin menatap Naya lekat, lalu bergerak maju menghapus jarak di antara mereka.

Cup

Alvin mencium kening gadis itu. "Supaya luka di kening kamu cepet sembuh."

Mendapat perlakuan seperti itu, Naya langsung menunduk malu karena pipinya terasa panas.

Alvin tertawa pelan saat melihat semburat merah di pipi gadisnya. Pemandangan seperti inilah yang ingin selalu ia lihat. Naya nya yang sedang salah tingkah karena dirinya.

"Al..." tatapan Naya berubah menjadi serius.

"Salah kalau aku berharap suatu saat nanti kita bisa bersama?"

"Bersama dalam artian... Menikah... punya anak... dan menua bersama... Apa salah, Al?"

"Nay, kamu ngomong apa, sih. Kenapa tiba-tiba bahas itu?" tegur Alvin tidak suka. Ia memang tidak suka dengan pembicaraan Naya kali ini, karena Alvin tahu, ia sendiri tidak akan bisa menjawabnya.

Alvin juga terkejut atas pertanyaan Naya. Baru saja hubungan mereka kembali membaik. Ia tidak mau hubungannya merenggang lagi.

Naya menggeleng lemah, berusaha sekuat tenaga menahan air matanya.

"Al, dari awal hubungan ini emang udah salah, sampai akhir pun, akan tetap salah, kan?"

"Nay..."

"Di antara kita siapa yang harus mengalah, Al?  Aku dengan keyakinanku atau kamu dengan keyakinan kamu?"

"Naya, kamu gak usah mikirin itu. Kita jalanin aja kayak gini. Selama ini kita baik-baik aja, tanpa membahas hal itu, kan?"

Naya menggelengkan kepalanya. Air mata yang sedari ia tahan akhirnya berhasil jatuh membasahinya pipinya. Perasaan sesak memenuhi rongga dadanya.

"Mungkin kamu yang baik-baik aja, tapi aku nggak Al. Setiap hari aku selalu mikirin gimana kelanjutan hubungan ini"

Alvin menghela nafas berat. "Terus sekarang mau kamu gimana, Nay?"

"Aku juga gak tau, Al. Sakit banget ngeliat kamu berdoa di dalam Gereja tadi. Kapan kita bisa berdoa sama-sama, Al? Gak bisa, kan? Karena sampai kapanpun keyakinan kita tetap berbeda."

Alvin mendekap tubuh Naya. "Udah, Nay, udah. Kita jalanin kayak gini dulu ya. Kita gak tau gimana takdir kedepannya. Intinya aku mau sama kamu terus."

"Aku sayang kamu, Al." Naya membalas pelukan Alvin dan menangis sejadi-jadinya di dalam dekapan laki-laki itu.

Naya mau egois untuk sekali saja. Ia mau Alvin selalu ada untuknya. Entah itu sekarang, besok, dan selamanya.

Naya hanya ingin tetap bersama Alvin.

Naya tidak membutuhkan apapun lagi, selain kehadiran Alvin di sisinya.

🌻

See you ❤️

NAYANIKA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang