4. Naraya Hysteria

295 100 58
                                    

"Naraya Hysteria?" Seperti tidak ada bosannya mereka memanggil Naraya masuk ke tempat ini, seperti tidak ada bosannya juga Bu Susan menanggil namanya setiap kali bertemu.

Beliau adalah guru BK di sekolah, padahal sudah langganan dipanggil, tapi wanita itu tidak berniat menghapal namanya, seperti pura-pura pikun, pikir Naraya.

"Iya, saya Bu."

"Ingat ya kemarin aja kamu hampir dikeluarkan kan??"

Naraya hanya mengangguk meng-iyakan, ia menghela napas panjang menenangkan diri. Bu Susan memperhatikan penampilan urak-urakan anak gadis ini, kancing baju yang terbuka di atas, aroma tak sedap bau badan, juga sepatunya yang kotor patut dipertanyakan.

"Kamu.. Masih punya orang tua kan?" Entah keberanian dari mana, baru kali ini Naraya mendengar pertanyaan semacam ini. Ia tersenyum miris merasa terlalu diremehkan.

"Oh, iya Ibu belum tau ya? Aku udah gak punya tua. Naraya yatim piatu sekarang."

"Naya," helaan napas berat terdengar dari salah satu antara mereka.

"GUA TAU GUE GAK PUNYA ORANG TUA, TAPI BUKAN BERARTI KALIAN BISA REMEHIN KAYA GINI!"

Naraya sempat membanting tasnya lantas berlari pergi keluar melewati pintu keluar ruangan membuat banyak orang penasaran sebenarnya ada apa dan mulai bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.

Sekilas mata Naraya melirik ke arah dua anak perempuan yang sengaja berdiri di depan pintu utama ruang BK salah satu di antaranya menempelkan kuping di depan pintu sambil cengar-cengir menyebalkan.

Sedangkan di belakang mereka berdiri seorang, Yura Alana di belakang dua teman-temannya menatap kaget pada Naraya. Tatapan anak itu bukan yang seperti biasa Naya lihat, perempuan itu menatap iba padanya membuatnya justru malah makin jengah.

"Tunjukkin sisi iblis lo, Ra."

Di sisi lain seseorang dengan permen di mulutnya sedang memperhatikan salah satu yang katanya anak berandalan ini baru saja keluar dari ruangan paling horor ia takuti dan dijauhi selama ia sekolah dulu.

Meski hanya sempat bersekolah selama delapan tahun, setelahnya dilanjutkan dengan homeschooling yang membosankan tanpa adanya pengalaman, tanpa harus berinteraksi dengan orang baru.

Selama hal itu menguntungkan baginya, kenapa tidak?

Ia tidak perlu menyiapkan mentalnya lagi bila ada kemungkinan seseorang akan membully-nya di sekolah, atau memukul, dan mengganggunya, yang membuat dirinya semakin meremehkan diri sendiri.

Kini dua pasang matanya seolah menyorot ke arah sosok yang baru saja lewat tepat di depannya. Mata laki-laki itu tak ingin berpaling sampai punggungnya benar-benar hilang dari pandangan mata.

Nachandra memiringkan kepalanya menyesap permen tadi tanpa banyak berpikir.

"NACHANDRA!!"

"IHHH CHANDRA JANGAN DIMAKAN SEMUA YA! SATUNYA PERMEN AKU!" Yura menghentikan tangan Chandra yang mulai membuka bungkus permen miliknya, kemudian tersenyum tanpa rasa bersalah.

Anak laki-laki ini tampak sangat menggemaskan bagi Yura, lihat bagaimana bibirnya tersenyum seperti anak kecil. Dan kedua tangannya menyilang ke belakang.

"Aku tu sebenarnya mau marah sama kamu ... Cuma kamunya gemess gak jadi!"

Nachandra menatap wajah kekasihnya dengan intens lalu meraih dua tangannya, yang membuat Yura hampir gila adalah, tiba-tiba saja tangannya dikecup cukup lama, untungnya tak meninggal bekas di sana.

"CHANDRA! DILIHAT ORANG!!"

"Hah? Emang iya? Perasaan pada sibuk sendiri." Kepala Chandra bergerak mencari 'orang' yang dimaksud, yang lucunya membuat rambutnya ikut bergerak-gerak.

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Where stories live. Discover now