50. Tentang Rasa

63 24 28
                                    

Petang hadir memudarkan semburat keemasan menyisakan sedikitnya tamu yang memilih datang di malam hari, kegelapan langsung menyapa para pengagumnya melalui kesunyian seharusnya mencekam—rupanya hanya memberikan kedamaian sederhana namun begitu ber...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Petang hadir memudarkan semburat keemasan menyisakan sedikitnya tamu yang memilih datang di malam hari, kegelapan langsung menyapa para pengagumnya melalui kesunyian seharusnya mencekam—rupanya hanya memberikan kedamaian sederhana namun begitu berarti mengisi ruang kosong sanubari.

Dari kacamatanya saat ini nampak seperti semua orang di dunia punya kebahagiaan mereka masing-masing, kebahagiaan tak sulit dicari sebenarnya sebab mereka sumber kebahagiaan berada di sekitarmu, iya orang-orang terdekatmu.

Suara berisik teriakan anak-anak kecil tengah bermain bersama, mereka berlarian sambil tertawa tak memedulikan sekitar, seketika mengingatkan pada memori telah usang tak dapat digali lagi atau sekedar diperbaiki kembali.

"Dewasa itu ... nggak enak ya, Ra?" gumam sang matahari di samping pujaan hati. "Nyesel pernah bilang pengen cepet gede," kekehnya mulai kembali mengingat gambaran sosok polos di masa lalu kali ini sedang tersenyum tanpa beban.

"Rasanya pengen balik ke masa lalu. Emang nggak yang bahagia banget sih, tapi seengaknya nggak perlu mikirin harus ngapain besok... nggak perlu mikirin perasaan orang lain sama tentang penilaian orang lain tentang gua."

Nachandra kini merindukan sosok seorang ayah meskipun satu-satunya kenangan yang akan lebih dulu teringat di benaknya adalah saat pria itu memukulinya lalu kemudian melampiaskan lagi kepada sang malaikat tak bersayap.

"Nachandra. Nggak lo doang kok gue juga. Hidup terasa lebih ringan karena saat itu kita masih dituntun melangkah sama dua orang hebat... Sekarang? Percuma mau ngeluh juga udah terlampau capek, capek jadi anak remaja depresian terus selalu diremehkan banyak orang."

Mengamati sekelompok anak-anak yang masih asyik bermain kejar-kejaran tanpa mempedulikan kehadiran mereka di sana. Cara anak remaja dan bocah-bocah itu memandang dunia amat kentara perbedaannya. Satu sisi sedang membicarakan kisah masa kecil sebelum diterjang masalah membabi-buta. 

"Tapi sekarang gue mikir... Kita nggak bakal ngerasain rasanya jatuh cinta sebelum tumbuh dewasa," lanjutnya ragu. Sedikit tak percaya masih diperhatikan begitu intens.

"Siapa bilang cinta butuh dewasa? Inget anak laki yang pernah nangis gara-gara dilarang main sama adiknya?" kekehnya malu sendiri. "Iya dia naksir sama adiknya."

Hening. Benarkah Nachandra menyukainya di usia sedini itu? Naraya tak mampu menyembunyikan garis-garis wajahnya bila ada bunga-bunga yang tengah bermekaran.

Mereka sedang terjebak dalam kisah kelam masa lalu, memang bukan persoalan percintaan. Lebih rumit dari itu, ini tentang keinginan kembali menjadi sosok polos yang haus akan kasih sayang orang tua lalu bisa mendapatkannya dengan mudah.

"Kalau pasangan hidup rasanya masih bisa dicari lagi. Gebetan, pacar, suami, istri. Tapi coba gimana sama peran ayah dan ibu?"

Seandainya si gadis punya bukti dan bisa menyangkal pernyataan konyol sang kekasih.

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Where stories live. Discover now