25. Kilas Balik

113 45 43
                                    

Gemericik samar suara hujan serta pemandangan di malam hari terlalu indah untuk diabaikan begitu saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gemericik samar suara hujan serta pemandangan di malam hari terlalu indah untuk diabaikan begitu saja. Maka anak laki-laki yang tadinya hanya menghabiskan waktu di dalam kamarnya memilih keluar demi menikmati momen langka ini, sudah cukup lama tak dilihat di manapun juga.

Mata lebarnya memandang ke keluar melalui bilik transparan di satu sisi. Sesaat terhanyut dalam pikirannya sendiri, berharap seseorang tak datang menganggu ketenangannya. Ekspresi wajahnya terlalu tenang, namun pikiran yang begitu ramai.

Satu hal yang mampu membuat anak itu langsung terbayang dan mengingat masa lalu, adalah halaman belakang rumah yang hampir tak terjamah kembali setelah anggota keluarganya pergi meninggalkan kota ini. Masih tersisa kenangan indah dalam memori membuatnya lantas langsung teringat sosok teman-teman lamanya dapat dihitung jari.

Kehidupan saat dia masih menjadi seorang bocah kecil tanpa dosa. Pepohonannya memang tak selebat dulu, taman bermain yang mereka dirikan di sana kini sudah tampak berlumut, hamparan ilalang dan rerumputan kian melebat.

Untuk kesekian kali Nachandra merindukan masa kecil penuh mimpi dan harapan.

"Nachandra," panggilnya. Masih sama, suara wanita itu tak berubah sedikitpun. Nachandra pura-pura tak mendengar karena dengan begitu ia tak perlu cepat-cepat membalikkan badan.

"Nachandra? Melamun kamu?" Nachandra berbalik pura-pura tersentak, hanya menampilkan senyuman tipis di bibir.

"Duduk sini," perintahnya, menunjuk ke arah dua kursi di hadapan mereka. Marnia menghela napas sebentar, lalu kembali menatap anaknya yang telah terduduk patuh menghadapnya.

"Nachandra, gimana ceritanya kamu bisa dipanggil dua kali?" Helaan napas sekali lagi terdengar sebelum dia bertanya.

"Kamu ini ya baru aja ya terlepas dari homeschooling."

"Iya Ma." Sejujurnya Marnia merindukan anaknya ini yang satu ini ia ingin memeluknya. Tetapi seperti ada sesuatu yang menurungkan niat terendamnya itu.

"Sekarang Mama malu, Chandra. Kamu mau Mama dateng lagi ke sekolahmu?" Raut wajah keriputnya merendah tampak kecewa, membuat Nachandra langsung merasa bersalah lalu menggeleng pelan.

"Ma, Chandra juga nggak memaksa Mama buat dateng kok, kalau Mama gak mau juga gapapa," jedanya, sedikit tertunduk menjauhkan kontak mata dari Marnia.

Seketika sekelebat bayangan masa lalu muncul diingatannya, sesungguhan Nachandra benci jika sudah begini. Wajah Marnia membuat Nachandra harus mengingat hal-hal menyakitkan dulu.

"Bukannya Mama sendiri yang nyuruh Chandra dateng ya kan, Om Farhan bilang sama Chandra," ujarnya menaikan dagu sekilas menatap serius ke pada sang ibu.

"Ya, Mama memang mau kamu dateng, dan Farhan juga yang membujuk Mama untuk apa? Agar kamu mau ketemu sama bapakmu," menyetujui penjelasan Nachandra, masih keukeuh menyalahkan sang anak.

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang