53. Kota Mati

69 29 61
                                    

~Sang Matahari☀~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~Sang Matahari☀~


Aku harap kamu bahagia di sana.

Selamat tinggal, Matahariku. 

---------

4 tahun kemudian….

Nampak seperti orang hilang semangat hidup, begitu-begitu juga masih punya keinginan meraih cita-cita dan membanggakan orang tua. Tepatnya sih, balas dendam, terbaik. Bukannya mau mati sebelum dipanggil karena rasanya kurang keren. Terlalu lemah, baru sadar dirinya pernah selembek adonan tepung terigu.

Tak menyangka dirinya benar-benar menjadi seorang mahasiswa jurusan Psikologi menjelang semester akhir di Universitas Pancasila. Tentu akan jauh lebih baik begini jika dibandingkan mati sia-sia tanpa bekal tujuan menuju akhirat.

Hatinya, mungkin dia jauh dari kata baik-baik saja. 

Pada awalnya mati rasa, dan kini dihancurkan oleh asa ekspektasi sendiri. Ternyata memang benar berharap kepada manusia adalah seni paling sederhana untuk menderita. Bodoamat lah. Upaya melupakan memang tak lantas membuat kenangan itu menghilang namun justru jauh lebih membekas diingatan. 

Dikelabuti awan penghantar rindu serta hawa dingin di pagi hari menyelimuti
Ibu Kota Jakarta. Suasana hati baiknya terkelupas memperlihatkan wujud nyatanya.

Hembusan napas bersautan semilir angin, memasang airpods di kedua telinga demi meredam perasaan gelisah mengendap dalam diri. Sebenarnya dia tidak sedang sendiri, hanya saja kini sepi terasa masih menjadi teman sejati sementara musik menjadi pelengkap.

Kepalanya roboh pada senderan sembari memandang ke satu titik tanpa memikirkan apapun dalam waktu yang cukup lama. Sampai ketika kendaraan yang ditumpanginya berhenti, dan matanya kemudian terbuka lebar sedikit tak mengira perjalanan rasanya sesingkat ini.

"Bangun hei, jangan bilang semalem begadang," tegur seorang lelaki di samping. Meskipun hanya menampilkan ekspresi datar tersirat kesan khawatir dari nada bicaranya.

"Lain kali pake jaket, sekalian Nay. Udah tau musim hujan juga." Perempuan ini tampak keinginan manyun manja begitu, malah menenteng jas almamaternya. Ia memutar bola matanya jengah. Teman yang satu ini memang paling bawel kalau sudah urusan kesehatan.

"Iya, iya. Bawel bangett!" godanya. Sementara si lelaki hanya tersenyum simpul lalu segera meraih kedua tangannya saat berdiri menuntun jalan pelan-pelan menyingkirkan orang-orang yang menghalangi jalur jalan mereka.

"Gitu juga bawelnya buat lo doang."

Keduanya turun paling awal dan tanpa sadar bergandengan tangan di tengah-tengah perjalanan. Si gadis melirik tampak tak nyaman berada di posisi seperti ini. Bisa-bisa satu kampus ramai oleh rumor kencan yang bahkan belum tentu benar. 

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Where stories live. Discover now