48. dive ends bleed

70 28 70
                                    

Murid kelas dua belas SMA Antariksa dalam tahap masa jaya-jayanya sebab akhir penentuan pengumuman kelulusan telah dilalui para siswa dan siswi tinggal menanti acara pelepasan pun semakin dekat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Murid kelas dua belas SMA Antariksa dalam tahap masa jaya-jayanya sebab akhir penentuan pengumuman kelulusan telah dilalui para siswa dan siswi tinggal menanti acara pelepasan pun semakin dekat.

Begitu pun anak kelas sepuluh dan sebelas tak lama ini akan berada di puncak kejayaan setelah melaksanakan ujian penentuan kenaikan kelas mereka akan diberi waktu untuk beristirahat di rumah masing-masing sebelum memulai tahun ajaran baru.

Sementara itu murid kelas dua belas disibukkan oleh kegiatan persiapan perpisahan sejak dua minggu lalu. Sedikit bersyukur Nachandra tak perlu risau melewati masa-masa seperti pengalaman perpisahan di zaman SD dulu sebab sekarang ia punya banyak teman.

Teman-teman setia tak sekedar tempat menumpahkan cerita duka juga tempat bersandar bahagia. Memberi banyak energi positif setiap kali sekumpulan anak-anak laki-laki itu merencakan pertemuan bersama saling melepas rindu serta tawa yang sempat tertahan di bibir. Yah, walaupun tak sering hanya sesekali.

Nachandra sedang membereskan tumpukan buku di meja belajarnya dalam kamar ia menghabiskan waktu untuk sekedar bernostalgia lewat tulisan tangannya di balik bagian belakang sampul buku.

Pikirnya semua orang pasti pernah melakukan hal random semacam ini di kala bosan. Sekedar coret-coretan gabut di masa sekolah masih tertinggal menjadi sebuah kenangan tak terlupakan.

Rebahan santuy sedikit terusik oleh suara ketukan pintu membuatnya menoleh cepat segera membukakan pintu.

"Mama lo dateng, gue disuruh manggil."

Gadis ini terus berusaha keras menyembunyikan kegugupannya dengan menampilkan tatapan datar Nachandra masih bisa membaca isi hati lewat gelagat anehnya, lantas tersenyum menggoda.

Kalau dipikir-pikir mana pernah Naraya berkunjung ke kamar pacarnya di rumah ini dan hal itu lumayan terasa aneh sebab ruangan bernuansa putih bersih tampak asing. Letak barang tertata rapih, sprei berwarna hitam pekat amat kontras dilihat.

"Turun nggak lo! Jangan buat gue dimarahin, Bunda lagi deh," gerutu Naraya sadar sedang digoda.

Ketika langkah cepatnya berniat mendahului sang lelaki namun tiba-tiba sebelah tangannya ditahan lebih cepat hingga tatapan kedua ramaja yang saling jatuh hati bertemu terpaut jarak terlalu dekat.

"Lo dimarahin lagi?" Ekspresinya berubah serius.

"Iya."

"Mau turun bareng?" tawarnya menaik-turunkan sebelah alisnya. Bola mata sang gadis memutar kelewatan kesal.

"Nggak mau, gue juga nggak mau dapet double omelan dari Mama lo sama Bunda gue, " tolaknya ketus.

Sang matahari mendengkus kecewa sambil memainkan gagang pintunya menyaksikan kepergian sang kekasih begitu saja, kemudian dengan langkah pasti anak itu mengikutinya dari belakang.

Tenang meniti anak tangga sambil bersiul pelan dan di bawah sana pemandangan orang-orang dewasa semakin ramai berkumpul di satu tempat—ruang tengah—entah apa tengah dibicarakan terdengar sampai kamarnya tadi.

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang