52. fall apart

71 27 35
                                    

Terdiam cukup lama memandangi setiap sisi amplop putih polos dengan sebuah pita berwarna merah di depannya begitu banyak menarik perhatiannya sejak lama, mengabaikan dering ponsel yang mulai berbunyi beruntun mengisi keheningan panjang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terdiam cukup lama memandangi setiap sisi amplop putih polos dengan sebuah pita berwarna merah di depannya begitu banyak menarik perhatiannya sejak lama, mengabaikan dering ponsel yang mulai berbunyi beruntun mengisi keheningan panjang.

Ia berdiri meninggalkan ruang tengah sesaat kehilangan fokus pada jalur jalan masuk dalam sebuah lorong memanjang ke depan melewati setiap pintu yang tertutup rapat entah ruangan apa saja dirinya tak tau.

Masih schock terlalu kalut ia menunduk menenangkan diri menatap benda di genggamannya lamat-lamat berharap sanggup membaca surat terakhir pemberian ibunya tanpa tangisan, walaupun sadar bahwa dirinya sendiri tak sekuat itu untuk berpura-pura baik-baik saja, khususnya di saat seperti ini.

Tanpa diberi instruksi tiang kakinya mengayun membawanya menuju sebuah ruangan—kamar pribadi ibu. Setelah menyusuri lorong tadi membuka pintu di depannya secara perlahan namun tetap mengeluarkan bunyi gesekan.

Langsung mengedarkan pandangan ke tiap sudutnya disambut oleh bayangan diri terpantul pada kaca lemari berukuran sedang, tertegun sebentar memposisikan berdiri tegak memperhatikan wajah kacaunya, telah banyak kehilangan minat bertahan hidup.

Bahkan ketika kepergiannya adalah untuk selamanya masih bisa merasakan bau aroma parfume khas wanita itu sejak pertama menginjakan kaki di sini, tentu anak itu tidak melupakan bau khas beliau sejak dulu.

Menghela napas pasrah ketika menahan sesuatu yang ingin dikeluarkan, mata sayunya menatap liar ke sekeliling. Di sudut ruangan tampak sebuah koper berantakan isinya diketahui berisi pakaian ibu kemudian di depan sana menangkap sebuah penampakan boneka beruang berukuran besar.

Ingatannya terbang kembali langsung teringat memori, di mana terakhir kali dirinya merengek minta dibelikan kado ulang tahun, sebuah teddy bear ke pada wanita itu, ia meringis pedih tersayat lagi menyadari rupanya sudah bertahun-tahun berlalu.

..

...

....

.....

"M-amaa! Nachandra mau boneka yang itu juga," rengek anak lelaki pemilik surai hitam pekat lembut hingga bergoyang tertiup angin menambah kesan menggemaskan membuat semua orang akan tersenyum memandang ke arahnya.

Pucuk kepala dan kening langsung dikecup sayang bagaikan takut kehilangan, setelahnya merasakan badan besar seseorang mendekap tubuh mungilnya dia tersenyum bahagia membanggakan anaknya.

"Nanti Mama belikan kalau sudah gajian, ya?" janji wanita berparas cantik itu pada sang anak. Mengingat biaya penobatan suaminya saat ini tergolong cukup mahal bagi kaum bawah membuatnya harus terbiasa hidup hemat.

Gajinya saat ini bisa dibilang sangat pas-pasan hanya untuk sekedar mencukupi, membiayai kehidupan sehari-hari mereka. Belum lagi pekerjaan sampingannya terlalu menyita banyak waktu ia kesulitan untuk membahagiakan sang anak.

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Where stories live. Discover now