32. Penawar Luka

102 36 49
                                    

Prang!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prang!

Refleks menyumpal gendang telinganya saat sebuah panjangan berbahan dasar kaca kandas mulus melebur hancur berkeping-keping di atas permukaan lantai, seseorang melemparkannya tanpa berpikir panjang hingga pecahannya berserakan, sepasang mata menatap nyalang ke arah si pelaku.

Tubuh gadis itu melemah menatap kembali sendu sekelilingnya terlebih lagi ketika seorang wanita langsung menampar pipi kirinya telak, tentu ia sangat kaget menerima ringan tangan sang Bunda seolah-seolah tak peduli dia itu siapa, keterkejutan selanjutnya dirasakanya begitu nyata.

Pupus harapan hanya mimpi.

"AKU NGGAK SETUJU BUNDA!" pekiknya persis di depan wajah sang bunda. Bagai tak sudi memaafkan tubuhnya didorong kuat mengikis jarak.

"MEMANGNYA KAMU SIAPA BISA LARANG SAYAA, HAH?!" Tanpa berpikir panjang pula Tiara mendorong berturut-turut tubuh lemah anak gadis berharap anak itu jatuh dan terluka meluapkan kebenciannya, mati sekalian dia tak peduli

Harapannya menjadi kenyataan.

Pada saat itu juga Naraya tak mampu menahan berat badannya sehingga dinding kokohnya roboh ke bawah bersamaan telapak tangan kanannya kini terluka oleh pecahan beling yang telah berserakan di mana-mana.

Hampir. Hampir saja terluka menyentuh nadi.

Anak itu meringis menahan rasa sakit di bagian sana beralih mengatasi cairan kental berbau amis menyeruak ke penciuman, menggunakan sebelah tangan lainnya sambil menahan tangis yang diakibatkan oleh sesak di dada.

Tidak ada satupun yang membelanya, mereka semua marah padanya, seperti ia hanya sendirian di antara singa kelaparan tak berperasaan, lagi. Sang Bunda menghembuskan napas kasar menahan diri agar dirinya tidak benar-benar menghabisi nyawa anak tirinya ini.

Ya, memang sejahat itu pikirannya sekarang. Hanya demi memulai hidup baru dengan pria baru yang dicintainya ia mampu menyakiti anak tidak ada bersalah.

Sesederhana menginginkan ketenangan memang sudah tidak berlaku untuknya atau sekedar diandai-andaikan.

"Saya mau menikah lagi, apakah sesulit itu, Naraya?!"

Memang sulit, bagian mana yang mudah? Mungkin hal ini tak berdampak banyak bagi mereka yang menjalankan itu sendiri. Tetap bagaimana dengan dirinya?

Apakah mereka tak memikirkan nasib dan perasaan seorang anak yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru? Dan sialnya, ia tak habis pikir kenapa harus ayah Yura yang akan menjadi orang tua tirinya nanti. 

Rasanya skenario hidup pun selalu tak berpihak padanya.

"BAGI BUNDA MUDAH! BAGI NARAYA ENGGAK, BUN!" Naraya menutup kedua kupingnya lagi guna meredam suaranya sendiri. 

"KENAPA?! KAMU NGGAK SUKA SAMA YURA, HAH?!" Persekian detiknya wanita itu menarik rambut anaknya dengan kasar hingga ia menjerit kesakitan.

"ARGH! LEPAS SIALAN!!"

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang