Tentang Emosi

117 16 0
                                    

" Tak ada kata lagi. Tak butuh harapan lagi. Tak ingin bertanya lagi. Hanya obat dan obat. Gue mau obat sekarang juga !"

~ X-Man






" Ini beneran kak ? Nggak boong, kan ?" tanya Yedam sekali lagi. " Bisa dipercaya kan ? Aktual, kan ?"

Junkyu menganggukkan kepalanya pasti. " Iya. Gue dapet pesan suara dari Junghwan. Itu yang kedengar "

" Mana ? Gue mau denger dong!" pinta Yedam. Junkyu segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda pipih tersebut. Dia lalu memberikan rekaman suara yang Junghwan kirimkan tadi siang.

Yedam mendengarkannya dengan serius. Setiap kata, setiap kalimat dia ingat dengan betul. Setelah rekamannya selesai, dia baru percaya dengan ucapan Junkyu tadi.

" Jadi Jaehyuk atau Jeongwoo ?? Kok dua sih nggak satu? Terus kita jagain mereka gimana ?  Masa mau bolak-balik ke tempat mereka berdua ?" tanya Yedam.

Junkyu kembali menyimpan ponselnya ke saku. " Kita bagi dua aja. Elo ngawasin Jeongwoo gue Jaehyuk. Kita pulang nggak boleh malam-malam. Inget, besok sekolah !" jelas Junkyu.

" Kok Jaehyuk elo sih kak, jangan-jangan mau makan nih. Kan kan, fokus dong jangan perut mulu yang dipikirin !" omel Yedam.

" Kok tau sih," jawab Junkyu cengengesan.

" Gue kan cerdas. Tau lah jalan pikiran elo ! " balas Yedam menyombongkan diri.

" Serah kak Junkyu aja lah, gue nurut " putus Yedam tak mau berdebat. Kalo ia terus mempermasalahkan ini bisa-bisa waktunya habis. " Gue berangkat sekarang aja ya !" pamit pemuda bermarga Bang tersebut sembari masuk mobil.

Sekedar info aja, tempat Junkyu dan Yedam ketemuan itu ada di depan supermarket. Jadi mobil yang Yedam tumpangi diparkir tak jauh dari sana. Mungkin cuma beberapa langkah.

" Dah kak!" ucap Yedam kemudian pergi. Tinggal Junkyu saja. Pemuda itu ikutan pergi tak lama kemudian.

• • • •

Sungguh tak terbayangkan. Pikiran Jeongwoo bahkan tak pernah sampai disini. Dia sama sekali tak menyangka bakal ada ditempat ini malam-malam. Tebak ia ada dimana ?

Yap, sekarang ia ada disebuah pabrik terbengkalai bersama seorang teman sekelas. Ah tidak, akan lebih pantas kalau kita sebut dia lawan. Karna emang tujuannya kesini buat bertarung bukan bersenang-senang, melanjutkan pertandingan yang sempat terhenti tadi pagi.

Kalau saja ayah Jeongwoo tak sampai mengurung dia dikamar, pasti Jeongwoo sekarang ada ditempat les pribadi. Menghabiskan waktu hingga tengah malam datang.

Tapi bagi seorang Park Jeongwoo ia tak akan menyesali apapun. Ia memang berniat datang kesini. Rasanya ada yang mengganjal dipikirannya. Seperti ada rasa tak puas. Apalagi lawan di hadapannya ini telah mengejek habis Jeongwoo, keluarga, beserta teman-temannya,yaitu Treasure. Jelas Jeongwoo nggak terima akan hal itu.

Dan disinilah dia sekarang. Menghadap sang lawan dengan keyakinan penuh. Kali ini tak akan ada orang yang bakal menghentikan aksi ini kecuali salah satu pihak menyatakan kalah. Ya, seserius itu masalahnya.

" Wah, gue nggak nyangka kalo elo bakal datang sendirian. Atau jangan-jangan ada yang sembunyi dibalik semak-semak, woah.....!" ejek sang lawan dengan muka cengengesan.

Jeongwoo terdiam. Yang ia lakukan hanya berdiri sambil menatap sang lawan. Sementara sang lawan atau kita sebut saja Dongjun biar gampang terus saja mengeluarkan sumpah serapahnya.

" Gue yakin elo pasti bawa Jihoon kesini. Ya kali elo nekat datang tanpa persiapan apa-apa. Dasar anak papi !" ejek Dongjun.

Jeongwoo tersenyum sinis. " Elo takut ya. Mungkin elo yang kesini bawa kawanan. Gue sih ogah !"

••My Treasure•• √Where stories live. Discover now