EP.5 | Part 1

441 30 0
                                    

Sinar mentari pagi masuk melalui celah jendela kamar.

Pat terbangun di ruangan dengan atmosfer yang berbeda. Semalam ia tertidur di kamar Pran tanpa Nong Nao di sisinya. Jatah selimut yang menggantikan kehangatannya sudah tertata rapi di atas tempat tidur. Si pemilik ruangan sudah tidak ada di sana. Pat duduk dengan setengah mengantuk, hidungnya mengendus bau seperti ada yang terbakar.

"Bau apa nih?"

Setelah kesadarannya mulai terkumpul penuh, Pat berjingkat berdiri dengan panik.

"Pran, kebakaran!" Ia berlari keluar kamar dan menemukan Pran sedang menyiapkan sarapan di dapur. Pemuda itu sudah rapi dengan setelah seragam kuliahnya.

"Kebakaran di rumah kau sana." Celetuk Pran ketus.

"Kalau rumahku terbakar, itu akan menyebar ke rumahmu juga."

Pran sedang menuangkan susu kental manis ke atas dua helai roti panggang. Menu sarapan kesukaan Pat yang membuatnya ngiler seketika. Tangannya terjulur hendak mengambil makanan itu ketika Pran dengan sigap menepis dengan sekali tepukan. "Punyaku."

"Loh, terus punyaku mana?" Pat masih berusaha mengambil roti susu kental manis itu tapi Pran tetap menepuk tangannya sekali lagi.

"Memangnya kau istriku, hah? Kenapa aku harus membuatkan sarapan untukmu juga?"

"Aku bukan istrimu."

"Kalau kau mau, buat sendiri sana."

Pran selesai menuangkan susu kental manis dan meletakkannya kembali ke rak di atas tempat cuci piring ketika Pran buru-buru menangkupkan dua lembar roti panggang itu dan memasukkan ke dalam mulutnya.

"Brengsek!" Pran kalah cepat. Pat sudah mengunyah satu gigitan sekarang.

"Meskipun aku bukan istrimu, aku tetap bisa memakan sandwich-mu. Hmm." Pat bicara dengan mulut penuh roti dan memamerkan satu gigitan lagi tepat di depan wajah Pran. "Terima kasih, yaaa."

Pran memandangi wajah menyebalkan di hadapannya sambil menggigit sepotong sosis goreng. Hanya itulah bagian yang ia dapatkan pada akhirnya. Sementara Pat terus menggoda dengan menunjukkan raut jahilnya, Pran hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. Ia lalu melirik jam tangan hitam di tangan kirinya dan bertanya. "Kau sudah selsai makannya?"

Pat menyelesaikan seluruh gigitannya dan berhenti mengunyah. "Ahhh." Katanya sambil membuka mulut yang sudah kosong.

"Sudah selesai, kan? Balik sana ke kamarmu."

"Hei, aku tidak bisa kembali ke kamarku. Aku masih membutuhkan kunci dari Pha untuk membukanya." Pran hanya mencibir mendengan alasan Pat. "Aku harap, kak Pran tidak sebegitu kejamnya untuk membuat kak Pat menunggu di luar kamarnya."

"Keluar."

"Tolonglah."

"Keluar."

"Tolong, yaaa."

"Keluar."

"Tolonggg. Tolong, ya? Ya, ya?" Pat membuat suara imut sambil meletakkan kedua tangan di dagunya bak gadis remaja yang menggelikan. Tapi aksinya berhasil membuat Pran tergelak. "Ya?"

"Siapa yang bilang padamu kalau melakukan hal seperti ini membuatmu jadi imut?"

"Loh, ini. Barusak kau bilang begitu."

Pran mengatupkan bibirnya berusaha menunjukkan wajah datarnya yang biasa.

"Terus, gimana? Berhasil, nggak?"

Pran memutar matanya. "Baiklah, tinggalah di sini dulu. Tapi kau harus mencuci piring-piringku ini juga." Pran menujuk beberapa piring kotor di atas meja dapur. "Dan yang lebih penting lagi, jangan sentuh barang-barangku. Mengerti?" Pran mencolek dagu Pat yang sedari tadi memperhatikannya bicara.

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang