EP.5 | Part 3

390 33 0
                                    

Pat benar-benar sedang bimbang dengan perasaannya. Ia tak mengerti mengapa akhir-akhir ini Pran sering mampir dalam pikirannya. Kilasan tentang masa-masa sekolah mereka kembali terbayang di kepalanya.

Flashback

Pat dan Pran sedang mempersiapkan lagu yang akan mereka bawakan untuk mengisi acara Hari Natal di sekolah.

"Begini saja, bagaimana kalau kita bawakan lagu Never-25 Hours? Aku suka lagunya." Pat yang duduk di bangku taman sisi lapangan sekolah memberi saran.

Sementara Pran sedang duduk di meja dan menulis beberapa nada yang ia temukan dari senar gitar yang ia petik. "Membawakan lagu hits sepertinya tidak cukup menarik."

"Lalu, kau punya ide apa? Lagu apa yang kau mau?"

Pran memindahkan tangan kirinya dari menyentuh gagang gitar ke sisi kepala dan menyangganya untuk berpikir sesaat. "Aku mau membuat sesuatu yang menyampaikan rasa 'Terlahir Untuk Bersama'."

"Hmmm. Terus?" Pat terkekeh karena menunggu Pran meneruskan tapi tak ada yang keluar dari mulutnya.

"Yaa... Seperti... Tumbuh bersama, saling bertemu setiap hari. Awalnya sih tidak merasakan apapun. Tapi tanpa disadari, perasaan mereka..."

"Perasaan mereka telah berubah." Pat meneruskan kalimat Pran yang belum selesai. "Dan mereka menjadi saingan."

Namun yang Pat ucapkan selanjutnya membuat Pran menoleh ke arahnya. "Hah?"

"Ya, itu persis situasinya dengan keluargaku dan keluargamu. Kita harus mengubahnya menjadi sebuah lagu." Lagi-lagi Pat memberi saran sesuai pikirkannya saja.

Pran hanya tertawa dan melengos sebelum merubah topik. "Oh, iya. Pernahkan kau menyukai seseorang secara diam-diam?"

"Apaan sih?"

"Ya, soalnya aku selalu melihat kau berakhir dengan orang yang kau sukai. Aku cuma penasaran."

"Ya... Tidak juga. Terkadang pun aku juga tidak percaya diri dan ragu untuk mendekati seseorang seperti...-"

"Eh, bentar-bentar-bentar." Pran buru-buru meraih puplen dan menuliskan kata-kata di atas kertas.

"Ada apa?" Pat melihat apa yang Pran tulis dan membacanya. "Merasa tidak percaya diri?"

Pran mengangguk yakin.

"Merasa tidak percaya diri?" Pat mengulanginya sekali lagi.

"Iya. Aku suka itu. Itu seperti kau tidak yakin apakah itu itu akan berakhir dengan baik atau buruk." Pran menjelaskan pikirannya, memandang wajah Pat sejenak, lalu pandangannya berkelana lagi membayangkan emosi pada isi lagu yang ia jabarkan. "Dan kau takut untuk merasakan lebih dari ini. Kau ragu-ragu. Mau lanjut tapi takut patah hati. Mau mundur tapi takut menyesal. Perasaan ragu-ragu." Ia jeda sejenak dan menyunggingkan senyum tipis. "Entah lah, tapi aku menyukainya."

Pran baru akan menulis lagi tapi Pat merebut pulpen dari tangan Pran dan menuliskan namanya dengan sangat besar. "Aku membeli idenya. Beri aku setengah kreditnya juga." Pat menepuk buku yang terbuka itu dengan pulpen yang ia letakkan di atasnya. "Ini adalah lagu kita."

"Itu bukan setengah. Kau menandatanganinya satu halaman penuh." Protes Pran.

"Setengah." Pat tak mau kalah.

Pat mengingat masa mereka menulis lagu bersama sambil memutar sisi-sisi gelang hijau berinisial P berwarna perak di tangannya. Gelang pemberian dari Ink, gadis yang ia pikir pujaan hatinya. Tapi kini perasaannya penuh dengan keragu-raguan. Benarkah selama ini ia menginginkan Ink?

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang