EP.11 | Part 1

388 24 0
                                    

Muak dengan segala kebencian yang ditanamkan oleh Ayah dan Ibu mereka sejak kecil, Pat dan Pran memilih untuk pergi meninggalkan kota Bangkok beserta semua cerita pertengkaran keluarga mereka yang tak kunjung menemukan titik akhir. Pran menyandarkan kepalanya ke sisi jendela bus kota, membuang pandangannya ke jalanan yang mereka lewati. Pat duduk disebelahnya, menyandarkan kepalanya ke tempat duduk lalu melirik kekasihnya.

"Aku minta maaf atas apa yang Papa lakukan."

"Sudah cukup, ini bukan salahmu." Pran balas memandang kekasihnya.

"Apakah menurutmu Ibumu akan memaafkan Papaku?"

"Jika kamu adalah Ibu, maukah kamu memaafkannya?"

Pat membuang pandangannya ke depan, ia tidak menjawab. Direbahkan kepalanya kembali ke tempat duduk penumpang dan menghela napas.

"Kita tidak bisa merubah apa yang telah terjadi. Kita hanya bisa menjalani hidup dengan ini."

Pat tersenyum getir. "Kalau kamu mau menjalankannya, ya silakan. Aku tidak mau hidup dengan itu."

"Lalu kamu mau pergi ke mana?" Tanya Pran lembut.

"Pergi ke mana pun tidak masalah." Ditatapnya kembali wajah Pran yang sedari tadi memandangnya. "Yang penting hanya ada kita."

"Lalu kamu pikir mereka akan mengizinkannya?"

"Orang tua kita tidak akan, tapi beberapa orang lain mungkin."

Seulas senyum mulai mengembang di bibir keduanya. Bukan senyum sumringah seperti biasanya, tapi senyum getir yang menggambarkan kepedihan dan harapan. Pran meremas tangan Pat ke dalam genggamannya. Pat lalu meraik kepala Pran dan membenamkan ke pundaknya. Diusapnya pucuk kepala kekasihnya itu dengan sayang.

"Tidurlah."

Setelah mendengar perintah lembut dari mulut Pat, Pran semakin menyandarkan kepalanya ke bahu kekasihnya dan mulai memejamkan mata. Tanpa sedikitpun menyadari, air mata kepedihan mengalir jatuh ke pipi Pat meskipun tak ada isakan yang terdengar.

***

Fajar mulai menyingsing di ufuk timur, memantulkan warna kuning sempurna ke permukaan air laut yang tenang. Pran dan Pat telah tiba di sebuah desa zero waste yang parnah mereka kunjungi bersama saat perjalanan Kamp Sukarelawan Fakultas Arsitektur tahun lalu.

"Desa tanpa sampah." Pat bergumam setibanya mereka di pintu dermaga.

"Hanya tempat untuk kita." Sahut Pran lirih.

Pat melihat keranjang sampah besar sekitar tiga meter dari tempat ia dan Pran berdiri. Matanya mulai membidik lalu melemparkan sebotol air mineral kosong ke arah itu.

BRAK!! Lemparan meleset.

"Kamu buang itu ke tempat sampah."

"Ayo, akan kubuang." Pat merangkul pundak Pran dan membawanya melangkah mendekati botol kosong yang jatuh melesat lebih jauh dari keranjang sampah.

Pat mengambil, membidik, dan melemparkannya sekali lagi. Tapi lagi-lagi lemparannya tidak tepat sasaran.

***

Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah puncak batu karang di tepi pantai.

"Aku sudah kirim Line ke Pha biar dia tidak khawatir." Kata Pat lalu mulai mematikan ponsel di tangannya.

"Apa yang kau lakukan?"

Pat mengeluarkan sim card dari celah ponselnya. "Biar tidak ada yang bisa mengganggu kita sekarang. Kamu harus melakukannya juga."

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Where stories live. Discover now