EP.9 | Part 3

341 23 0
                                    

Sibuk berlatih drama Arsitektur dan latihan Rugby tingkat Universitas hingga keluar sebagai pemenang cukup menyita waktu dan tenaga Pat. Sekarang setelah semua itu dilewati dengan baik, saatnya ia bisa bermanja dengan kekasihnya. Usai mandi, Pat mengenakan selembar handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya sampai ke pinggang. Ia duduk di karpet sambil bersandar ke sisi tempat tidur Pran yang sekarang menjadi sarang cinta mereka. Pran sedang mengeringkan rambut Pat menggunakan handuk kecil.

"Diamlah." Kata Pran geram karena Pat terus menggodanya dengan menggerak-gerakkan kepalanya yang sedang berada dalam genggaman lembut kedua telapak tangan Pran. "Di lapangan kamu bisa berlari melewati dan menjatuhkan banyak pemain. Tapi di sini, kamu melemah seperti tak bertenaga."

Pran mendongakkan kepala Pat menghadap wajahnya yang menengadah ke bawah. Ia duduk di sisi tempat tidur dengan kedua kaki terbuka menangkup tubuh kekar kekasihnya.

"Ya, aku tidak ingin menunjukkan kelemahanku kepada orang-orang. Aku menyimpannya untuk dilihat pacarku saja." Pat menengadahkan kepalanya sekali lagi, menampakkan raut manja yang terus menempel pada kekasihnya.

"Omong kosong!"

"Lalu untuk apa aku punya pacar? Benar, kan?"

"Iya..." Pran menggosok rambut Pat dengan keras karena gemas.

"Ouch!"

"Sudah kering."

"Sudah kering?"

"Iya sudah, geser sekarang." Pran mendorong bahu Pat yang berteriak kesakitan.

"Ouch! Bahuku sakit."

"Maaf, maaf." Pran mengusap lembut bahu Pat yang tadi ia dorong.

"Ahhh! Aku tidak bisa bangun." Pat yang baru setengah berdiri telah duduk kembali. "Aku butuh krim obat. Bisakah kamu mengoleskan krim obatnya untukku?" Pinta Pat mulai merengek manja.

"Hmmm. Nggak bisa banget lihat aku bersikap baik sedikit, ya. Kamu selalu meminta lebih." Pran mengacak-acak rambut Pat dan mendorong mendorong kepala kekasihnya dengan lembut.

"Aku kan terluka. Tolong bantu dong."

Tentu saja Pran tidak tega menolak permintaan dengan wajah memelas kekasihnya itu. Ia lalu membuka laci nakas dan mengambil krim obat dari sana.

"Jadi kamu sudah memiliki krim obat sendiri sekarang?"

"Ya, karena aku tahu seseorang di sini akan membutuhkannya."

Pat mencibir melihat reaksi Pran menanggapi godaannya.

"Mana? Di mana yang sakit?"

"Di sini. Bahuku." Pat menunjuk bagian belakang bahu kirinya. "Iya, di situ."

"Di sini?" Pran mulai mengoleskan krim obat sambil memijitnya perlahan.

"Iya." Pat mulai memejamkan mata menikmati sentuhan kekasihnya. "Gosok semuanya."

"Di mana lagi?"

"Sedikit lagi."

Pran melanjutkan memijit bagian yang sama selama beberapa saat sebelum bertanya kembali. "Di mana lagi?"

"Hmmm. Ouch! Di sini." Pat menunjuka bagian kiri punggungnya sekarang. Pran segera mulai mengoles dan menggosok titik itu.

"Udah semua belum?"

"Belum. Pinggangku!"

"Di mana lagi?"

"Bagian tengah belakang."

Bermula dari bahu, titik yang perlu digosok dan dipijat oleh Pran menjadi banyak. Akhirnya Pran menggosok hampir seluruh bagian punggung Pat yang masih memejamkan mata keenakan. Ini tidak beres, Pat pasti mengerjainya!

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang