Chapter (4)

1.8K 161 13
                                    

"Kai, kamu mau kemana sore-sore gini? Udah mau malam, loh." Cegah wanita itu, yang kini Kai tahu bernama Karin.

"Kai mau ke luar sebentar, cari angin," jawab Kai tanpa menoleh.

"Tapi jangan pulang malam-malam, ya?"

"Iya, Kai pergi dulu." Kai melangkah menjauh, tidak berniat berbalik hanya untuk melihat bagaimana ekspresi Karin.

Karin menunduk dalam, sedih rasanya diabaikan oleh anak sendiri. Namun, ia mencoba sabar, suaminya bilang mungkin Kai mengalami masalah pada ingatannya.

Di perjalanan, Kai terus bergumam tidak jelas, meratapi nasibnya yang mengalami keanehan. Langkahnya dibawa ke halte ketika ia bertemu dengan si Nenek, ia berharap bisa bertemu lagi dengannya dan menanyakan segala hal.

Sebelum ke halte Kai mampir dahulu ke minimarket, membeli sebotol minuman. Netranya berkeliaran, memilih minuman mana yang akan ia beli dari balik kaca lemari pendingin.

Dan matanya tertuju pada botol berkarakter pinguin dengan perisa anggur. Langsung saja Kai mengambilnya lalu pergi ke kasir untuk melakukan pembayaran.

Setelah bayar membayar Kai keluar dari minimarket itu, melanjutkan perjalanan ke halte. Walaupun ia berada di tahun berbeda, namun jalan dan bangunannya masih sama.

Mungkin hanya bentuknya saja yang berbeda. Di zamannya bangunan minimarket tadi sudah menjadi swalayan. Dan bangunan lainnya sudah direnovasi menjadi lebih bagus.

Kai mendudukkan dirinya di bangku halte bus, haltenya tidak berubah. Masih sama seperti malam ia bertemu si Nenek.

Lama Kai duduk di sana sendiri sembari menikmati minuman yang dibelinya. Tapi, hal yang ia harapkan untuk bertemu lagi dengan si Nenek tak kunjung datang.

Sampai netra cokelatnya melihat sosok mungil sedang berjalan di sebrang jalan. Kai berdiri, kali ini ia tidak boleh diam saja karena terkejut, ia harus memanggilnya.

"MA—Hhmmptt!" mulut Kai dibekap oleh seseorang dari belakang.

Kai tidak peduli jika dirinya akan diculik, Kai memberontak supaya lepas dari pegangan kuat tangan tersebut. Namun, usahanya sia-sia yang ada ia malah semakin tidak bisa lepas dan membiarkan si mungil tadi pergi semakin jauh.

"Ssttt! Ini Nenek jangan teriak-teriak. Gak baik, udah mau malam." Kai berhenti memberontak, ia memutar badan perlahan ketika tangan tadi sudah tidak memeganginya.

Mata bulat Kai membola, mengenali sosok di depannya adalah si Nenek waktu itu. "NENEK PERMEN!" tidak memedulikan teguran si Nenek untuk tidak berteriak, Kai malah berseru kencang sekali.

Nenek itu menutup telinganya yang berdengung, benar-benar anak ini tidak bisa dibilangin. "Iya, ini Nenek. Udah, jangan melotot terus! Nenek takut bola matanya keluar."

Kai mengedip, ia mengikuti pergerakan si Nenek duduk di bangku halte. Matanya sudah tidak melotot, tapi terus memperhatikan gerak-gerik si Nenek tanpa lepas.

"Nenek Permen! Nenek hutang banyak penjelasan ke Kai!" seru Kai. Tidak peduli ia sudah meninggikan nada suaranya pada orang tua.

"Bukannya ini keinginan kamu? Buat pergi ke masa lalu orang tuamu, untuk memperbaiki kesalahpahaman di masa depan?"

Pertanyaan Nenek itu sukses membungkam mulut Kai yang akan meluncurkan protesan. Saking bingungnya akan situasi aneh, ia sampai lupa pada keinginan konyolnya.

"Emang ... Ini beneran, Nek?"

Si Nenek mengangguk, "iya. Permen yang Nenek kasih adalah permen ajaib, yang bisa mengabulkan permintaan yang memakannya."

Broken Home FailedWhere stories live. Discover now