Chapter 18

731 72 2
                                    

Di pagi harinya, seperti biasa. Kevan menjemput Kino di depan gerbang kompleks rumah Kino.

Katakan kalau Kevan pengecut, memang benar begitu. Kevan takut pada Ayahnya Kino.

Sudah banyak ia berbohong pada pria keturunan Jepang itu, bahkan sampai membuat beliau uring-uringan mencari Kino. Kalau begini sudah dipastikan untuk mendapat restu akan sangat sulit, tapi Kevan berusaha sedikit supaya Yudha bisa menerimanya.

Setengah jam diperjalanan akhirnya Kevan dan Kino sampai di sekolah. Kevan memarkirkan motornya di tempat strategis agar nanti saat keluar tidak perlu repot memindahkan satu motor dan motor lain.

"Eh, Cil tungguin!" jerit Kevan saat Kino sudah melangkah. Padahal Kino belum jauh berjalan, mungkin baru sepuluh langkah.

"Gak usah jerit-jerit gitu, kayak tikus aja," ucap Kino. Sedikit malu dirinya diperhatikan beberapa siswa bahkan security.

"Jaga-jaga Cil. Takutnya kamu kayak waktu itu, main ngibrit aja."

"Kan, itu dulu. Sekarang enggak," Kino gemas. Sehingga menarik lima helai rambut Kevan penuh cinta.

Kevan meringis, meminta ampun pada Kino juga memohon agar dilepaskan. Kino melepaskannya, bibirnya manyun kesal, kemudian ia baru menyadari kalau Kevan memakai hoodie yang asing dimatanya.

"Hoodie baru, Van? Beli dimana?" tanya Kino penasaran.

"Aku gak beli, Farel ngasih aku kemaren. Bagus gak?" Kevan berputar pelan, disusul dengan pose-pose aneh.

Tidak memperdulikan pose memalukan yang Kevan lakukan, Kino lebih memikirkan pada Yovaleno yang memberikan barang pada Kevan. Setahunya Yovaleno bukan tipe orang yang suka membeli barang, apalagi yang dirinya beli berwarna gelap seperti ini.

"Kenapa Yova ngasih ke kamu?"

"Katanya pesenannya gak sesuai, karena Farel gak suka warnanya jadi dia ngasih ke aku. Daripada dibuang, atau dikasih ke yang lain mending buat aku. Selera Farel juga bagus."

Satu lagi, Yovaleno tidak semudah itu memberikan barang pada seseorang. Yovaleno juga orangnya teliti, kalau memang salah pesan Yovaleno akan mengembalikannya segera.

"Kevan!" suara dari arah belakang mengalihkan pikiran Kino. Dilihatnya Yovaleno yang berlari kecil menghampiri Kevan dan Kino.

"Pagi Kevan, pagi Kino!"

"Pagi juga Rel."

"Pagi Yova."

Yovaleno tersenyum lebar, senyuman yang cerah secerah matahari. Saat melihat Kevan senyumnya semakin cerah.

"Wah, emang cocok kalo dipake sama kamu. Untung aku ga balikin, atau ngasih ke Harith," puji Yovaleno memperhatikan tampilan Kevan dengan hoodie pemberiannya.

"Ya jangan dikasih si Harith, gue yakin dia bakal nolak. Omong-omong, bagus gak?"

"Kan, aku udah bilang, cocok di kamu! Bagus banget!"

"Hahaha, thanks deh. Lo mau langsung ke kelas?"

"Oh enggak, aku mau ke perpustakaan dulu."

"Ya udah, belajar yang bener. Jangan bolos." Tangan besar Kevan dibuat untuk mengusak surai pirang Yovaleno.

Kevan melakukanya tepat di hadapan kekasihnya, Kino. Pemuda manis itu sudah memasang wajah tidak enak.

Saat Yovaleno sudah pergi pun wajah Kino masih masam, apakah Kino cemburu? Mungkin iya.

"Ayo, Cil." Kevan menarik lembut lengan Kino, berniat mengantar si manis ke kelasnya.

Sampai di depan kelas Kino, Kevan menatap lekat wajah kekasihnya. Memuja betapa beruntungnya ia mendapatkan Kino.

Broken Home FailedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang