Chapter 14

952 100 8
                                    

"Harith, kamu bisa anter aku ke rumah Ayah?"

"Apaan, sih? Gue bukan supir lo! Naik taksi aja sana!"

Harith beranjak dari duduknya, melenggang pergi dengan masih fokus pada ponsel di tangannya. Sedangkan yang barusan ditinggal –Yovaleno– tercenung, menahan rasa sakit yang membludak di hati.

Puk ...

Tiba-tiba Yovaleno merasakan sentuhan lembut di atas kepalanya. Ia mendongak, dan menemukan Kevan berada di belakangnya.

Dia tersenyum tipis lalu duduk di tempat Harith duduk tadi. "Kenapa? Kangen sama Ayah, lo?" tanya Kevan perhatian.

"Iya, aku kangen Ayah. Tapi, gak ada yang bisa anter ke sana. Kalo pakai taksi nanti Ibu tau," jawab Yovaleno lemas.

"Ya udah, gue yang anter. Gimana?"

"Beneran? Kamu gak ada acara, atau pergi sama Kino?"

Kevan menggeleng, "gak ada. Mau gak, nih? Mumpung gue lagi baik, dan gak minta ongkos bensin."

Yovaleno terkekeh, walaupun Kevan mengatakan seperti itu, dia tidak pernah serius dengan yang namanya ongkos bensin. Kevan orangnya tulus, tidak pernah meminta imbalan, tapi, Yovaleno yang punya jiwa tidak enak tinggi selalu membelikan Kevan makanan sebagai gantinya.

"Beneran?" tanya Yovaleno lagi, memastikan kalau Kevan tidak sedang dalam janji yang lain.

"Iya~ Farel. Udah ya, gue mau ke kantin lo ikut gak?"

"Eum? Enggak, deh. Aku di sini aja."

"Oke, nitip?"

"Gak usah, aku bawa bekal." Kevan mengangguk, kemudian melangkah keluar dari kelas.

.

.

.

.

Sesampainya di kantin Kevan segera memesan makanan, semangkuk bakso dan segelas jus jeruk. Matanya mengedar ke segala arah, mencari keberadaan teman-temannya.

Tidak butuh waktu lama untuk menemukan gerombolan geng-nya. Mereka duduk di meja sudut kantin, tempat yang biasa mereka tempati.

"Woi! Ke kantin kagak ngajak-ngajak." Tegur Kevan, duduk di samping Yves. Acara mengobrol asik mereka segera berhenti ketika menemukan Kevan sudah berada bersama di sana.

"Kirain lo ke kelasnya Kino, jadi kita langsung aja ke sini. Udah laper juga," kata Krisna tanpa melihat Kevan. Bibirnya sibuk menyeruput minuman di gelas plastiknya.

"Kalo di jam istirahat pertama gini Kino gak bakal mau diajak ke kantin. Lain kali ajak gue, biar gak keliatan sendiri."

"Ngenes, sih, lo! Lagian ngapain capek-capek ngejar si Kino yang orangnya plin-plan? Mending sama si pirang aja, tuh," celetuk Yves yang diangguki Harith.

"Iya, keliatannya si Yova suka sama lo. Kemana-mana nempel lo mulu," balas Harith. Tidak menyadari hawa tidak enak menguar dari Kevan.

Krisna dan Satria saling pandang, mereka memasang badan. Bersiap jika saja Kevan tiba-tiba mengamuk.

"Farel sahabat gue, gak mungkin juga dia suka sama gue. Dia tau batasan, gue suka Kino, Farel juga tau, malah Farel yang sering ngasih gue saran tempat-tempat bagus buat ngajak Kino jalan," ucap Kevan mencoba tenang dan tidak terpancing emosi.

"Iya dah, yang paling bucin. Di ghosting gimanapun tetep setia, ahay!" Krisna cepat-cepat menanggapi dengan candaan sebelum Yves membuka mulut lagi.

"Mending makan dulu. Ntar waktu istirahatnya abis," si bijak Satria menengahi. Matanya memberi isyarat pada Harith agar tidak melanjutkan.

Mereka mulai memakan makanannya, Kevan pun membuang napas perlahan. Meminimalisir luapan emosi, agar ia tidak meledak dan berakhir ribut dengan dua temannya.

Broken Home FailedWhere stories live. Discover now