Chapter 11

1K 114 0
                                    

Kejadian itu begitu cepat, Regan tercenung dengan keringat membanjiri pelipisnya. Jantungnya bergemuruh hebat, sampai-sampai menyakiti dadanya.

Entah apa yang sedang Kino pikiran sampai dirinya tidak melihat-lihat ketika menyeberang jalan. Sebuah truk melaju berkecepatan sedang, suara klakson nya terus berbunyi memperingatkan Kino.

Semakin menambah khawatir saat Kai berlari kearah Kino, berteriak sangat kencang sehingga atensi semua orang mengarah pada mereka. "MAMA!"

Teriakan itu memacu adrenalin. Wajah panik, jantung yang seperti berhenti berdetak.

BRUK ...!!!

Berwajah shock, Kino melebarkan matanya. Kejadian itu benar-benar cepat. Tidak membiarkan ia bernapas sedetik saja.

"Mama! Hiks, Mama jangan ... Mama, hiks! Mama!" sampai suara isakan seseorang yang memeluknya menyadarkan Kino dari keterkejutan.

Truk itu terus melaju tanpa berhenti, sama sekali tidak ingin ikut campur dan berakhir terkena masalah. Meninggalkan dua manusia yang terduduk di trotoar, Kai menjadikan tubuhnya untuk melindungi Kino dari benturan.

Kai sama sekali tidak peduli pada punggung atau kepala belakangnya yang terasa sangat sakit. Baginya keselamatan Kino adalah hal utama yang harus Kai pedulikan, tentang dirinya bisa nanti.

"Mama, jangan ... Hiks!" Kai semakin mengeratkan pelukannya, wajahnya ia benamkan diperpotongan leher Kino.

Mengikuti insting hati, Kino bergerak memeluk Kai. Mencoba kembali bernapas dengan normal.

Memberikan kata-kata penenang jika dirinya baik-baik saja, mengusap punggung itu lembut. Sesekali mencium pucuk kepala Kai sayang, "Mama gak apa-apa. Mama baik-baik aja."

Ucapan itu meluncur begitu saja, Kino tidak sepenuhnya sadar sudah memanggil dirinya dengan sebutan Mama karena masih dilanda kaget hebat.

"KAI!"

"KINO!" suara Regan dan pemuda lain bersahutan memanggil nama yang berbeda.

Keduanya berlari kearah Kai juga Kino dari arah berlawanan. Orang-orang mulai berdiri di pinggir taman, menonton apa yang terjadi tanpa niatan membantu.

Regan menarik wajah Kai agar tidak bersembunyi di balik leher Kino, menatap wajah menggemaskan itu khawatir. Lalu memeriksa apakah ada luka lain selain lecet di lututnya di tubuh Kai, mulai dari tangan, kaki, hingga kepalanya.

Menghela napas lega saat tidak menemukan hal mengerikan itu, Regan ikut memeluk Kai yang tidak melepaskan dirinya dari pelukan Kino. Mengusap-usap kepalanya memberikan ketenangan pada sahabat menyebalkannya itu.

"Kino, lo gak apa-apa? Kai?" tanya Kevan yang napasnya memburu hebat.

Kino menggeleng tanda ia baik-baik saja, tetapi matanya mengarah pada Kai yang tidak hentinya menangis. Kevan berjalan kesisi Kai, menepuk pundak Regan agar dia melepas pelukannya.

Diusapnya kepala Kai, sesuatu yang aneh hinggap di hati Kevan. Marah sekaligus rindu menjadi satu. Kevan tidak bisa mendefinisikannya.

Kevan menarik Kai agar melepas pelukannya, lalu dilihatnya wajah Kai. Hidung merah, serta derai air mata tidak hentinya mengalir dari matanya.

Menyentuh pipi berisi Kai, dihapusnya jejak air mata lembut. "Kai gak apa-apa kan? Jangan nangis, Kino baik-baik aja, kok," ucap Kevan menenangkan.

Kai menatap lamat netra hitam Kevan, kemudian beralih pada Kino yang sedang ditenangkan Regan. "Mama gak apa-apa?"

"Iya, Mama gak apa-apa. Ayo, kita pindah ke tempat yang lebih nyaman." Tubuh lemas Kai diangkat pelan. Begitu juga Kino yang sudah berdiri dibantu Regan.

Broken Home FailedWhere stories live. Discover now