Chapter 19

789 65 8
                                    

Sampai di rumah kediaman Leeches, Kevan turun dari motor. Senyumnya masih terpantri jelas dibibir tipisnya.

Saat akan memasuki rumah barulah ia sadar, kalau helm masih terpasang di kepalanya. Menepuk pelan sisi helmnya, Kevan menarik lepas benda tersebut dari kepala yang dipenuhi bayangan wajah Kino.

Melangkah masuk dengan kaki yang menghentak gembira, melompat-lompat seperti anak kecil yang dibelikan mainan baru.

"Huwah! Senangnya dalam hati! Dapet ciuman dari Kino~" senandungnya bahagia.

Kevan menuju dapur untuk menuntaskan dahaganya, baru merasakan efek gigi kering akibat terlalu lebar dirinya tersenyum.

"Asek! Kino cium pipi gue, ayang Kino kecup pipi gue, bebeb Kino shun pipi gu—eh?" Kevan berhenti melantur saat merasakan kakinya menginjak sesuatu.

"Apaan, nih?" Kevan menunduk ke bawah meja, untuk melihat benda apa yang barusan diinjaknya.

Kemudian saat Kevan melihat objek besar yang bersemayam di bawah meja, wajah Kevan memucat terkejut. Butuh beberapa detik untuk Kevan mencerna makhluk apa yang berada di bawah meja, sampai sosok itu mendongak Kevan menjerit diikuti sosok itupun ikut menjerit kaget.

"AAAAAAAAAAA!"

DUAK ...!!!

Dua kepala berbeda ukuran itu terhantuk meja, Kevan meringsut mundur dengan mata melotot. Tidak peduli pada kepalanya yang sekarang berdenyut sakit.

Berbeda dengan Kevan, orang itu keluar dari bawah meja. Matanya berkaca-kaca seraya mengusap-usap kepalanya.

Langkah kaki terdengar terburu-buru menuruni anak tangga. Tio datang, disertai wajah panik.

"Astaga, ada apa ini? Kenapa pada teriak?" tanya Tio, menatap Kevan sebentar lalu ke seseorang yang sepertinya akan menangis sebentar lagi.

Tio langsung memeluk orang itu, mengusap lembut kepala yang mulai menonjol. "Kevan! Kamu apain Kai, hah!" bentak Tio, menatap galak anak keduanya.

Seseorang yang berada di pelukan Tio yang ternyata Kai mati-matian menahan suara tangisnya. Sedangkan Kevan yang dituduh sembarangan mendelik tidak terima.

"Aku gak ngapa-ngapain dia, Bu! Lagian kenapa bisa ada tikus lucu di rumah?" Kevan tersentak, menyadari ada satu kata aneh meluncur dari mulutnya. "Maksudnya, kenapa ada tikus jadi-jadian di rumah kita! Kenapa Bubu sembarangan masukin orang?"

Pletak

Kevan harus merasakan sakit lagi, Tio dengan tidak berperasaan nya menjitak kepala Kevan. "Hati-hati kalo ngomong, Kevan! Kalo Kai tikus jadi-jadian, kamu apa? Anjing jadi-jadian?"

"Aduh Kai, kamu gak apa-apa, kan? Mana yang sakit, hm?" tanya Tio penuh kasih sayang.

Kevan merenggut tak suka, "Bu! Anak Bubu di sini, loh. Dia bukan anak Bubu."

"Anak Bubu berakhlak, ya. Kamu siapa? Akhlak aja gak ada."

"Dih, Baran sama Saren lebih gak berakhlak dari aku!"

Tio memberikan pelototan garang pada Kevan yang berani-beraninya menjawab ucapannya. Pemuda itu langsung menunduk takut akan tatapan menyeramkan Bubunya.

"WAAA! KAI KATAUAN!" suara keras Baran mengalihkan perhatian tiga orang yang sedang duduk di lantai dapur.

Tio baru akan menegur Baran yang berteriak, tapi urung ketika si bungsu langsung berlari menghampiri Kai. "Kai, kok kamu nangis? Kita kan cuma main petak umpet, bukan main perang-perangan," ucap Saren polos.

Bran yang mendengar kalau Kai menangis ikut berjongkok di sebelah Tio. "Kai kenapa? Bubu, Bubu gak marahin Kai, kan?"

"Enggak, lah. Tanya tuh, sama Abang kamu." Tio menunjuk Kevan dengan dagunya.

Broken Home FailedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang