Chapter (9)

1.1K 112 1
                                    

Saat ini Kino dan lainnya sedang mampir ke sebuah cafe tidak jauh dari sekolah. Berkumpul bersama karena tadi tidak bertemu di kantin seperti biasanya.

"Tadi gue denger mereka ngata-ngatain lo lagi. Kenapa lo diam aja sih, padahal lo bisa aja ngelawan," ujar Haikal pada Yovaleno. Nada suaranya sangat geram, ingin memaki siapapun yang sudah mengejek temannya dengan kata-kata kasar.

"Biarin aja, percuma aku lawan kalo mereka udah betah ngatain aku. Nanti juga mereka capek sendiri," timpal Yovaleno tidak peduli. Padahal dalam hatinya ia ingin sekali menjerit.

"Sesekali gak apa-apa negur mereka Va, jangan gue terus yang melototi mereka," ujar Juan. Ia menusuk kentang goreng dengan garpu brutal, gemas pada Yovaleno.

"Udah, udah jangan emosi. Sekarang mending kalian fokus ke Kino, gak biasanya dia diam-diam gini," kata Yovaleno mengalihkan topik. Sontak saja semua perhatian tertuju pada Kino yang hanya diam melamun.

"Heh! Mengapa lo?" tanya Regan mengesalkan, dia menendang kaki Kino dari bawa meja.

Lututnya terbentur meja karena kaget, lalu Kino memukul tangan Regan sebagai balasan. "Apaan sih!"

"Lo kenapa?" kali ini Sadam yang bertanya, ia menahan pundak Regan agar tidak membalas perlakuan Kino tadi.

"Menurut kalian, aku jahat gak sama Kevan?" semua terdiam, mencerna pertanyaan yang dilontarkan Kino.

"Jahat gimana?" tanya lagi Sadam, ia benar-benar tidak mengerti maksud 'jahat' dari Kino.

"Ya, dia kan pernah nyatain perasaannya ke aku dulu. Sampai sekarang aku belum ngasih jawaban pasti ke dia, dan aku bersikap gak peduli juga jutek ke Kevan. Itu ... Jahat gak?"

"Menurut gue lo jahat!" semua mata menatap Haikal, dari keempat orang di sana memberikan berbagai macam ekspresi.

"Jangan ngeliatin gue sinis gitu Ren! Maksudnya tuh, lo emang jahat soalnya ngegantung si Kevan sampai setahun lamanya. Dan gue kasian sama dia yang terus ngedeketin lo dengan berbagai cara, bahkan rela mempermalukan dirinya buat lo doang ..."

Haikal menghela napas, "mending coba sedikit buka hati lo buat dia. Kevan udah ngorbanin semuanya cuman demi elo, lo tau kan kalo Kevan itu pengen banget masuk SMK dan ngambil jurusan teknik, tapi tiba-tiba pindah haluan karena lo masuk SMA. Tepat banget SMK-nya sebelahan sama sekolah kita, gue sering ngeliat dia bengong di parkiran ngeliatin anak-anak SMK lagi praktik di luar."

Kino termenung, keheningan melanda di sekitar mereka. Suasana yang tadinya hangat menjadi kaku.

"Haaah! Lo gak jahat Kin, tapi gak berperasaan aja. Gue juga kesel sih kalo gue di posisi Kevan, mungkin kalo gue beneran jadi Kevan gue bakal nyerah dan ninggalin elo," ucap Juan.

"Gitu ya," lirih Kino. Kepalanya semakin menunduk, hatinya dilingkup rasa bersalah.

"Enggak, enggak. Kino gak jahat kok, apalagi enggak berperasaan. Kamu cuman takut, kamu masih terjebak dalam trauma yang dulu. Mulai sekarang, kamu coba deh, buka sedikit hati kamu, kurang-kurangin juteknya ke Kevan." Yovaleno mengusap pundak Kino, menenangkannya. Matanya melotot seram kearah Haikal dan Juan.

"Eh, itu si Kevan sama rombongannya, kan?" ujar Regan tiba-tiba sambil menunjuk keluar cafe.

Serentak keempatnya menoleh, melihat dari jendela besar cafe. "Nah, itu Kai juga ngapain ... Eh, Kai!" Regan segera berlari keluar diikuti yang lainnya karena panik melihat Regan.

"KAI!" panggil Regan dengan berteriak, dia berlari menyebrang jalan. Tanpa peduli teriakkan teman-temannya ketika hampir saja dia tertabrak mobil.

"Kai! Katanya lo pulang duluan, kenapa malah sama mereka? Heh, kalian gak ngapa-ngapain Kai, kan!" tuduh Regan, matan rubah itu memicing tajam.

Broken Home FailedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang