Chapter (29)

628 60 6
                                    

Kai masih ada di posisi sebelumnya, memeluk tubuh Nenek Permen. Mencari kehangatan yang rasanya sudah lama sekali tidak ia dapatkan.

Namun, kepalanya bergerak-gerak tidak karuan. Membuat Nenek Permen harus mendorong anak itu menjauh darinya.

"Kamu kenapa, sih? Gak bisa diem banget," kesal Nenek itu. Tapi, Kai tidak mengindahkan dan tetap diam untuk berpikir.

"Kenapa, Kai?"

"Kayaknya Kai ngelupain sesuatu, deh."

"Coba inget-inget, apa yang Kai lupain."

"Eemm, apa ya?"

Kai meletakkan telunjuknya di bawah dagu, menerawang ke atas langit seraya berpikir keras. Sampai dirinya mengingat hal penting apa yang sudah ia dilupakan.

"KAI LUPA SAMA JANJI KAI!" teriak Kai nyaring, setelah berteriak demikian anak itu berlari keluar gerbang secepat angin.

Satpam yang berjaga sampai terbengong karena Kai melewatinya begitu saja saat dirinya ingin menutup pagar. Setelah sadar siapa yang barusan lewat, pria tua itu baru mengejar Kai, tapi jejaknya sudah tidak terlihat.

.

.

.

.

Kai berlarian di jalan yang cuacanya cukup panas, sampai di depan gerbang sekolah yang tinggi, barulah Kai berhenti dengan tangan bertumpu pada lutut. Mengatur napasnya yang terputus-putus karena jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh.

Tidak ingin buang waktu barang satu menit, Kai kembali berlari memasuki pekarangan sekolah. Menyusuri koridor yang sudah sepi, hanya sayup-sayup terdengar suara berisik alat musik dari ruang musik.

Kai sampai di depan kelas seseorang, kelasnya Yovaleno. Orang yang sudah ia buatkan janji, tangan Kai terulur untuk membuka pintu. Tapi, sudah didahului oleh seseorang di dalam yang membukanya.

"Kai? Aku kira gak jadi, tadinya aku mau pulang," suara Yovaleno. Pria itu tersenyum kecil melihat kondisi Kai yang acak-acakan.

Pikirnya pasti dia melupakan janjinya seperti sebelum-sebelumnya, tapi ia cukup menghargai usaha Kai yang rela berlari-lari untuk menemuinya. Tidak salah dirinya membatin untuk menunggu sepuluh menit lagi, jika ia pulang saat pengumuman dikumandangkan, Kai pasti yang akan menunggunya.

"Maaf Yova, Kai kelupaan," bola mata Kai berkaca-kaca. Dan itu cukup berhasil meluluhkan hati Yovaleno.

"Iya, gak apa-apa. Jadi, kamu mau ngomong apa? Mau ngomong dimana?" tanya Yovaleno beruntun, Kai memasang pose berpikir.

Setelah dua menit berpikir, akhirnya Kai menemukan tempat yang cocok. Anak itu menjentikkan jarinya di samping kepalanya.

"Di pantai!"

"Hah?" sungguh Yovaleno tidak habis pikir dengan jalan pikiran Kai yang kadang di luar akalnya.

"Kejauhan Kai, nanti kan aku harus kerja," kata Yovaleno mencoba bernegosiasi.

"Enggak, enggak. Di pantai aja, Kai lagi pengen ke pantai. Soal kerja, nanti Kai yang bakal bantu bilang sama bosnya Yova."

"Tapi—" Kai tidak membiarkan Yovaleno berbicara lagi. Dengan tergesa-gesa dia menyeret tangan Yovaleno kearah gerbang sekolah.

Yovaleno ingin menahan sekuat tenaga, namun melihat bibir itu terus bergumam 'pantai', ia jadi tidak tega untuk menolak. Ya, tidak apa sesekali tidak masuk kerja, lagipula dirinya sudah sangat menekan diri untuk belajar. Refreshing di pantai tidak ada salahnya.

Bruk!

"Kenapa, Kai?" Yovaleno harus mengusap hidungnya karena barusan ia bertabrakan dengan punggung Kai yang tiba-tiba berhenti.

Broken Home FailedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang