Chapter (22)

677 57 3
                                    

Yovaleno melangkah pelan di jalan kecil menuju rumahnya. Kepalanya miring ke kanan dan kiri membuat bunyi tulang yang tergeser.

"Capek, kerja di Mall itu bukannya enak malah sengsara. Nyebelin!" gumam Yovaleno bernada kesal.

Hari sudah malam, jalanan pun sepi hanya satu atau dua motor yang kadang lewat. Itupun Yovaleno harus memasang badan dan mata sigap menatap sekitar, karena takut tiba-tiba ada preman yang akan memalaknya.

Kaki Yovaleno dibawa berlari, ia ingin cepat-cepat sampai ke rumah lalu beristirahat. Tubuhnya benar-benar hancur, leher, kaki, tangan, punggung, semuanya sakit.

"Mungkin habis ini minta Nenek pijitin, sakit banget ya Tuhan." Yovaleno berujar lelah, matanya tiba-tiba berkaca-kaca tapi, tidak ingin menangis hanya sedih melanda.

Sampai di depan rumah Yovaleno kaget akan keberadaan seseorang berpakaian hitam di teras sedang berjongkok dan mengutak-atik jendelanya. Jantung Yovaleno berdetak kencang, takut kalau itu maling, tapi juga penasaran.

Dengan begitu Yovaleno memilih menghampiri dengan langkah pelan. Diambilnya sapu lidi untuk berjaga-jaga kalau orang itu benar-benar maling.

Sapu diangkat tinggi, bersiap memukul kepala orang tersebut. Namun, orang itu langsung menoleh pada Yovaleno.

Yovaleno hampir menjerit jika ia tidak ingat kalau ini sudah malam, maka Yovaleno hanya menjatuhkan sapu lidinya ke lantai. Menimbulkan bunyi keras barang jatuh.

"Lo ngapain?" tanya orang berpakaian hitam, yang jika dilihat baik-baik adalah Harith.

Mengatur detak jantungnya yang memburu serta napas yang tanpa sadar Yovaleno tahan. Menghembuskan nya pelan, kemudian menatap Harith yang masih berjongkok.

"Seharusnya aku yang nanya gitu. Kamu ngapain? Pake baju item, terus jongkok otak-atik jendela rumah orang. Aku pikir kamu maling," cerocos Yovaleno dalam satu tarikan napas.

Harith mendengus disertai kekehan kecil, memasukan obeng ke dalam tasnya kemudian berdiri. Tangan kanannya ia masukan ke saku, menatap Yovaleno yang lebih pendek darinya.

"Napas dulu yang bener baru ngomong."

"Udah bener, kok. Kamu ngapain di sini? Kamu beneran mau maling? Apa yang mau kamu ambil di rumah aku yang kecil ini? Aku enggak—" ucapan Yovaleno tertahan kala Harith meletakan jari telunjuknya di bibir Yovaleno.

"Sssstttt! Bacot bener, udah malem. Gak sadar kalo suara lo setara sama toa?"

"Habisnya kamu—"

"Gue gak ngapa-ngapain. Nih, kunci rumah lo. Lain kali kalo naro kunci jangan di tempat yang gampang keliatan, seharusnya lo berterima kasih sama gue karena udah ngejaga rumah reyot elo." Setelah mengatakan itu Harith mengambil tasnya, kemudian melangkah cepat keluar dari pekarangan rumah Yovaleno.

Pemuda pirang itu menatap kunci di tangannya, lalu pada Harith yang sudah pergi bersama dengan motor ninja nya. Yang awalnya Yovaleno memasang wajah panik, terganti dengan senyuman malu-malu.

"Gak biasanya Harith ngomong panjang kayak gini ke aku," menatap pada jendela yang Yovaleno baru sadari kalau itu adalah jendela yang rusak karena ulah Harith.

"Bahkan benerin jendela rumah kayak gini. Biasanya kalo udah ngerusakin barang punyaku dia bodo amat, tapi ini ..." Yovaleno memerah, segera dirinya memasukan anak kunci dan memutarnya.

Masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya kembali ia kunci dari dalam. Yovaleno mengigit jari-jarinya, dadanya bergemuruh menyakitkan, namun sakit kali ini menyenangkan.

Yovaleno menyukai rasanya.

.

.

.

Broken Home FailedOù les histoires vivent. Découvrez maintenant