Bag. 14

6 2 0
                                    

Sekarang sudah hari sabtu lagi. Pagi-pagi sekali Jeara sudah duduk di tepi pantai sambil memperhatikan langit jingga oleh matahari yang masih mengintip.

Jeara menatap lurus pada lautan yang ada di depannya. Perasaan berharapnya masih ada. Menatap bergantian dengan para nelayan yang datang sehabis melaut semalaman. Meski tahu tak ada sosok yang ia cari di antara mereka, Jeara tetap memperhatikan mereka satu persatu.

Jeara masih percaya bahwa Jerion masih hidup. Ia menyingkirkan segala kemungkinan buruk yang mungkin terjadi menimpa ayahnya, semacam dimakan oleh binatang laut. Jeara merasa itu tidak mungkin, ayahnya pernah bilang, di laut tempat mereka tinggal itu, tak ada hewan laut yang berbahaya. Dan Jeara mempercayai itu hingga sekarang.

"Ayah, Jeara rindu. Kapan ayah akan pulang?" ucap Jeara pelan pada angin pagi yang berembus.

"JEARA! OY!" seru Venus, Raka, dan Yusuf dari kejauhan. Sepertinya mereka bertiga janjian untuk tidak bekerja dihari libur ini.

Jeara melambaikan tangannya karena tak ingin membalas teriakan.

"Kalian habis darimana?" tanya Jeara begitu mereka sudah ikut duduk di sampingnya.

"Tidak habis darimana-mana. Justru kami yang harusnya tanya, kamu sedang apa pagi-pagi di tepi pantai sendirian begini?" sahut dan tanya Yusuf.

Venus memelototkan matanya pada Yusuf yang bertanya seolah tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Raka pun mencubit pelan punggungnya.

"Maaf, Je, aku tidak bermaksud menyinggung."

"Tidak apa-apa. Kalian mau olahraga pagi, ya? Kenapa malah ikut duduk di sini?" sahut Jeara dan melihat ke arah sepatu yang digunakan oleh ketiga temannya itu.

"Rencananya kita mau jemput kamu di rumah tadi. Tapi kamu tidak menyahut sama sekali. Karena kami tahu kamu bukan tipe orang yang susah dibangunkan, jadi kami pikir kamu pasti lagi ada di pantai sekarang. Dan ternyata benar." kata Venus memberi penjelasan.

"Ya sudah, karena kalian jarang-jarang libur kerja. Aku akan ikut kalian olahraga."

"Tapi kamu tidak memakai sepatu olahraga." kata Yusuf menunjuk pada kaki Jeara yang hanya mengenakan sendal.

"Tidak apa-apa. Yang penting itu geraknya. Ayo, jalan sekarang." sahut Jeara.

Mereka pun berlari kecil di sepanjang pantai sambil menunggu matahari yang sebentar lagi akan terbit. Jeara sesekali tertawa melihat tingkah laku Raka dan Yusuf yang terkesan konyol. Mereka saling dorong sampai terjatuh.

Pagi yang biasa dilalui Jeara dengan senyum paksa itu untuk hari ini menjadi lebih berbeda. Ia tersenyum bahkan tertawa tanpa paksaan sama sekali. Ia senang karena kali ini akan mengabiskan waktu bersama teman-temannya.

"Capek. Istirahat dulu." kata Venus yang memilih berhenti dan duduk menyender pada sebuah batu besar diikuti oleh yang lainnya. Sekarang sudah pukul 9 lewat sedikit. Matahari sudah muncul sepenuhnya. Rasa sejuknya perlahan mulai berkurang.

"Aku mau beli minuman dulu. Kalian mau titip apa?" tanya Yusuf dengan berdiri di depan mereka.

"Aku mineral saja." kata Jeara.

"Aku juga." sahut Venus dan Raka nyaris bersamaan.

"Oke, ditunggu ya." setelah itu Yusuf pun pergi.

"Jeara, tadi malam aku tidak lihat kamu jadi badut. Kamu kemana?" tanya Venus yang biasa lihat Jeara jadi badut melalui jalan di depan toserba ia bekerja.

"Pesanan gambaran kamu lagi banyak, Je?" tanya Raka juga.

"Nggak, aku cuma main aja sama Suga. Lagian, jadi badut bukan pekerjaan utamaku. Jadi, aku bebas memilih libur kapan saja." sahut Jeara.

"Main? Emangnya kamu ada hubungan apa sama Suga? Sejak kemarin aku sudah penasaran dengan hubungan kalian." tanya Venus dengan menopangkan tangannya di dagu.

"Sudah ketinggalan berapa dialog, nih. Ulang ulang dong." seru Yusuf tiba-tiba seraya membagikan ketiga pesanan teman-temannya.

"Kita baru mau mulai merumpi." sahut Raka sesaat meminum minumannya.

"Hubungan apaan. Aku sama Suga itu cuma temenan aja. Lagian, kan kalian tahu sendiri Suga itu gimana dan dia darimana. Jadi, aku main sama dia buat ngasih tahu tempa-tempat bagus di kota ini aja." sahut Jeara tidak sepenuhnya berbohong. Ia tidak bisa bilang mengenai rumah pohon. Ia takut tempat itu adalah tempat privasi untuk Suga, dan kemarin ia memang sengaja diajak main ke sana.

"Kalian dekat banget. Udah kayak orang pacaran aja." celetuk Yusuf sambil dengan memakan es krim cupnya.

"Dekat bukan berarti pacaran. Buktinya kita semua, dekat tapi nggak ada yang pacaran kan. Justru yang ada kita sahabatan."  kata Jeara.

"Benar tuh. Kalian tuh, duit masih minta sama orangtua aja sok-sokan ngomongin pacaran." Venus ikut menimpali.

"Eh, omong-omong, karena kita lagi pada libur, gimana kalau kita pergi ke mercusar yang ada di tengah laut? Kayaknya udah lama banget kita nggak pergi ke sana. Aku sama Yusuf aja jaga kapal selalu kapal yang nggak pernah pergi kemana-mana. Ajak Suga juga. Gimana, Je?" ajak Raka tiba-tiba.

"Boleh juga idemu. Aku jadi ingat sama lukisan yang dibuat Jeara di dindingnya 2 tahun lalu. Kira-kira masih ada nggak ya?" seru Venus begitu antusias dengan ajakan itu.

"Aku juga mau berenang sambil nyusunin terumbu karang di sekelilingnya kayak waktu kita masih kecil." "kata Yusuf yang tiba-tiba teringat dengan kebiasaan masa kecilnya.

Jeara masih diam sambil berpikir. Sepertinya mereka melupakan sesaat dengan kepercayaan Jeara pada lautan. Tidak hanya kali ini, sebelumnya Jeara juga sulit untuk tiap kali diajak pergi ke tengah laut. Sebab ia akan teringat dengan ayahnya.

"Je?" panggil Raka agak lembut.

"Oke. Aku ikut." kata Jeara pada akhirnya. Sesaat yang lalu, ia berpikir bahwa ia tak bisa terus-terusan seperti ini. Ia tak boleh berlarut-larut dengan rasa sedihnya. Maksud teman-temannya juga baik. Mereka tak mau melihat Jeara terus-terusan menyukai laut sekaligus membencinya disaat yang bersamaan. Karena itu akan sangat aneh dan membingungkan.

"Pukul 11 kita berkumpul di dermaga. Sekarang kita pulang dulu ke rumah masing-masing. Dan kamu Jeara, pastikan untuk membawa Suga ke dalam kelompok kita. Aku yakin Suga pasti mau kalau kamu yang ajak dia." kata Raka saat mereka sudah keluar dari jalur pantai.

"Hm. Sampai jumpa." sahut Jeara dengan tersenyum seraya berjalan menuju rumah.

______________

Jeara berdiri di depan sebuah vila paling besar yang ada di sekitar bukit dekat pantai itu. Ini adalah kali pertamanya mendatangi ke kediaman Suga. Ia belum pernah menduga hal ini akan cepat terjadi.

"Loh? Kamu temannya Suga, kan?" Ia adalah om Wisman, supir yang sering antar jemput Suga.

"Eh? Suga-nya ada, Om?" tanya Jeara agak kaku.

"Masuk dulu. Sebentar saya panggilkan." ucap Wisman dengan mempersilakan Jeara masuk. Kemudian ia beranjak untuk naik ke lantai atas mendatangi anak tuan besarnya.

Ia membuka pintu dan menggerak-gerakan bahu Suga agar ia terbangun. Awalnya, Suga masih menggeliat dan tak menghiraukan desakan dibahunya. Namun, sesaat Wisman menuliskan nama Jeara di punggungnya barulah Suga bangun sepenuhnya. Kantuknya tiba-tiba saja menghilang.

"Ada Jeara di luar mencarimu." kata Wisman dengan bahasa isyarat.

"Untuk apa dia mencariku? Tidak seperti biasanya."

"Cepatlah bersiap dan temui dia sekarang. Aku akan turun ke bawah menyiapkan sarapan untukmu dan untuknya. Cepatlah." kemudian Wisman turun mengampiri Jeara yang sedang melihat-lihat ornamen yang ada di dalam villa.

Its OK to Not be Okay [Completed]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum