Bag. 15

9 4 0
                                    

Suga sudah siap dengan pakaian santainya untuk ikut Jeara pergi.

"Om Wis, kami berangkat dulu, ya." pamit Jeara dan Suga dengan bahasa isyaratnya.

"Ya, hati-hati kalian. Kalau ada apa-apa hubungi om ya." sahut Wisman sambil menggerakan tangannya.

Pukul sebelas kurang limabelas menit, Suga dan Jeara sudah tiba lebih dulu di dermaga. Di sana sudah ada perahu berukuran sedang, milik ayahnya Raka dulu.

"Apa kita akan naik perahu itu?" tanya Suga sambil menunjuk ke perahu.

Jeara mengangguk membenarkan. "Aku yakin kamu bakalan senang saat berada di atas sana. Tempatnya keren banget lho." puji Jeara saat mengingat kali terakhir ia pergi ke sana sekitar... rasanya sudah lama sekali.

"Karena perginya denganmu. Aku percaya bahwa pemandangan yang dilihat olehmu pasti akan selalu cantik. Apa kamu juga akan melukis di sana?" kata Suga sambil mencari-cari dimana Jeara menyimpan buku gambarnya. Pasalnya Jeara hanya mengenakan tas kecil untuk membuat ponselnya saja saat ini.

"Kamu akan tahu kalau sudah tiba di sana nanti. Nah, itu teman-teman datang." kata Jeara menunjuk pada ketiga temannya yang datang bersamaan. Mereka membawa dua plastik berisi makanan serta minuman untuk mereka habiskan di mercusuar nantinya.

"Mereka lagi-lagi menganggap mercusuar sebagai tempat piknik." ucap Jeara pelan.

"Suga!" seru Raka dan Yusuf bersamaan sambil bertos ria ala anak laki-laki.

Mereka lalu menaiki perahu dengan bergantian dan pelan-pelan. Jenis perahu yang mereka naiki adalah perahu yang biasa digunakan oleh para nelayan melaut. Bukan perahu motor melainkan perahu yang mengandalkan angin yang berhembus mengenai layar. Namun, hal itu tak akan menjadi hal sulit bagi mereka. Sebab, Yusuf dan Raka sudah begitu terlatih untuk menjalankan perahu model tersebut. Sehingga, meski memakan waktu yang tak sebentar, mereka akhirnya tiba juga di mercusuar di tengah lautan.

Ini adalah kali pertama Suga mendatangi mercusuar secara langsung. Biasanya ia hanya melihat melalui gambar atau video di internet saja. Ternyata ukurannya sangat besar dibanding yang kelihatan di gambar. Angin yang berembus juga lumayan kencang. Mereka berlima lalu masuk ke dalamnya. Menaiki anak tangga menuju ke atas.

Suga menyentuh pundak Jeara.

"Aku pikir tadinya di dalamnya ada ruangan yang sangat besar. Tidak kusangka hanya tangga yang sama seperti di luarnya." kata Suga menyuarakan pikirannya.

Jeara hanya terkekeh menanggapinya. Mereka kemudian sampai di atas dengan ketinggian duabelas meter dari permukaan laut yang sedang surut saat ini.

"Jeara! Gambaranmu masih ada di sana!" tunjuk Venus pada permukaan tembok yang menggambarkan perjalanan matahari dari terbit hingga terbenam. Itu semua dibuat berkeliling persis di tiang tengah mercusuar itu.

"Kamu yang membuat itu?" tanya Suga ikut takjub melihatnya.

"Tentu saja Jeara yang buat. Di daerah sini, tidak ada seorang pun yang bisa menggambar sebagus dan serealistis Jeara. Jeara adalah satu-satunya." sahut Venus begitu memuji.

"Ceh, kamu itu berlebihan. Banyak kok di luar sana orang-orang yang hasil gambarannya bagus melebihi aku.

"Kamu tuh selalu saja seperti itu. Sudah, mending kita makan dulu. Rasanya buat pergi ke mari saja sudah menguras energiku lumayan banyak." kata Venus sambil menyuruh teman-temannya untuk duduk di lantai.

Mereka kemudian memakan makanan yang dibawa oleh Raka dan Yusuf tadi. Meski bukan jenis makanan yang menyehatkan, namun rasanya mengenakan dan lumayan untuk menangkal rasa lapar dalam beberapa jam ke depan.

Sehabis makan, Raka dan Yusuf malah langsung tiduran sambil disuguhi dengan embusan angin laut yang membuat mata mengantuk. Tak lama kemudian keduanya pun tertidur.

"Suga." panggil Venus pada Suga yang sedang memperhatikan Jeara menggambar pada tembok baru yang dijadikan pembatas. Tembok itu hanya berlebar 5 meter saja, selebihnya masih pagar teralis sebagai pembatasnya.

Suga menyahut dengan menaikan alisnya. Sementara Jeara tetap fokus mengoleskan kuasnya.

"Je, aku pinjam Suganya sebentar ya. Mau aku ajakin ngomong. Boleh, ya?" pinta Venus yang terkesan mengejek.

"Cek, kamu apa-apaan sih." sahut Jeara sambil memutar bola mata malas dan melirik sebentar ke Suga. "Bawa sana."

"Hehe, ayo Suga kita ngobrol di situ. Ada yang mau aku omongin sama kamu." ajak Venus dengan menunjuk ke bagian yang ada teropong besarnya. Itu bukan teropong bintang, melainkan untuk lihat keadaan laut dari kejauhan. Sebenarnya mercusuar tidak digunakan untuk sembarang orang boleh naik. Tapi, karena Raka dan Yusuf mengenal baik orang yang menjaga mercusuar, maka jadilah mereka diperbolehkan menaikinya. Dengan syarat tidak meninggalkan sampah dan membuat keributan di atasnya.

"Apa yang hendak kamu katakan?" tanya Suga setelah hampir dua menit mereka tak saling bersuara.

"Kamu tahu, aku dan Jeara itu awalnya tidak berteman baik seperti sekarang. Aku, Raka, dan Yusuf, kami bertiga adalah anak- anak yang sangat jahat pada Jeara dulu. Merundungnya hanya karena gara-gara ayahnya. Aku tahu ini mungkin akan menyinggungmu, namun sebelum semuanya terlambat. Aku harus tetap mengatakan ini.

"Sebenarnya, apa yang kamu harapkan dari mendekati Jeara?"

Suga tak langsung menjawab. Ia mengerutkan dahinya lantaran heran dengan jenis pertanyaan Venus.

"Jangan berpura-pura Suga. Aku yakin kehadiranmu yang tiba-tiba masuk ke dalam hidup Jeara itu pasti punya maksud tersembunyi kan? Apalagi, kamu yang mau-mau saja bersekolah di perkampungan nelayan ini. Aku dengar dari Jeara, kamu adalah anak dari pemilik vila terbesar yang ada di daerah ini. Akan sangat tidak mungkin jika kamu mau menetap di sini tanpa alasan yang jelas. Pasti karena Jeara kan?" kata Venus panjang lebar.

Suga tak langsung menjawab. Ia berpikir dengan apa yang dimaksud oleh Venus sejauh ini. Apa ia kelihatan seperti orang jahat yang tiba-tiba masuk ke dalam kehidupan seseorang dengan menyamar?

Tapi sungguh, Suga sama sekali tak memiliki niat buruk apapun. Ia benar-benar menganggap Jeara adalah temannya. Itu saja. Perihal menyukainya pun Suga belum terpikirkan ke sana. Memang benar Suga sering kali memikirkan Jeara, mengingat bagaimana wajah Jeara setiap kali tersenyum dan tertawa, dan apapun tentang Jeara. Tapi semua itu tidak lebih dari karena Jeara adalah sosok teman yang baik bagi Suga. Mengingat karena selama ini Suga tak pernah punya teman baik seorang pun.

"Suga." panggil Venus dengan menyentuh bahunya.

"Aku sama sekali tidak berniat buruk sedikit pun pada Jeara. Lagipula kamu lihat sendiri, bagaimana bisa anak seperti aku punya niat yang jahat. Sementara untuk membenahi diriku sendiri saja aku sudah cukup kesulitan." jawab Suga.

"Aku hanya khawatir kau akan berakhir menyakitnya Suga. Selama ini kami sudah terlalu jahat padanya. Makanya, aku, Raka, dan Yusuf membuat perjanjian, siapa yang berani menyakiti Jeara, akan berhadapan dengan kami bertiga."

"Tapi aku tidak ada menyakiti Jeara sekalipun." bela Suga.

"Justru itu, sebelum hal itu terjadi makanya aku menegurmu."

"Kamu tenang saja, aku tidak akan melakukan hal itu pada Jeara. Dia adalah teman yang baik, kalian juga."

"Aku pegang omonganmu Suga."

Suga hanya mengangguk mantap. Mereka lalu mengampiri Jeara yang masih melukis sambil ditemani oleh Raka dan Yusuf yang ikut menambahkan ide baru di gambaran Jeara. Meski tak sebagus punya Jeara, tapi keduanya dalam hal menggambar juga tak bisa dikatakan buruk. Setidaknya mereka membuat gambaran Jeara menjadi sebuah karya yang unik dan tentunya sangat keren pastinya.

"Suga, apa yang kalian bicarakan sedari tadi? Kulihat serius sekali." tanya Jeara pada Suga.

"Oh, ya? Wah, wajahku pasti sangat jelek pada saat itu, ya."

"Tidak, kamu justru terlihat lumayan tampan dengan rambutmu yang berantakan itu." kata Jeara yang sontak membuat semburat merah keluar dari wajah Suga. Venus, Raka, dan Yusuf yang melihat hal itu hanya menggelengkan kepala saja mendapati betapa polosnya dua anak manusia itu.

Its OK to Not be Okay [Completed]Where stories live. Discover now