Bag. 26

5 2 0
                                    

"Kalau posisinya seperti ini, kalian lebih mirip perundung tahu, nggak?" kata Jeara pada Venus, Yusuf, dan Raka yang sedang berdiri di hadapannya dan Suga dengan pose melipat tangan ke dada.

"Kami seperti ini karena kamu tidak bercerita apapun mengenai ayahmu ke kami." sahut Raka.

"Ya, kita itu udah kenal kamu dari kecil Jeara. Meski hubungan kita waktu itu masih buruk. Tapi, setidaknya kami yang lebih lama mengenalmu." timpal Yusuf.

"Kita itu sebenarnya kamu anggap apa sih, Je?" tanya Venus.

Semua bermula ketika tadi malam saat Venus mau tutup tokonya, ada pelanggan masuk yakni seorang perawat dari rumah sakit yang tak jauh dari sana. Salah satu dari mereka berkata bahwa, ada seorang pasien dari kampung nelayan yang dulu sempat dinyatakan menghilang dan meninggal dengan kemungkinan dimakan oleh binatang laut, tiba-tiba datang dalam keadaan tubuh penuh luka. Lebih mirip seperti orang yang habis dikeroyok. Dari situlah, Venus bertanya-tanya. Kemudian, diikuti dengan ia yang memastikan sendiri dengan pergi ke rumah sakitnya langsung. Tepat pada saat itu memang ada Jeara yang sedang mengobrol dengan ayahnya.

Venus tak ingin masuk waktu itu. Karena tak ingin mengganggu waktu mereka, serta inginnya mendengarkan penjelasan langsung dari Jeara sendiri. Maka, di sinilah mereka berada sekarang, di atap sekolah dengan suasana yang dipenuhi ketegangan.

"Maaf, bukan begitu maksudku. Aku hanya nggak mau repotin kalian."

"Kamu sungkan dengan kami tapi kamu nggak sungkan sama Suga. Padahal, Suga belum lama ini datang. Meski dulu kalian sempat pernah bertemu, tapi selama ini yang jadi temanmu itu kami kan Jeara." kata Raka.

"Kami kecewa sama kamu Jeara. Bisa-bisanya kamu menyembunyikan masalah ini sendirian. Ketika membaginya malah pada orang lain yang baru masuk ke kehidupanmu. Apa iya jatuh cinta sudah berhasil mempengaruhi cara berpikirmu?" tambah Yusuf pula dengan nada kecewa.

Suga tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, ia hanya menatap bergantian pada Jeara dan ketiga temannya dengan perasaan tak enak. Meski tak mengerti, tapi ia merasa kalau ada hawa yang tidak baik saat ini.

"Oke, aku akuin aku salah. Aku salah karena nggak cerita apa-apa ke kalian. Aku salah karena membuat kesan seakan kalian teman yang nggak ada artinya. Aku minta maaf. Please, maafin aku." kata Jeara dengan raut muka merasa bersalah.

"Daripada hanya meminta maaf, kenapa kamu nggak ceritain aja ke kita apa yang sebenarnya terjadi? Guru itu, aku dengar guru baru itu ada sangkut pautnya dengan ayahmu." ujar Venus lagi.

"Jeara, apa yang sedari tadi mereka bicarakan? Aku tak bisa menangkap satu kata pun." kata Suga.

"Suga, lebih baik kamu kembali saja ke kelas." pinta Venus. "Kami butuh tempat untuk membicarakan masalah ini."

"Tapi, kenapa wajah Jeara tiba-tiba murung begitu? Apa yang sudah kalian katakan padanya sedari tadi? Apa kalian sudah menyakitinya?"

"Tidak ada yang disakiti di sini, Suga. Kami bukan perundung. Kami pastikan tak ada keributan di sini. Oke?" bujuk Venus lagi yang diangguki oleh Suga sesaat melihat wajah Jeara yang tersenyum padanya.

Selepas Suga pergi, mereka berempat beranjak ke sisi lain atap, kemudian duduk dengan posisi melingkar.

"Sebelumnya, aku minta maaf sudah menyembunyikan ini dari kalian. Dan malah, aku justru menceritakan semuanya pada Suga lebih dulu tanpa memikirkan perasaan kalian bagaimana." ucap Jeara dengan menatap bergantian pada ketiga temannya.

"Jadi, apa yang terjadi sama ayahmu dan guru baru itu?" tanya Venus tak sabaran.

Jeara pun menceritakan semuanya tanpa tambahan apapun. Sama seperti ia bercerita pada Suga waktu itu. Hanya saja, mengenai ibunya yang datang, Jeara masih tidak mau mengatakan hal itu. Meski Suga sudah sempat melihatnya. Tapi, ia pun masih belum menceritakan apa-apa bagaimana perasaannya waktu itu ketika dengan tidak tahu malunya ibunya datang mencoba untuk menjemputnya.

"Jeara, kamu itu nggak sendirian, Je. Ada kami! Meski kita nggak sering bersama. Tapi, kita bisa ada buat kamu, Je. Please, anggap kami layaknya keluarga buat kamu. Kami akan lakuin apa aja buat hidup kamu agar kamu sungguhan baik-baik aja." komentar Raka begitu kisah Jeara selesai.

"Jangan berlebihan. Aku baik-baik saja kok sekarang." kata Jeara dengan tersenyum tulus.

"Mana ada orang yang baik-baik saja dengan wajah murung begitu. Janji deh sama kita, kalau ada masalah tuh sharing ke kita, biar kami tuh tahu kamu beneran baik-baik aja apa cuma pura-pura doang." pinta Venus yang diangguki setuju oleh Yusuf.

Jeara menghirup napasnya lebih dalam, kemudian mengembuskannya dengan perlahan. Tiba-tiba ia merasa kalau tidak ada salahnya mereka lebih dulu tahu mengenai hal ini.

"Ayahku lumpuh dan nggak bisa buat disembuhin lagi." ujar Jeara akhirnya sambil menahan air mata yang hendak keluar.

"Apa yang sebenarnya sudah dilakuin oleh guru brengsek itu, Je!?" tanya Yusuf dengan wajahnya yang mulai memerah lantaran kesal. Padahal, Jeara masih belum menjelaskan apa-apa bagaimana kronologinya.

"Kata dokter, itu semua didapat oleh pukulan yang serupa yang selalu dilayangkan pada tempat yang sama dalam jangka waktu berkepanjangan. Dokter juga menyarankan bahwa kaki ayah harus diamputasi, hiks." Jeara pun tak lagi dapat menahan air matanya. Venus memeluknya sementara Raka dan Yusuf mengusap lengannya bermaksud memberikan kekuatan. Mereka pun turut merasakan kekalutan yang dirasakan Jeara saat ini.

"Ada satu hal lagi yang mau aku katakan sama kalian." ucap Jeara setelah meredakan emosinya.

"Apa, Je?" tanya Yusuf.

"Sebenarnya, selama ini ada orang yang ngasih ke aku kartu ATM beserta pinnya, setiap aku cek saldonya, jumlahnya selalu bertambah. Aku coba cari tahu siapa pengirimnya tapi nggak pernah tahu sampai sekarang."

"Maksud kamu, ada orang baik yang selama ini biayain hidup kamu, begitu?" tanya Venus yang diangguki oleh Jeara.

"Berapa jumlah uangnya memang?" tanya Raka dengan polosnya.

"Sembilan angka." sahut Jeara dengan mengelap bekas air matanya dan menyerut hidungnya.

"Gila, malaikat banget tuh orang." komentar Raka.

"Jangan sembarangan ngomong dulu, Ka. Kita belum tahu apa motif orang itu tiba-tiba kirimin uang sebanyak itu buat Jeara. Aku yakin dia pasti punya maksud tertentu." kata Venus.

"Nah, itu. Aku juga sempat mikir begitu. Makanya, sampai sekarang kalau nggak benar-benar kepepet banget aku nggak berani nyentuh uangnya."

"Kira-kira siapa ya yang ngasih?" tanya Yusuf lebih kepada dirinya sendiri.

"Kamu sudah pernah dengar kabar mengenai ibumu tidak, Jeara? Karena, setahu aku ibumu kan tidak meninggal. Siapa tahu, uang itu dikirim olehnya." Jeara tertegun dengan dugaan yang diucapkan Raka barusan. Ia belum sempat terpikirkan hal itu sama sekali. Mungkin saja apa yang dikatakan Raka itu ada benarnya. Apalagi kemarin saat ia datang dan mengatakan bahwa ia kini sudah memiliki apa yang dulu tidak pernah ia miliki.

"Je!" panggil Venus dengan menyentuh pipi Jeara. Padahal sedari tadi Venus sudah berusaha guncang bahunya.

"Ya?" sahut Jeara dengan wajah tanpa dosanya.

"Kamu kenapa lagi? Kok, tiba-tiba bengong?" selidik Venus.

"Nggak, aku cuma kepikiran ucapan kamu barusan."

"Jadi, kamu sudah tahu mengenai kabar ibu kamu saat ini?"

Its OK to Not be Okay [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora