Bag. 35

4 2 0
                                    

Hari-hari Jeara kembali seperti biasanya saat tak ada sosok ayah yang menunggunya pulang, juga karena tak ada lagi Suga yang selalu mengajaknya bicara dalam keheningan. Padahal, semua itu sempat ia lalui belum lama ini. Tapi, entah kenapa ia merasa seperti semua itu sudah lama terjadi dalam hidupnya. Terlebih Suga, Jeara lebih cepat merindukannya alih-alih pada ayahnya sendiri.

Dan itu terlihat saat pelajaran sedang berlangsung di kelasnya, Jeara sering sekali melihat ke bangku kosong di sampingnya. Biasanya Suga selalu mengajaknya bicara. Tapi, bicara mengenai pelajaran yang sedang dibahas. Betapa menyenangkannya mereka saat itu membahas soal yang rumit bersama-sama.

Jeara lalu menghela napasnya perlahan. Ia harus bisa tanpa Suga dan ayahnya selama beberapa bulan ke depan. Toh, sebelumnya ia bahkan sudah melewati hari seperti ini lebih lama dan juga tanpa adanya batas waktu.

Saat Jeara kembali memfokuskan konsentrasinya ke depan, tiba-tiba saja ada yang duduk di sebelah bangku kosongnya itu. Dia adalah Raka.

"Udah terbiasa nggak duduk sendirian, sekarang jadi sendirian lagi rasanya berbeda banget ya, Je." kata Raka sambil tetap melihat ke depan.

"Nggak, tuh. Biasa aja." sahut Jeara dengan mempertahankan airmukanya yang tampak biasa -biasa saja.

"Bohong banget. Padahal daritadi sering banget lihatin bangkunya Suga. Pakai sok-sokan nggak ngaku segala." ucap Raka dengan sesaat menoleh sebentar lalu balik lagi ke depan.

"Nggak ada. Sok tahu kamu." Jeara tetap mengelak.

"Iya deh yang nggak." kata Raka akhirnya sambil mengulum senyum.

"Nggak salah lagi tapi."celetuk Venus yang duduk di depan sambil terkekeh pelan. Sesaat kemudian tangannya terulur kebelakang untuk bertos ria dengan Raka.

"Dih, apaan sih kalian. Kamu kalau cuma mau ledekin aku doang mending balik ke tempat duduk kamu sana. Gangguin aja."

"Itu siapa yang ngobrol di belakang? Kalau mau ngerumpi maju ke depan sini, rumpi bareng bapak." tegur pak Yunus sambil membenarkan kacamata kebesarannya.

Tak ada suara lagi untuk yang berikutnya. Raka dan Venus memilih diam namun masih dengan senyuman mengejek di wajah mereka.

Jeara yang menyadari hal itu hanya memanyunkan bibirnya saja.

_________

Satu bulan sudah berlalu. Satu bulan juga Jeara tak melihat dengan keberadaan ibunya di sekitarnya. Ia tidak rindu melainkan merasa lega saja saat hari-hari yang ia lewati tampak tenang dan damai.

Komunikasi ia dan ayahnya pun sudah mulai jarang karena keduanya masih harus menjalani tahap operasi berikutnya. Yang jelas Jeara tidak mengerti sama sekali dengan semua prosedurnya. Jeara harap semuanya akan kembali baik-baik saja saat mereka pulang nanti.

"Kamu kenapa? Kok, diam saja dari tadi?" tanya Suga yang saat itu sedang melakukan video telpon dengan Jeara.

"Aku cuma kepikiran aja sama kalian. Terutama sama hasil operasinya nanti. Lagian udah nyampe sana kok nggak langsung dioperasi aja biar cepat beres cepat pulang juga." sahut Jeara dengan wajah penuh kecemasan.

"Aku maunya juga gitu, Je. Tapi, kata dokternya masih ada hal lain yang harus dilakukan. Pokoknya diantara semua proses yang dijabarkan sama dokter, aku nggak bisa ngerti sama sekali. Ribet. Tapi, aku tetap percaya dengan gimana hasilnya nanti. Kamu tunggu aja ya. Jangan terlalu dipikirin. Semuanya pasti akan baik-baik saja. Nanti, saat aku pulang aku bakalan ajak kamu karokean bareng sama anak-anak buat ngerayain kembalinya dua inderaku yang sempat hilang. Gimana?" ucap Suga dengan panjang lebar.

"Perayaan untuk kamu yang kembali dengan selamat. Itu yang benar." ralat Jeara.

Selanjutnya mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol santai seperti biasanya. Dimulai dari obrolan absurd dan tidak jelas sampai akhirnya ke masalah serius seperti, bahwa ternyata Suga punya mantan waktu ia sekolah di sekolah khusus. Jeara tidak menyangka sama sekali dengan hal itu.

"Coba ceritakan bagaimana awalnya kamu bisa jatuh cinta sama anak yang udah berani mukul kamu? Terus juga ceritain gimana dia jadi bisa mukul kamu." tanya dan pinta Jeara dengan wajah penuh penasaran.

"Awalnya, aku kan lagi beli makanan di kantin pas jam istirahat. Kejadiannya itu klise sih sebenarnya. Aku nggak sengaja nabrak dia yang jalannya terburu-buru terus belanjaannya dia jadi jatoh kan. Terus aku pungutin. Pas aku mau mungut salah satu barangnya yang jatuh itu dia langsung mukul tangan aku buat nggak nyentuh itu barang. Terus aku dengan santainya bilang rotinya jatuh nanti aku beliin yang baru dengan rasa stroberi. Dan detik itu juga dia langsung nampar aku. Padahal, aku nggak tahu sama sekali salahku itu apa." kata Suga yang membuat Jeara sedari tadi memperhatikannya dibuat ketawa oleh cerita Suga yang menurutnya lucu itu. Roti yang dibilang Suga itu sebenarnya adalah pembalut wanita. Jelas saja anak itu malu sekaligus marah.

"Terus gimana selanjutnya sampai kamu bisa suka sama dia?" tanya Jeara masih dengan senyum di wajahnya. Suga tahu Jeara tak bermaksud meledeknya dengan senyuman itu. Meski begitu ia masih dapat lihat jelas dengan bagaimana tawa Jeara seperti sedang meledeknya. Tapi tak apa-apa karena ia justru senang melihat Jeara yang tertawa karenanya.

Sekaligus juga agak sedikit kecewa lantaran Jeara tidak menunjukan sama sekali rasa tidak sukanya mengenai cerita tersebut, melainkan justru malah sebaliknya.

"Kalau nggak salah ingat waktu itu aku suka dia karena dia beberapa kali sering bantuin aku bicara sama orang asing pas waktu dijalan pulang. Waktu itu aku cuma naik sepeda. Tiba-tiba ada bule datang dan dilihat dari gerak-geriknya dia kayak mau tanya gitu. Terus tiba-tiba dia datang dan bantu aku bicara sama bule itu. Dia bisa bicara tapi nggak bisa dengar sebenarnya. Cuma, dia sudah mahir buat nangkap omongan orang melalui gerakan bibir. Makanya seolah dia bisa dengar. Nah, dari situlah aku mulai suka sama dia. Tapi, tetap aja. Dia sebenarnya galak. Namun, anehnya aku tetap suka sama dia." Suga menjeda ceritanya dengan ia yang menyedot minumannya dari gelas.

"Terus kamu pisahnya kenapa?" tanya Jeara lagi dengan wajahnya yang mulai terlihat seperti biasa.

"Dia pergi berobat ke Jerman dan sampai sekarang kita nggak pernah ada kontak lagi. Ponselku yang ada kontak dia juga hilang saat itu. Jadi, ya sudah." kata Suga dengan memperhatikan akan bagaimana raut wajah Jeara yang kentara sekali sedang meringis.

"Jadi, kalian pisah karena emang nggak ada kontak sama sekali? Tapi, kan harusnya kamu bisa cari sosial medianya dia buat nyari tahu kabar dia sekarang." ucap Jeara sebisa mungkin untuk terdengar biasa saja.

"Sudah, dan ternyata dalam masa pemulihannya, ia dinyatakan meninggal karena alat yang dipasangkan ke telinganya tidak bekerja dengan baik. Hal itu justru memperburuk keadaannya dan akhinya nyawanya tidak dapat tertolong lagi." kata Suga dengan tersenyum.

Itulah alasan sebenarnya sedari awal Suga tidak menolak ketika Jeara memintanya untuk bercerita mengenai mantannya. Sebab, itu bukan kisah pahit yang harus ia lupakan.

Its OK to Not be Okay [Completed]Where stories live. Discover now