Bag. 32

4 2 0
                                    

Dulu, jauh sebelum Jeara lahir. Bahkan sebelum Jerion bertemu dengan Janara. Janara adalah seorang pelukis terkenal yang sudah memiliki galery sendiri yang khusus untuk memuat semua lukisan yang dibuatnya. Banyak pasang mata yang terpukau setiap kali Janara memperlihatkan akan bagaimana cara ia melukis secara langsung.

Sering kali, setiap kali ia selesai melukis dengan disaksikan oleh banyak orang itu, lukisannya akan selalu dibeli dengan harga yang amat sangat fantastis. Sehingga Janara tak pernah merasa kurang apapun semenjak ia mendapatkan hasil dari menjual lukisannya.

Sampai suatu hari, saat ia sedang membuat warna dari setiap lukisannya yang selalu dominan berwarna hitam dan merah itu, seseorang tak sengaja melihat cara pembuatannya. Ia adalah Jerion yang tak sengaja melihat pada saat ia sedang memancing pada sebuah curuk.

Saat itu, Janara sedang menusukan linggis berkali-kali ke tubuh seorang laki-laki tua hingga darahnya pun mengalir di celah bebatuan yang menuju aliran sungai. Ia juga menampung rembesan darah itu dengan menggunakan wadah dan plastik. Jerion yang melihat seluruh kejadian itupun sontak bergegas membereskan alat pancingnya dan memilih untuk cepat beranjak dari sana.

Baru saja beberapa langkah ia menjauh, tarikan di bajunya membuat ia terhenti begitu saja. Napasnya langsung naik turun bersamaan dengan gemetar yang ditimbulkan oleh tubuhnya yang ketakutan.

Jerion yang tidak memiliki kemampuan bicara itu pun hanya bisa melenguh nyaring bermaksud untuk minta dilepaskan. Namun sayang, ia lantas ditarik paksa dan terjengkang ke belakang hingga nyaris membuat kepalanya terbentur batu kali.

"Jangan bunuh dia, Javin!" tegur Janara pada adiknya yang sudah bersiap untuk melayangkan batu ke kepala Jerion. Jerion hanya melihat semua itu dengan segenap rasa ketakutan yang dimilikinya . Ia terus meracau, tapi kedua orang itu sama sekali tidak peduli dengan apa yang berusaha ia katakan.

"Aku suka dengan figur wajahnya. Bawa dia ikut bersama kita pulang." ujar Janara lagi sambil tersenyum memperhatikan Jerion yang sudah semakin ketakutan melihatnya.

"Untuk apa kita membawa manusia tidak berguna ini, Mbak? Yang ada dia hanya akan membuat kita repot saja." keluh Javin tak terima.

"Pilih bawa dia atau kamu yang kubuat menyusulnya!?" sentak Janara sambil melirik sekilas pada korbannya yang kini sudah dalam keadaan tubuh yang hancur bersimbah darah.

Mendengar hal itu, Javin tak lagi bersuara. Ia pun mengikat dan menutup mulut Jerion dan membawanya beranjak lebih dulu dari sana.

"Jangan kau apa-apakan dia Javin!" peringat Janara lagi sesaat Javin membawanya lebih menjauh lagi dari lokasi curuk.

Beberapa tahun pun berlalu, semenjak Janara mengajak Jerion untuk tinggal bersamanya di rumah yang bisa dibilang lumayan besar itu. Meski Janara sudah membuat kehidupan Jerion lebih baik daripada sebelumnya serta menjamin setiap apapun kebutuhan Jerion, Jerion tetap merasa Janara seperti monster dalam hidupnya.

Seiring dengan berjalannya waktu pula, Janara pun akhirnya bisa sedikit lebih mahir untuk menggunakan bahasa isyarat agar bisa berkomunikasi dengan Jerion. Meski begitu, Jerion tetap saja hanya memberikan tatapan dingin dan tak banyak membalas interaksi yang dilakukan Janara. Tapi, Janara tidak peduli. Ia terus mengajak Jerion bicara dengannya hingga Javin yang melihatnya juga kesal dibuatnya. Sampai-sampai, Janara tidak begitu memperhatikan Javin sebagaimana biasanya. Kakaknya itu sudah berubah semenjak Jerion ikut tinggal bersama mereka.

Janara juga lebih sering mengabiskan waktunya bersama Jerion dibanding dengan adiknya biasanya. Bahkan, kegiatan melukis dan persiapan mengenai pameran galery pun Janara lebih sering meminta tolong pada Jerion dibanding dengan adiknya yang sudah lebih mahir mengurus semuanya itu. Lama-lama hal itu membuat perasaan dengki di hati Javin mulai tumbuh. Ia mulai berusaha untuk menyabotase setiap hal yang dilakukan oleh Jerion agar Janara memarahinya, tapi selalu saja gagal akibat Janara lebih cepat tahu mengenai kejahatan adiknya itu.

Sampai akhirnya, Javin pun menyerah dan memilih untuk terserah meski rasa kesal dan kecewa masih tetap melekat dan bersarang dalam dadanya.

Suatu hari, hari paling mengesalkan itu pun kejadian. Jerion dipaksa untuk menikahi Janara. Awalnya, tentu saja hal itu bukanlah proses yang mudah. Mengingat Jerion yang takut sekaligus marah dan kecewa dengan segala perbuatan Janara selama ini. Juga, dengan aksi protes yang kerap sekali dilayangkan Javin padanya.

Tapi, semua itu dihiraukan oleh Janara sampai Jerion harus benar-benar menjadi miliknya seutuhnya. Seperti halnya laki-laki biasa pada umumnya, Jerion pun tak mampu menahan dirinya di hadapan Janara yang kerap kali menggodanya selama ini. Hingga pada akhirnya, Janara pun mengandung.

Saat tahu dirinya mengandung, perasaan gelisah pun mulai muncul pada diri Janara. Ia mulai takut akan karirnya yang hancur jika ia memiliki seorang anak.

Berkali-kali Janara juga kedapatan oleh Jerion yang tak sengaja melihatnya untuk menggugurkan kandungannya. Tapi, selalu berhasil dicegah oleh Jerion karena ia tidak ingin darah dagingnya itu kenapa-kenapa. Ia sempat merasa menyesal karena sudah membuat hubungan bersama wanita jahat itu, makanya, untuk bertanggung jawab atas rasa bersalahnya, ia yang akan merawat anaknya itu nantinya.

Karena usia kandungan Janara yang semakin membesar, ia pun diajak Jerion untuk tinggal bersamanya di kampung nelayan. Awalnya, Janara menentang keras dengan menolak ajakan tersebut. Pasalnya, ia akan hidup dengan cara yang jauh dari kehidupan mewahnya nantinya. Tapi, karena ia masih terpesona akan bagaimana wajah Jerion, ia pun menerimanya dengan syarat Jerion bisa memberikan ia makanan enak setiap harinya.

Awalnya, masih bisa dan masih tampak baik-baik saja. Hingga sebulan sebelum Jeara lahir, keributan kecil pun mulai bermunculan akibat dari hasil tangkapan Jerion yang biasanya pergi melaut kini hanya dapat menghasilkan ikan yang mana ketika dijual tidak mendapatkan uang yang tidak seberapa. Janara bisa saja menggunakan uangnya, namun mengingat semua uang yang ia miliki hanya dapat diakses menggunakan kartu, ia jadi tidak bisa memakainya lantaran takut jika ada seseorang yang mengetahui akan bagaimana kehidupannya sekarang semenjak memilih vakum dari dunia melukis. Ia tidak ingin orang-orang sampai tahu bahwa ia memiliki seorang anak dari seorang nelayan miskin.

Menjelang saat-saat menuju kelahiran Jeara, Janara sering kali berucap dan bertingkah kasar pada Jerion. Karena Jerion sudah terbiasa mengalami hal itu bahkan sempat menyaksikan yang lebih parah dari itu, dengan tenang ia masih dapat menyikapinya dengan sabar. Sebab, ia masih berharap bahwa anaknya nanti dapat terlahir sempurna tanpa kurang sedikitpun.

Semenjak Janara memilih hidup sederhana bersama Jerion, Javin tak pernah memunculkan batang hidungnya pada kawasan tempat tinggal mereka. Pasalnya, Javin terlanjur kecewa dengan pilihan hidup yang diambil oleh kakaknya. Dan karena sikap kakaknya itu, Javin jadi terpaksa harus menanggung beberapa pertanggung jawaban oleh ulah yang disebabkan oleh kakaknya sendiri. Sampai-sampai Javin harus mempermak wajahnya agar terlihat berbeda dan lebih baik dari wajahnya sebelumnya. Dan semenjak saat itu, ia pun tak lagi bisa ditemukan sebagai pelaku oleh kasus-kasus yang masih menggantung hingga sekarang.

Hari dimana Jeara lahir pun akhirnya tiba. Janara sama sekali tidak menggubris akan bayi yang baru saja dilahirkannya itu. Ia sama sekali tidak akan peduli bagaimana ketika Jerion menunjukannya padanya. Ia justru meminta Jerion untuk membawa pergi bayi itu menjauh darinya. Jerion ingin sekali marah, tapi ia tidak dapat melakukannya lantaran Janara lebih berkuasa diatas semua kendali hidupnya.

Sampai akhirnya, Jeara yang pada saat itu baru berusia tiga bulan, ditinggalkan oleh ibunya. Tidak hanya itu, Janara juga meninggalkan semua keadaan sulit yang dihadapi oleh Jerion dengan susah payah begitu saja. Janara sama sekali tidak peduli. Sementara Jerion tak bisa berbuat apa-apa. Jika ia berani melawan atau menentang, maka Jeara tak akan bisa berumur panjang.

Its OK to Not be Okay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang