Bag. 25

5 2 0
                                    

Ketukan di pintu membuat obrolan mereka terjeda. Jeara yang mendengar itu lantas menoleh demi melihat siapa orang yang kali ini datang mengunjunginya. Setahunya di depan masih ada penjaga, jadi tidak mungkin ada sembarang orang yang bisa masuk ke dalam ruangan ayahnya. Sesaat pintu terkuak, Jeara terperangah dengan sosok yang ada dibaliknya.

Wajahnya sangat mirip sekali dengan Suga. Hanya saja, ini adalah versi Suga di masa depan. Jeara langsung sadar dengan siapa ia berhadapan saat ini. Ia lalu berdiri dan menyalimi Jonathan.

"Kamu yang namanya Jeara?" tanya Jonathan dengan raut wajah yang ramah. Jeara hanya bisa mengangguk membenarkan. "Ah, kenalkan saya Jonathan, ayahnya Suga. Kebetulan saya baru tiba ke mari beberapa saat yang lalu. Tapi, Suga tak ada di villa, dan kata Wisman ia sudah kembali ke mari. Makanya, saya sekalian mau menyapa siapa gadis yang sedang ditolong oleh anak kesayangan saya itu." lanjut Jonathan disertai dengan gerakan isyarat oleh Wisman agar Jerion mengerti maksud kedatangannya.

"Terima kasih atas kedatangannya, Pak. Berkat anak bapak, saya bisa terbebas dari tahanan orang itu selama bertahun-tahun. Akhirnya, saya bisa bertemu lagi dengan anak kesayangan saya ini." kata Jerion yang diiringi oleh ucapan Wisman sebagai pengartian.

"Iya, sama-sama. Saya turut senang karena anak saya bisa menyelamatkan kalian. Jeara, kalau kamu ada masalah dan memerlukan apapun, jangan sungkan untuk bicara dengan saya atau Suga, ya? Tenang saja, saya tidak seperti ayah-ayah yang ada dalam drama, kok. Hehe. Saya cukup humble orangnya." kata Jonathan dengan tersenyum tulus. Sekali lagi Jerion memberikan ucapan terima kasih pada Jonathan.

"Hehe, Om bisa aja. Tapi, terima kasih banyak, Om. Ditolong seperti ini saja saya sudah bersyukur banget karena masih dipertemukan sama orang baik. Untuk lebih dari ini saya jadi----"

"Saya tidak menerima rasa sungkan pada orang yang saya atau anak saya tolong. Jadi, kamu simpan saja rasa sungkanmu itu. Oke? Om pamit pulang dulu, nggak bisa lama-lama soalnya. Mau datangi Suga juga. Kangen sama anak." potong Jonathan dengan berpamitan.

"Sekali lagi terima kasih banyak, Om." kata Jeara sekali lagi saat ia berada di depan pintu.

"Iya, sama-sama. Jagain ayah kamu biar cepat pulih dan bisa pulang ke rumah lagi ya, om pergi dulu."

"Nng!!!" panggil Suga tak jauh dari mereka.

"Suga, kamu dari mana saja, bapak nyariin kamu dari tadi." kata Wisman begitu Suga mendekat.

"Aku dari taman, Yah, Ayah, mau pulang sekarang?" sahut dan tanya Suga yang dibantu oleh Wisman. Sebenarnya Jonathan cukup mengerti dengan apa yang dikatakan Suga. Namun, demi mengindar dari kesalah pahaman arti yang dikatakan oleh Suga, maka dibiarkanlah Wisman sebagai koneksi diantara mereka. Meski begitu, dalam kesibukannya, Jonathan tetap berusaha untuk menyisihkan waktunya demi belajar bahasa isyarat agar tidak terus menerus melibatkan Wisman setiap kali mereka bicara.

"Jeara, ini pakaian serta makanan dan minuman buat kamu." kata Suga dengan mengulurkan kantung kertas yang sedari tadi ia bawa. Jeara menerimanya dengan sedikit malu-malu.

"Makasih ya, Suga. Maaf merepotkan." kata Jeara.

"Nggak apa-apa. Nggak merepotkan sama sekali. Kalau begitu aku pamit pulang dulu sebentar sama papa saya ya. Nanti aku bakal balik lagi ke sini buat temenin kamu."

"Nggak usah terburu-buru, Suga. Kamu nikmatin aja dulu waktunya sama ayah kamu." kata Jeara sambil menatap ke arah Jonathan dan tersenyum.

Suga hanya mengangguk dan sekali lagi ayah dan anak itu pun berpamitan.

Selepas mereka pergi, Jeara pun meminta dua penjaga yang masih tetap diutus sama Suga untuk menjaga ayahnya selagi ia pergi ke kamar mandi.

___________

"Jonathan, kebetulan sekali kita bertemu di sini." tegur seseorang pada Jonathan yang sedang makan malam bersama Suga dan supirnya Wisman.

Suga membulatkan matanya saat menoleh pada seseorang yang berdiri tidak jauh darinya. Perempuan itu menyipitkan matanya seolah seperti mengingat pernah melihat Suga dimana.

Suga ingat wanita itu adalah yang tadi datang untuk menjemput Jeara. Wanita itu pun seperti sudah ingat hal yang sama. Tapi ia cukup pandai menyembunyikan rasa terkejutnya dibanding Suga yang kentara sekali. Sedang Wisman tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia pun hanya bisa diam saja.

"Janara, kamu sudah pulang dari Sydney rupanya. Kapan balik?" sahut Jonathan dengan nada suara seolah Janara adalah teman lamanya yang pernah akrab, atau memang seperti itu sebenarnya.

"Iya, Jo. Gimana bisnisnya, lancar?" tanya Janara sambil sesekali melirik ke Suga yang perlahan kehilangan selera makannya.

"Alhamdulillah, lancar. Ah, iya, kenalin, Jan, ini anak saya namanya Suga." kata Jonathan dengan menunjuk Suga, sementara Wisman mengartikan ucapan sang ayah.

Suga hanya memberikan senyum tipis dan sedikit membungkuk hormat.

"Woah, anak kamu ganteng banget. Pasti nggak mudah dong rawat anak seperti dia seorang diri, Jo." ucap Janara terdengar ambigu di telinga Suga.

"Ah, nggak. Sama sekali nggak, Jan. Saya justru senang dan baik-baik saja dalam membesarkan anak semata wayang saya ini. Haha. Oh, iya, kamu sedang apa di sini, Jan?"

Suga mulai bete. Selera makannya sudah hilang sepenuhnya. Wisman pun menyadari hal itu. Sementara ayahnya sudah asik mengobrol antara bisnis dan bercerita mengenai masa lalu mereka. Suga rasa, hubungan ayahnya dengan ibu Jeara bisa dibilang sangat dekat dulunya. Buktinya mereka terlihat nyambung begitu bicara satu sama lain. Tapi tetap saja, mengingat dengan betapa tidak malunya ia yang datang tiba-tiba pada Jeara, membuat rasa hormat Suga padanya tak lagi ada. Entah kenapa Suga merasa kesal dengannya.

Satu jam berlalu dengan penuh kebosanan yang dilewati Suga dengan penuh kesabaran. Karena tak terlihat seperti keduanya hendak mengakhiri obrolan mereka, Suga lantas meminta Wisman mengantarkannya pulang lebih dulu ke villa. Jonathan hanya mengangguk disertai minta maaf yang hanya bisa Suga iyakan saja.

Begitu tiba di villa, Wisman tak kembali ke restoran menjemput Jonathan.

"Kenapa Om Wisman tidak pergi lagi?" tanya Suga.

"Bapak baru saja kirim pesan untuk tidak perlu kembali. Katanya, dia akan naik taxi saja dan akan langsung pulang ke kota, begitu Tuan Muda." Suga hanya mengangguk lantas beranjak ke dapur dan mulai memanaskan makanan yang ada di kulkas. Untung saja Wisman selalu siap sedia memenuhi isi kulkas itu, karena ia tahu, Suga lebih sering mengabiskan makanan di rumah dibanding diluar.

"Habis ini saya akan antar Tuan Muda lagi ke rumah sakit." katanya dengan menuangkan air ke gelas.

Suga mengangguk dan beranjak duduk ke bangku meja makan.

"Om, sebelumnya pernah antar ayah buat ketemu wanita tadi, nggak?"

"Belum pernah Tuan, ini justru baru pertama kali. Saya juga tidak menyangka kalau wanita tadi adalah ibu dari gadis yang Tuan sukai." ucapan Wisman sukses membuat Suga tersedak oleh makanannya sendiri. "Maaf Tuan maaf, saya tidak bermaksud mengagetkan." lanjutnya lagi sambil memberikan air pada Suga sembari mengelus punggung Suga.

Its OK to Not be Okay [Completed]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora