Bag. 21

6 2 0
                                    

Suga sudah menunggu Jeara keluar dari rumahnya sejak setengah jam yang lalu. Namun, Jeara tak kunjung keluar juga. Sementara waktu terus berjalan, hingga dalam waktu 15 menit lagi Jeara tidak keluar, maka mereka akan terlambat jika berangkat dalam 15 menit lagi.

Suga sudah berkali-kali mengetuk pagar rumahnya, namun Jeara tidak kunjung keluar. Sampai akhirnya tiga sekawan yang biasanya muncul lebih awal dibanding Suga, mendadak kompak untuk bangun kesiangan.

"Suga, kenapa masih di sini? Kok, belum berangkat juga?" tanya dan sapa Venus setelah dekat.

"Jeara tidak keluar sedari tadi. Aku sudah menunggunya cukup lama di sini dan mengetuk-ngetuk pagarnya. Tapi, tak ada tanda apapun di dalam sana." kata Suga sambil menunjuk ke pintu rumah Jeara yang ada di dalam.

"Ha! Jeara masih belum keluar juga? Nggak kayak biasanya dia begitu. Tunggu, deh, aku masuk ke dalam buat cek dia." kata Venus dengan beranjak sambil diikuti Yusuf yang akan membantunya sebagai pijakan untuk melewati pagar yang setinggi bahunya itu.

Begitu ia masuk dan berada di depan pintu, suasana rumah Jeara lengang tak terdengar aktivitas sama sekali.

"Jeara! Jeara! Kamu di dalam ngapain!? Kita bakalan telat kalau berangkatnya lebih lama lagi!" teriak Venus sambil mengetuk kaca rumahnya. Tetap tidak ada sahutan. Venus lalu berjalan ke samping rumah menuju kamar yang ditiduri Jeara. Ia mengintip pada jendelanya dan tak dapat melihat apapun karena tertutup oleh tirai.

"Jeara! Jeara!" teriaknya lagi namun tetap tak ada sahutan. Venus pun kembali ke depan dengan Yusuf yang sudah ikut masuk dan bersiap jadi pijakannya Venus lagi.

Setelah keduanya keluar, mereka akhirnya memilih untuk berangkat berempat lantaran jam sudah menunjukan waktu yang sudah cukup siang jika untuk bersantai-santai lagi.

"Mungkin Jeara sudah berangkat duluan kali." kata Raka dengan diisyaratkan oleh Venus agar Suga mengerti.

"Bisa jadi, soalnya dia cukup sering sih pada ninggalin kita buat berangkat duluan. Udah, Suga kamu tenang aja. Jeara pasti sudah ada di sekolah sekarang." kata Venus dengan menggunakan bahasa isyarat.

Suga hanya mengangguk dengan perasaan aneh yang mendadak merasuki rongga dadanya. Entah kenapa ia merasa cemas pada Jeara. Ditambah saat ia mengingat ekspresi Jeara kemarin. Sepertinya ada sesuatu yang Jeara sembunyikan darinya.

Mereka tak sempat mengobrol seperti biasanya agar cepat sampai. Dan bertepatan dengan bel yang berdering, mereka akhirnya tiba di gerbang sekolah.

"Huh!" ujar keempatnya dengan membungkukan badan karena lelah. Napas mereka juga tersengal karena sedari tadi langkahnya terus diajak berjalan dengan setengah berlari.

"Tuh, benar, kan apa yang aku bilang." kata Venus saat mereka sudah sampai di depan pintu kelas mendapati Jeara yang sedang mendengarkan musik dari earphonenya sambil menggambar.

"Oy!" tegur Venus begitu ia melepaskan ranselnya yang ada di bangku depan meja Jeara. Jeara terkejut sampai membuat goresan tak terduga pada gambarannya.

"Yah, Venus. Gambarannya kan jadi rusak." ujar Jeara dengan wajah yang cemberut berusaha mengimprofisasi goresan tersebut menjadi sesuatu.

"Biarin. Abisnya kamu tega banget ninggalin kita berangkat duluan. Tuh, Suga lama banget nungguin di depan rumah kamu. Tapi kamunya malah berangkat duluan." kata Venus dengan suara sarat kekesalan.

"Suga, maaf. Aku tidak bermaksud ninggalin kamu duluan. Tadi aku juga lupa buat mengirimi kamu pesan untuk berangkat duluan. Maaf, ya, Ga." kata Jeara dengan matanya yang merasa bersalah.

"Kamu emangnya tadi berangkat jam berapa, Je?" tanya Raka yang duduknya di seberang dudukannya Jeara.

"Eng..." Jeara bingung harus mengatakannya bagaimana. Sebab, tadi malam ia sudah dibawa paksa oleh Javin untuk tinggal dengannya.

Tiba-tiba Suga menyentuh tangan Jeara.

"Jika ada apa-apa, bilang. Jangan diam. Jangan pendam semuanya sendirian. Aku tidak mau kamu merasa kesulitan sendirian. Kita semua teman-temanmu." kata Suga dengan raut mukanya yang serius. Jeara semakin bertambah bingung serta tak nyaman karena perhatian Suga terhadapnya.

"Je, kok, diam aja?" tegur Venus.

"Iya, maaf, tadi aku lagi bengong aja sampai nggak nyadar sudah berangkat duluan. Mau balik lagi nungguin kalian tapi sudah mau hampir sampai. Jadi ya sudah terusin aja gitu." kata Jeara pada teman-temannya berikut dengan Suga melalui gerakan tangannya.

"Bengong, emang ada yang kamu pikirin?" tanya Raka dengan wajah herannya.

"Ini!" seru Jeara tiba-tiba dengan menunjuk ke gambarannya. "Aku mikirin konsep buat gambaranku berikutnya. Soalnya, aku udah nggak punya stoknya lagi di rumah, kan. Makanya aku sampai nggak nyadar." ucap Jeara akhirnya menemukan alasan yang cukup masuk akal. Meski Suga tak tahu apa yang dikatakannya, dilihat dari bagaimana Jeara menunjuk-nunjuk gambarannya, kurang lebih dia jadi tahu apa yang menjadi alasan Jeara.

_____________

Javin masuk ke kelas dengan diiringi tatapan Jeara yang penuh kebencian terhadapnya. Javin tidak mempedulikan hal itu. Sebagai guru pengganti di kelas itu, ia pun mulai mengajari murid-muridnya dengan gampang lantaran ketampanannya yang langsung dapat diterima oleh murid-muridnya, terutama anak perempuan.

Suga memperhatikan hal itu. Ia jadi penasaran pada apa yang sudah dilakukan Javin pada Jeara sampai membuatnya terlihat mengeluarkan aura kemurkaan begitu.

Suga lantas mengusap lengan kiri Jeara yang ada di atas meja. Jeara tersentak dan langsung bertemu pandang dengan mata Suga.

"Aku tidak tahu emosi apa yang sedang kamu rasakan saat ini. Yang pasti, tetaplah tenang dan jangan mudah terbakar emosi seperti sekarang. Aku tidak mau kamu sampai melakukan hal yang diluar kesadaranmu." kata Suga yang langsung membuat Jeara sadar dengan apa yang sedari tadi ia lakukan. Ia kesal pada orang itu sejak tadi malam. Bahkan rasa kesalnya menjadi bertambah berkali-kali lipat saat dibawa paksa ke rumahnya. Selain itu, ia juga tidak dibolehkan lagi pulang ke rumahnya dengan alasan apapun. Pokoknya dia harus ikut pulang dengan Javin.

Jeara juga masih bingung dengan apa yang sebenarnya Javin inginkan darinya. Apakah ini yang dikatakan Javin untuk merasakan apa yang sudah ia rasakan selama ini? Tapi, kenapa? Apa yang membuat Jeara harus mendapatkan perlakukan seperti itu?

Jeara mengembuskan napasnya dengan kasar, kemudian beranjak untuk pergi ke toilet tanpa bicara apapun pada Javin. Javin pura-pura tak melihat itu dan yang lain pun tak begitu memikirkannya.  Tak lama kemudian Suga turut melakukan hal serupa. Venus yang melihat itu hanya menaikan satu alisnya dengan heran.

"Aku yakin mereka berdua ada masalah sebenarnya." kata Yusuf yang juga menyadari akan kepergian mereka yang begitu saja.

Venus mengangguk membenarkan.

Sementara itu, Suga sudah menunggu Jeara di depan pintu toilet.

"Suga." ucap Jeara saat mendapati Suga yang sudah melayangkan tatapan keingintahuan yang begitu besar.

"Ada apa? Apa yang terjadi denganmu? Meski aku masih belum lama mengenalmu. Tapi, aku cukup bisa melihat perbedaan yang terlihat dari wajahmu yang dimulai sejak kemarin itu."

Jeara tak langsung menjawab dan mengela napasnya dengan berat. Seraya berkata, "Aku cuma masih kesal dengan masalah kemarin, Ga."

"Aku rasa itu bukan masalah utamanya. Pasti ada hal lain yang sedang berusaha kamu sembunyikan. Iya, kan?" tanya Suga penuh curiga.

Its OK to Not be Okay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang