Bag. 34

3 1 0
                                    

"Jeara stop! Berhenti sekarang selagi mama masih bicara dengan baik-baik!" seru Janara saat melihat Jeara berjalan meninggalkannya begitu saja.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Saya nggak peduli mau Anda kasar atau melakukan apapun di sini. Anda lihat saja sekarang, semua orang sedang memperhatikan Anda yang tengah mempermalukan diri Anda sendiri." sahut Jeara dengan menatap datar ibunya.

"Anak kurang ajar. Awas saja kamu. Mama akan bawa kamu pergi dari sini. Lihat saja nanti." ucap Janara sesaat masuk ke dalam mobil.

"Jeara." Venus dan yang lainnya pun mendatangi Jeara sambil mengusap pelan pundaknya.

"Huhhh. Aku nggak apa-apa. Ayo, kita ke kelas sekarang." ajak Jeara dengan menarik tangan Venus dan menggandeng tangan Suga.

"Sepertinya tadi mama kamu sempat ancam kamu ya sebelum pergi?" tanya Suga dengan sebelah tangannya.

"Iya. Tapi aku nggak peduli. Biarin aja. Sampai kapanpun aku nggak akan pernah mau ikut dia pergi." sahut Jeara diikuti dengan gerakan tangannya.

"Kamu tenang aja, Je. Kita bakalan jadi tameng kamu kalau dia beneran maksa bawa kamu pergi dari sini." ucap Raka dengan menepuk pelan dadanya.

"Dih, kayak yang kuat aja lawan si badan hulk." nyinyir Yusuf.

"Jangan gitu dong, aku gini-gini pernah angkat ban truk sendirian." bela Raka.

"Halah, truk mainan paling." ejek Yusuf lagi.

"Sudah-sudah, aku makasih banyak banget sama kamu, Ka, karena udah mau coba lindungin aku. Sama kamu juga, Suf, kalian semua deh pokoknya. Makasih banyak banget karena udah mau peduli sama aku." ucap Jeara sesaat mereka sudah tiba di depan kelas.

"Sama-sama, Je. Kan kamu teman kita. Sahabat kita semua." sahut Venus dengan menepuk pelan pundak Jeara. "Yuk, masuk kelas." ajaknya kemudian yang diangguki sama yang lainnya.

________________

"Ada yang mau aku omongin sama kalian." kata Suga saat mereka sedang berada di kantin berlima.

"Ada apa, Ga? Wajah kamu kelihatan serius banget." sahut Jeara.

"Ini soal baik apa buruk nih, Ga?" tanya Venus dengan diikuti gerakan tangannya. Sementara Raka dan Yusuf hanya mengangguk dan menyimak saja.

"Jum'at nanti ayahku akan bawa aku dan ayah Jeara untuk pergi Singapura. Kamu nggak apa-apa kan, Je, ditinggal dulu?" ucap Suga dengan menatap dalam ke mata Jeara.

"Singapura? Mau ngapain?" tanya Venus duluan sebelum Jeara sempat buka mulut.

"Untuk pengobatan vita suara sama pendengaran." sahut Suga jujur.

"Berarti kita nggak bakalan bisa ketemu lagi dong sampai lulus sekolah." kata Jeara dengan murung.

"Emang operasinya itu berlangsung berapa lama sih sampai segitunya nggak bisa ketemu?" tanya Yusuf penasaran.

"Tenang, ayah kamu nggak bakal lama kok perginya. Ayahku bilang sekarang pengobatannya itu bisa dipercepat dan dipersingkat dengan hanya beberapa bulan saja. Lalu juga bisa terapi pemulihannya." jelas Suga yang langsung membuat Jeara mengembuskan napas lega.

"Tapi operasi di sana pasti berhasil kan, Ga?" tanya Jeara seperti takut.

"Ayahku bilang, 80 persen pasien tunarungu dan tunanetra di sana bisa dapat kembali berbicara dan mendengar lagi."

"Berarti yang 20 persennya lagi gagal dong." ucap Jeara pelan disertai dengan wajahnya yang murung.

Suga meletakkan tangannya di atas tangan Jeara yang mulai cemas akan suatu kemungkinan kecil yang bisa terjadi dengan operasi mereka berdua.

"Tunggu, jadi ayah kamu yang bakal kasih biaya pengobatan untuk ayahnya Jeara? Begitu, Ga?" tanya Venus meminta pembenaran akan kesimpulannya.

Suga tak menyahut dan hanya mengangguk membenarkan.

"Maaf ya, Ga. Udah repotin kamu sebanyak ini." ucap Jeara merasa tidak enak.

"Kalau kamu merasa begitu, nanti kalau aku lagi nggak ada, kamu mau ya diantar jemput dulu sama om Wisman. Sama Venus, sama Raka dan Yusuf juga. Kalian harus sering-sering sama Jeara biar nggak diculik sama ibunya sendiri." kata Suga dengan menatap bergantian pada keempat temannya. Agak sedikit lucu memang ketika membayangkan akan bagaimana seorang orangtua kandung menculik anaknya sendiri. Tapi, dalam hal ini orangtuanya bukanlah jenis orangtua baik yang mempertanggung jawabkan anugerah yang dititipkan Tuhan padanya. Alih-alih ia justru pernah sampai ingin membunuh jabang bayinya itu sewaktu masih dalam kandungan.

"Jangan lupa untuk pulang lagi ya, Ga, setelah berobat dari sana." kata Raka dibantu sama Venus.

"Iya, pasti. Dan jangan kaget kalau nanti akunya sudah berubah." sahut Suga dengan tersenyum.

___________

Tidak terasa hari jum'at pun datang juga. Sore hari setelah pulang dari sekolah, mereka berlima pun kini sudah berada di bandara menunggu waktu keberangkatan pesawat yang akan membawa Suga dan Jerion.

Jeara tampak senang sekaligus sedih lantaran harus kembali berpisah dengan ayah yang baru ia temui lagi itu. Namun, ada yang aneh dengan rasa perpisahan itu. Meski kesannya Jeara dan ayahnya sudah sangat lama tak saling bertemu, tapi mendapati ia dan ayahnya kembali terpisah seperti ini, Jeara justru seperti merasa biasa saja. Lain halnya dengan saat ia melihat Suga.

Bukannya durhaka atau apa, tapi anehnya Jeara justru lebih khawatir dengan Suga.

"Jeara? Kenapa kamu melamun?" tegur Suga dengan menyentuh tangan Jeara.

"Jangan lupa pulang lagi ya, Ga." sahut Jeara begitu saja tanpa menyadari dengan apa yang baru saja ia ucapkan.

"Jangan khawatir. Aku dan ayahmu pasti akan kembali lagi." sahut suga dengan meraih tangan Jeara yang satunya lagi. Ketiga temannya yang melihat hal itu hanya diam tanpa suara menyaksikan akan manisnya perbuatan sederhana yang dilakukan oleh Suga untuk meyakinkan Jeara.

"Janji?" kata Jeara dengan suaranya yang seperti sedang menahan tangis.

Suga tak bisa menyahut perjanjian itu. Ia hanya tersenyum dan lantas memeluk Jeara sesaat panggilan keberangkatan pesawatnya terdengar.

"Suga, kamu harus kembali pulang. Bawa ayahku kembali dalam keadaan baik-baik saja." ucap Jeara meski tahu bahwa Suga tak akan mendengarnya.

"Jeara, ayah pergi dulu. Kamu tetap jadi anak yang baik ya. Jangan lupa makan. Maaf untuk saat ini ayah masih menjadi beban untukmu. Tapi, setelah ayah kembali dari sana, ayah akan bekerja dan berusaha lebih giat untuk mencukupi kebutuhan hidup kita. Oke?" kata Jerion sesaat ia memeluk Jeara dan berjalan beriringan dengan Suga dan Jonathan yang juga ikut. Tanpa Jeara tahu, sebenarnya Suga sudah menceritakan semua hal yang dilalui Jeara pada ayahnya. Termasuk perihal Janara yang begitu terobsesi untuk membawa Jeara pergi.

Karena hal itu, Jonathan sudah menyiapkan beberapa pengawalan ketat jarak jauh untuk Jeara agar dirinya aman. Pengawalan itu tidak sampai membuat Jeara merasa terganggu. Karena mereka dapat membaur seperti orang biasa yang sering berlalu lalang di sekitarnya. Tentunya dalam hal ini Jeara harus tak boleh tahu. Karena mungkin ia akan mengira itu agak mengerikan lantaran apapun aktivitas yang sedang ia lalukan seperti terus dipantau oleh mata-mata yang tak dikenal.

Its OK to Not be Okay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang