Part 1: Starting A New Life

742 61 11
                                    


Yuhuuuu! Setelah kurang lebih 16 jam di pesawat dan 1 kali transit, gue akhirnya nyampe juga di Belanda. Negara yang emang udah jadi inceran gue buat lanjutin pendidikan sejak lama. Ya, setelah drama telat buat wawancara visa beberapa bulan lalu dan drama nangis-nangis di bandara sama Papa Mama, gue berhasil juga nyampe di sini. 

Alasan kalo ditanya kenapa harus Belanda? Jawabannya karena kampus yang gue mau ada di sini, terus juga (kalo gue liat di internet sih) lingkungannya masih asri gitu, jadi kayaknya bakal oke banget buat belajar di sini. Dan benar, baru nyampe di bandara aja, gue udah disambut sama udara sejuk dan segarnya Belanda, langitnya juga biru banget dan cerah. Beda banget sama udara polusi dan langit abu-abu di Jakarta. Udah kebayang nanti di kamar bakal buka jendela sambil baca buku atau buka laptop, yang semoga gak berujung jadi cuman buka jendela dan gulung2 badan pake selimut di kasur.

Ngomong-ngomong Jakarta, sejujurnya gue udah rada kangen sih, terutama sama orangnya yang ramah-ramah. Soalnya tadi gue hampir dimarahin sama orang di bandara karena –seperti biasa— gue melakukan tindakan bodoh., yaitu nubruk orang yang lagi ngantre di depan gue karena gue kebanyakan bengong. Biasanya kalo di Jakarta, gue dodol dikit, paling mentok sih diketawain doang sama tukang parkir atau orang lewat.

Hmm.. selain orang-orangnya, gue juga udah kangen keluarga gue sih. Kangen Ibu sama Bapak, sama ponakan gue juga, yang tadi ikut nganterin. Kangen semua deh pokoknya, kecuali kakak gue, Mbak Silvi, yang nyebelin suka ngajak ribut karena sifat kita yang lumayan bertolak belakang. Huft, dasar Wanda tukang drama, padahal juga belum sampe 24 jam pisah sama mereka.

Oiya, balik lagi ke poin alasan gue berangkat ke Belanda. Nggak sedikit yang kira gue pergi ke sini buat cari jodoh. Sial, mentang-mentang gue jomblo dari orok. Capek gak sih ujung-ujungnya nyambung ke jodoh lagi. Emang sih agak nggak normal menurut kebanyakan orang, kalau cewek seusia gue belum punya pasangan, apalagi belum pernah sama sekali pacaran. Di saat temen-temen gue dan saudara-saudara gue rata-rata udah ada pasangannya dan bahkan udah punya anak kayak Mbak Silvi, yang udah berbuntut tiga di usia 32 tahun.

Bukannya gue gak mau, tapi emang belum ada yang mau aja dan aku juga bukan tipe yang ngebet cari pacar. Lagian buatku, itu semua bonus kok. Gue cukup happy dan nyaman dengan hidupku yang kayak gini. Apalagi gue selalu punya kesibukan kerja dan belajar, dan gue juga ngikutin korea-koreaan semenjak aku kuliah. Jadi ya menurutku hidupku seru-seru aja, selama gak dibanding-bandingin sama orang lain. Less drama, just having fun with myself.

Yaudah sekian curcolnya. Kebanyakan mikir bikin gue hampir kelewatan turun di stasiun tujuan gue. Bisa ribet urusannya kalau sampai kelewatan karena barang bawaan gue yang bisa terbilang banyak dan gue nggak mungkin minta tolong ke orang-orang di sini untuk membawa itu semua. Kesialan gue udah cukup  tinggal di Indonesia aja, nggak usah kebawa terlalu banyak ke Belanda. Cukup tadi aja gue hampir dimarahin sama stranger.

Keluar dari stasiun tujuan gue, gue menaiki taksi menuju flat yang akan menjadi tempat tinggal gue selama di Belanda. Jaraknya sekitar dua kilometer dari stasiun, yang gue (dan tentunya supir taksi) menempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit.

Hm... dari luar lumayan bagus bangunannya, walaupun bisa dibilang bangunan tua, kalau dilihat dari arsitekturnya. Lingkungannya juga cukup asri, banyak pohon besar yang berjejer di samping rumah dan jalan sekitarnya.

Setelahnya, gue dibantu sama supir taksi mengeluarkan barang-barang gue yang seabrek dan menaruhnya di depan pintu. Di sana sudah ada pemilik flat yang menyambut gue dengan ramah, yang tentu saja gue balas dengan sapaan singkat dan senyuman. Gue pun diantarkan ke kamar flat gue.

Kamar yang akan gue tempati berada di lantai dua bangunan dan menghadap ke taman belakang. Cukup luas untuk tempat tinggal satu orang. Desainnya minimalis, agak berbanding terbalik dari tampak luar bangunannya. Dilengkapi dengan satu single bed, satu meja belajar, satu lemari, dan ada mini kitchen set nya juga. Jadi lebih mirip apartemen kecil, tapi toiletnya di luar. Sedikit minus, but I don't mind. Kesan pertamaku untuk tempat tinggal baruku: comfy juga, seenggaknya mirip sama yang gue liat di foto pas booking kamar ini.

Oke, Wanda, I think it's a good start.

.

.

Note:

Gambar yang di media kira-kira desain tempat tinggalnya Wanda selama di Belanda, tapi ditambahin meja belajar ya dan gak ada TV.

Btw, kamarnya Wanda terinspirasi dari cerita temen aku yang kuliah di sana. Dia pernah cerita kalau mereka sistemnya emang dapur yang di dalam kamar, dan toilet yang di luar. Rada kebalik sih emang sama kos-kosan di Indo yang dapurnya bersama dan lebih prefer toilet sendiri.

Jangan lupa tinggalin vote, komen, dan boleh juga follow akun ku yaa :D

See you guys on the next chapter!

Milky WayWhere stories live. Discover now